Minggu, 20 Desember 2015

Mabuk, Bisa Disebut belum Merdeka

Lwirning mandadi madaning jana surupa guna dhana kula kulina yowana. Lawan tang sura len kasuran agawe wereh I manah ikang sarat kabeh. Yan wwanten sira sang dhaneswara surupa guna dhana kulina yowana. Yan tan mada mahardikeka pangarania sira putusi sang pinandita.

                    (Kekawin Nitisastra, IV.19) 

Maksudnya: Yang bisa membuat mabuk adalah ketampanan (surupa), kepintaran (guna), kekayaan (dhana), kebangsawanan (kula kulina), kemudaan (yowana), alkohol (sura) dan kekuasaan (kasuran).


KALAU ada orang yang tidak mabuk karena tampan, kaya, pintar, minum minuman keras, bangsawan, muda dan sakti, dialah yang patut disebut orang merdeka dan patut ditetapkan sebagai pinadita.

Tiap-tiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada waktu itu kemerdekaan RI diproklamasikan. Artinya secara politik bangsa Indonesia sudah mampu menyatakan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan politik itu sangat penting. Sebab, sejak itu bangsa Indonesia memiliki payung hukum untuk bebas menentukan nasibnya sendiri tanpa ada tekanan dari bangsa lainnya sebagai penjajah. Tindakan selanjutnya adalah mengisi kemerdekaan dengan usaha pembangunan diri secara individu dan masyarakat sebagai bangsa. Kalau kita tidak berhasil dalam membangun diri yang berkualitas dan membangun masyarakat sebagai bangsa yang adil makmur maka apa yang disebut merdeka itu baru sebatas politik saja.

Memperhatikan konsep merdeka yang dinyatakan dalam Kekawin Nitisastra di atas maka kita sesungguhnya belum dapat dikatakan merdeka (mahardika). Karena pembangunan itu banyak menghasilkan orang-orang mabuk. Ada yang mabuk karena kaya, kuasa, berilmu, karena merasa bangsawan dan seterusnya. Ini artinya kemerdekaan itu memberikan kita secara bebas membangun bangsa. Bebas membangun dalam bidang kesehatan, kebersihan lingkungan dan sebagainya, sehingga orang semakin dapat hidup bersih dan sehat. Pembangunan ekonomi menyebabkan ada orang yang sampai dapat hidup kaya.

Pembangunan pendidikan dapat menghasilkan orang-orang pintar. Pembangunan sosial politik dan birokrasi menyebabkan semakin banyak orang yang punya kekuasaan dan wewenang. Demikian seterusnya. Semua hal itu tentunya sangat wajib dilakukan terus-menerus. Namun, yang penting mendapatkan perhatian adalah janganlah mabuk karena keberhasilan semuanya itu.

Menyimak arti kemerdekaan menurut kutipan Nitisastra IV.19 itu dapat kita pahami bahwa untuk menyebut diri merdeka atau mahardika masih ada hal-hal yang wajib kita pahami dengan baik dan benar. Pembangunan bangsa dewasa ini sudah membuat kemajuan. Tetapi masih banyak kemajuannya itu membuat orang kehilangan kemerdekaan. Mengapa demikian? Sebab, kemajuan tersebut menenggelamkan diri seseorang untuk tidak merdeka lagi mengatur hidupnya. Mereka banyak yang mabuk kerja mengejar keuntungan harta benda dengan meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan dan agama. Ini artinya mereka mabuk pada kekayaan untuk dapat disebut orang elite dalam lingkungannya.

Ada juga yang mabuk kekuasaan atau kasuran. Mereka dikuasai oleh ''Sang Kala Wisesa''. Mereka ingin kuasa terus. Pada awalnya mereka dapat kekuasaan di tingkat kabupaten. Karena merasa enak hidup berkuasa yang bergelimangan fasilitas dan prioritas, maka ia pun mabuk ingin berkuasa sampai di tingkat propinsi. Sebelumnya berkuasa di legislatif maka ingin lebih mendapatkan kekuasaan yang nyata di eksekutif. Hal ini semakin mendorong para kader pemimpin bukan memperjuangkan gagasan-gagasan yang cemerlang untuk memajukan keadilan dan kemakmuran berdasarkan kejujuran dan kebenaran. Tetapi mereka berusaha memperjuangkan diri dengan cara menjual diri pada mereka yang menentukan jabatan tersebut. Mereka membuat visi dan misi yang hanya formalitas untuk menyenangkan mereka yang akan menentukan jabatan yang bergelimangan fasilitas dan kehormatan palsu itu. Banyak orang hormat karena ada kepentingan bukan karena kasih yang murni.

Ada juga masyarakat yang gila mengejar gelar keilmuan yang formalitas. Meskipun tidak memiliki bakat dan minat keilmuan yang penting namanya dihiasi oleh berbagai gelar kesarjanaan atau keahlian. Padahal mereka tidak ahli di bidangnya sesuai dengan gelar yang dicantumkan sebagai embel-embel namanya, sehingga gelar akademis itu menjadi sebatas aksesoris untuk gagah-gagahan saja. Demikian juga majunya kesehatan sehingga banyak yang bisa hidup sehat dan bugar. Kesehatan dan kebugaran fisik itu sering membuat orang mabuk untuk mengumbar nafsunya diberbagai kegiatan hiburan. Setelah jenuh mereka pun terus mabuk dengan menegak minuman beralkohol sampai pada narkoba. Kalau masih banyak orang mabuk kekayaan, kekuasaan, kepinteran dan mabuk karena minuman keras semuanya itu menyatakan kita belumlah merdeka. Kita masih dijajah oleh tujuh kegelapan yang disebut Sapta Timira. 

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net