Minggu, 23 Agustus 2015

Bumi Kita sedang Menangis

Sarvo vai tatra jivati
Gaur-asvah purusah pasuh.
Yatredam brahma kriyate
Paridhir jivanaya kam.
(Atharvaveda. VIII.2.25) 

Maksudnya:
Semuanya, apakah itu manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan akan hidup sejahtra, apabila kelestarian bumi (terutama atmosfir) dipelihara dengan segala cara untuk menopang kehidupan. 


KUTIPAN mantra Veda ini mengajarkan kepada seluruh umat manusia bahwa bumi ini sesungguhnya adalah sumber kehidupan dan penghidupan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Kalau kita ingin hidup sejahtera peliharalah bumi ini. Memelihara bumi ini dengan karma baik. Narada Purana pun menyatakan bahwa bumi ini bukanlah Bhoga Bumi atau tempat kita mengumbar hawa nafsu. Bumi ini disebutkan sebagai Karma Bhumi yaitu tempat kita mengembangkan perbuatan baik. Kalau manusia menjadikan bumi ini sebagai tempat berbuat jahat maka bumi ini pun akan menangis. 

Kalau bumi menangis manusia pun akan dibuatnya menangis. Menyucikan bumi berarti mengembangkan perbuatan Dharma. Karena itu menyucikan bumi ini disebut juga Mecaru. Caru menurut kitab Samhitasuara artinya cantik atau harmonis. Menyucikan bumi dengan caru artinya harmoniskanlah hubungan kita dengan sesama ciptaan Tuhan. Dengan keharmonisan itu bumi pun akan ikut bahagia. 

Dalam kitab Markandeya Purana ada suatu ceritra bahwa putra Resi Tvasta yang bernama Trisira melakukan Tapa dengan terjungkir. Karena cara bertapaannya aneh Dewa Indra menduga niat tapa Trisira itu tidak baik. Dewa Indra pun membunuh Trisira. Karena membunuh kesidhian, Dewa Indra menghilang sebagian dan masuk ke Dewa Dharma. Resi Tvasta marah kepada Dewa Indra dan menciptakan makhluk tinggi besar dengan rambutnya. 

Makhluk tinggi besar itu bernama Vrtra. Dewa Indra melakukan tipu daya dengan meminta bantuan Sapta Resi untuk berdamai dengan Vrtra. Setelah Vrtra lengah Dewa Indra membunuh lagi Vrtra. Pembunuhan itu pun menyebabkan Dewa Indra kehilangan lagi sebagian kesidhiannya. Kesidhian itu pindah ke Dewa Bayu. Setelah itu Dewa Indra lagi melakukan perbuatan salah dengan menyamar menjadi Resi Goutama dan datang pada istri Resi Goutama. 

Perbuatan ini pun menghilangkan lagi sebagian kesidhian Dewa Indra dan masuk ke Dewa Aswin yaitu Dewa Kembar. Karena itu kesidhian Dewa Indra tinggal hanya sebagian. Suatu hari ibu bumi menangis karena tidak mampu lagi mendukung perbuatan manusia yang jahat karena mengikuti perilaku Asura di bumi ini. Ibu bumi pun menghadap pada sidang para Dewa dan melaporkan ketidakmampuannya lagi menopang perbuatan manusia yang jahat. 

Ibu bumi mohon kepada para Dewa agar menurunkan manusia-manusia utama untuk melenyapkan kejahatan. Karena itulah para Dewa memutuskan agar kekuatan Indra yang berada pada Dewa Dharma, Dewa Vayu, kekuatan Dewa Indra yang masih dan kekuatan Dewa Aswin. Daripada Dewa itulah turun menjelma menjadi Panca Pandawa. Kekuatan Dewa Indra yang berada pada Dewa Dharma turun menjadi Yudistira, yang berada pada Dewa Vayu menjadi Bima. Yang masih ada pada Dewa Indra menjadi Arjuna dan yang berada pada Dewa Aswin menjadi Nakula dan Sahadewa yang kembar. Saktinya Dewa Indra turun menjelma menjadi Dewi Drupadi. 

Karena Panca Pandawa itu berasal dari kesidhian Dewa Indra maka kelak Kerajaan Pandawa itu bernama Indraprasta artinya istana tempat bersemayamnya penjelmaan kesidhian Dewa Indra. Panca Pandawa memiliki lima jenis kesidhian yaitu Pandita, Giri, Jaya, Nagga, Aji. Lima kesidhian itu bersatu yaitu Yudistira yang sifatnya suci bagaikan pandita, Bima yang teguh bagaikan gunung, Arjuna yang selalu jaya atau optimis, Nakula yang ganteng dan Sahadewa seorang ilmuwan. 

Lima sifat para ksatria itulah yang akan membantu ibu bumi melenyapkan kejahatan. Cerita ini memberikan kita suatu ilustrasi bahwa kejahatan di bumi ini haruslah dibrantas oleh lima jenis pemimpin yang bersatu padu bagaikan persatuan para Pandawa dengan tuntunan Sri Kresna sebagai Awatara Wisnu manifestasi Tuhan Yang Mahaesa sebagai pelindung ciptaan-Nya. 

Lima tipe pemimpin itu harus siap hidup sederhana, tahan menderita bagaikan Pandawa. Di samping itu, Pandawa selalu kuat dan teguh berpegang pada kebenaran (Satya), sangat adil, tidak sombong dan tidak pendendam. Dapatkah dunia berupaya mencari dan menyatukan lima tipe pemimpin bagaikan persatuan Pandawa yang patuh pada sabda Sri Krisna itu. Ini artinya yang akan dapat menyucikan bumi ini adalah kerja sama antarpemimpin yang memiliki sifat-sifat religius, yang memiliki ketetapan hati, yang cerdas memiliki optimisme yang kuat, sehat secara fisik dan pemimpin yang ilmuwan. Di dunia ini banyak ada pemimpin seperti itu cuma mereka tidak bersatu padu bahkan saling berseberangan. Mereka sepertinya bekerja sendiri-sendiri dan banyak yang saling menyalahkan. Ibu bumi pun masih menangis. 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net