Selasa, 18 Agustus 2015

Desa Adat dalam Percaturan Politik

Sreyaan svadarmo vigunah.
Paradharmaat svanusthitaat.
Svadharme nidhanam sreyah
Paradharmo bhayaavahah.
(Bhagawad Gita.III.35) 

Maksudnya:
Lebih baik melakukan swadharma sendiri meskipun kurang sempurna caranya, daripada melakukan kewajiban orang lain (para dharma) walaupun sempurna caranya. Kalaupun sampai mati melakukan kewajiban sendiri jauh lebih baik. Karena melakukan kewajiban orang lain sungguh berbahaya. 


TIAP orang di dunia ini memiliki kewajiban hidup sesuai dengan kelahiran dan tahapan hidupnya. Timbulnya kewajiban hidup itu disebabkan oleh tahapan hidupnya. Seperti orang yang berada dalam tahapan hidup berguru atau Brahmacari berbeda dengan orang yang dalam tahapan hidup berumah tangga atau Grhastha. 

Demikian juga kewajiban hidup timbul berdasarkan dengan kewajiban orang yang Guna dan karmanya sebagai Ksatria, Kewajiban hidup itu dalam Bhagawad Gita yang dikutip di atas disebut swadharma. Manusia dalam melakukan swadharmanya itu dapat bekerja sama dengan sesamanya. Dari kerja sama itu melahirkan berbagai lembaga. Ada lembaga yang bersifat formal diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum positif dan ada yang dibentuk berdasarkan solidaritas sosial, budaya dan keagamaan. Tiap lembaga itu memiliki tujuannya masing-masing. Kalau tiap lembaga kerja sama itu selalu konsisten mewujudkan tujuannya maka akan terjadi keserasian dalam masyarakat. Karena tiap lembaga kerja sama tersebut bergerak sesuai dengan swadharmanya masing-masing. 

Demikian jugalah halnya dengan desa adat sebagai suatu lembaga keagamaan Hindu sudah memiliki swadharma yang sangat jelas. Swadharma desa adat adalah untuk mentradisikan ajaran-ajaran agama Hindu di tingkat desa. Karena kurangnya pembangunan filosofis berbagai pihak maka desa adat mau ditarik ke sana-ke mari sehingga makin jauh dari swadharmanya. 

Misalnya ada yang menggunakan desa adat sebagai lembaga untuk mengurusi politik. Seperti dukung-mendukung calon bupati. Hal ini jelas menyimpang dari swadharma desa adat. Krama desa adat di samping sebagai umat Hindu juga sebagai warga negara. Sebagai warga negara tentunya dia memiliki hak penuh untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Cuma kalau dia ingin menyalurkan aspirasi politiknya, bukan desa adat sebagai salurannya. Karena desa adat bukan diadakan untuk itu. 

Sebagai warga negara salurkanlah aspirasi politik itu lewat lembaga-lembaga politik. Di desa adat saya yakin juga tidak memiliki perangkat awig-awig untuk mengatur tata cara berpolitik seperti mengajukan calon bupati tersebut. Meski demikian, desa adat dapat menganjurkan warganya untuk menyampaikan aspirasi politiknya lewat lembaga politik yang ada tanpa adanya intervensi desa adat. Kalau desa adat terlalu banyak difungsikan di luar swadharmanya hal ini akan mengacaukan tertib kelembagaan yang ada dalam masyarakat. Menurut sloka Bhagawad Gita di atas, hal itu sungguh sangat membahayakan desa adat itu sendiri. 

Di satu pihak desa adat akan tidak banyak berdaya dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan Hindu pada umatnya, di pihak lain dia disibukkan oleh berbagai urusan yang bukan sebagai swadharmanya. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga. Ada koperasi sebagai lembaga kerja sama dalam bidang ekonomi. Ada persatuan olah raga untuk mengembangkan kerja sama masyarakat di bidang olah raga. Ada sekaa kesenian untuk membina kehidupan berkesenian dalam masyarakat. 

Doronglah semua lembaga tersebut agar dia dapat berfungsi sesuai dengan swadharmanya masing-masing. Meskipun tiap-tiap lembaga sudah memiliki swadharma, lembaga-lembaga itu dapat saja bekerja sama bahkan memang sebaiknya demikian. Tetapi kerja sama itu dalam rangka menegakkan swadharma semua lembaga. 

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya memiliki bermacam-macam aspirasi. Kalau dia memiliki aspirasi dalam bidang ekonomi salurkanlah aspirasi itu lewat lembaga yang mengurusi ekonomi. Kalau dia memiliki aspirasi dalam kesenian salurkanlah aspirasi itu lewat lembaga kesenian. Demikian juga aspirasi politik hendaknya disalurkan lewat lembaga politik. 

Jangan semuanya disalurkan lewat desa adat. Janganlah desa adat dijadikan keranjang sampah persoalan. Pada abad industri ini desa adat memiliki swadharma yang sangat berat. Desa adat memiliki kewajiban untuk menanamkan nilai-nilai spiritual agar umat menjadi makin kuat mempertahankan keluhuran moralnya dan daya tahan mentalnya menghadapi hirup-pikuknya kehidupan dunia modern. Menanamkan nilai-nilai spiritualitas agama pada umat bukan pekerjaan gampang. Dalam hal inilah hendaknya desa adat dibantu dengan tidak mengintervensi otonominya. 

* I Ketut Gobyah 

 sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net