Kamis, 26 November 2015

Tantangan Wanita makin Berat

Utpadanamapatyasya
Jatasaya pari palanam
Pratyaham lokayatrayah
Pratyaksa strinibandhanam.
(Manawa Dharmasastra IX,27). 

Maksudnya: Melahirkan putra-putri, memelihara yang lahir dengan sebaik-baiknya, berlanjutnya peredaran dunia, wanitalah yang menjadi sumbernya. 


Menurut pandangan ajaran Hindu, wanita tidaklah berasal dari tulang rusuk laki-laki. Dalam Manawa Dharmasastra 1.32 dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama ciptaan Tuhan. Wanita diciptakan bukan sebagai penggoda laki-laki. Bahkan dalam Manawa Dharmasastra IX.45 dinyatakan bahwa suami istri itu adalah sejajar dan tunggal.

Wanita sebagai istri bukanlah pendamping suami, tetapi  hidup bersama untuk menyukseskan swadharma grhasta asrama, membina putra menjadi suputra dan bersama-sama untuk mengabdi pada jagat.

Sesungguhnya wanita menurut pandangan Hindu sangat mulia, sejajar dengan laki-laki. Cuma dalam beberapa ketentuan adat-istiadat sering dijumpai wanita menjadi subordinasi laki-laki. Hanya sebagai pelaksana kebijakan kaum laki-laki. Dalam menentukan suatu kebijakan sering wanita itu ditinggalkan.

Perbedaan laki-laki dan perempuan hanyalah swadharma-nya. Namun, perbedaan itu saling melengkapi. Kalau perbedaan itu disinergikan maka berbagai kewajiban hidup ini justru akan terselenggara dengan lebih baik.

Di Bali peranan wanita sesungguhnya sudah sangat banyak terutama dalam melaksanakan suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh laki-laki. Jarang kita jumpai wanita diikutsertakan dalam rapat keluarga, banjar, desa dan lembaga-lembaga tradisional lainnya dalam menentukan suatu kebijakan. Berkat berbagai pembinaan memang sudah ada secara sporadis rapat keluarga, banjar, desa maupun kelompok-kelompok tradisi lainnya mengikutsertakan wanita dalam rapat-rapat, dalam menetapkan suatu kebijakan. Ke depan dalam rangka perjuangan ajeg Bali, wanita Bali hendaknya semakin diikutsertakan dalam berbagai hal terutama dalam menentukan berbagai kebijakan.

Apalagi dalam kehidupan rumah tangga menurut Manawa Dharmasastra 11.145, ibu rumah tangga yang disebut pitri matta kedudukannya lebih terhormat daripada suami. Dalam rumah tangga wanita itu berperan sebagai istri dan ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang cukup berat. Tanggung jawab wanita Bali ke depan semakin kompleks dan berat. Terutama dalam melahirkan dan mendidik putra-putrinya.

Demikian halnya dalam penyelenggaraan upacara yadnya, keluarga menurut Manawa Dharmasastra IX.28 di samping sebagai pelanjut keturunan, wanita juga bertanggung jawab pada terselenggaranya pelaksanaan upacara yadnya.

Untuk menyukseskan swadharma wanita yang berat itu tentunya semua pihak wajib menciptakan iklim yang dapat memberikan kekuatan pada wanita untuk menghadapi tantangan hidup ke depan yang semakin berat.

Dalam kehidupan modern yang heterogen ini semakin banyak kasus istri dikhianati suaminya. Ada juga istri ditinggal padahal anak-anaknya masih kecil-kecil. Dalam keadaan seperti itu banyak juga wanita yang bisa tegar dan cerah menghadapi kehidupan yang getir seperti itu.

Ada istri yang dikhianati suaminya karena kepincut wanita lain sampai melupakan kewajibannya sebagai suami. Tetapi  istrinya tidak membalas dengan pengkhianatan. Mereka bercerai dan mengalihkan kehidupan pada hal-hal yang positif. Ia aktif terjun dalam berbagai kegiatan spiritual, sosial budaya dan meningkatkan kegiatan ekonominya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ia pun tidak dendam pada suami. Ia yakini sudah memang demikianlah skenario kehidupannya yang ditetapkan oleh Tuhan berdasarkan karma-karmanya di masa lampau. Ia pun berhasil membina anak-anaknya sampai semuanya mampu menyelesaikan pendidikan tinggi dan menempuh karier. Ia pun hidup selalu ceria tidak ada dendam dan melanjutkan kehidupannya di bidang spiritual, sosial dan budaya yang ia senangi.

Ada juga ibu rumah tangga yang menjanda karena suaminya meninggal. Ibu tersebut tidak meninggalkan anak-anaknya kawin lagi dengan laki-laki lain. Ia yakini suaminya tetap ada secara rohani mendampingi dirinya dalam membina anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Setiap ia mengambil suatu keputusan yang penting ia khusyuk menghadirkan suaminya secara rohani untuk memberikan motivasi positif dengan cara meditasi. Ia kuat menjanda meskipun umurnya masih belum begitu tua. Akhir cerita, semua anak-anaknya berhasil.

Wanita Bali yang bermental baja seperti itu sesungguhnya sudah banyak kita jumpai dalam rumah tangga. Wanita yang sukses dalam rumah tangga seperti itu disebut sadwi.

Namun, dalam kancah karier politik masih belum mendapatkan kesempatan untuk maju setara dengan laki-laki. Dalam hal merebut posisi sebagai anggota legislatif, birokrat dan bidang-bidang lainnya, banyak wanita belum setara dengan kaum laki.

Wanita yang berkarier di luar rumah tangga disebut brahma wadini. Tetapi di Bali belum ada bupati dan wakilnya yang wanita. Sekarang pun belum ada partai politik yang memunculkan kandidat calon bupati dan wakilnya dari wanita. Saya yakin sesungguhnya banyak wanita yang memiliki kemampuan yang setara bahkan mungkin lebih dari laki-laki. Konon di Bangladesh korupsi bisa turun drastis setelah pejabat keuangan sebagian besar kalangan wanita. Lalu bagaimana dengan Indonesia?


* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net