Rabu, 30 Desember 2015

Pintu Neraka Terbuka untuk Teroris

Ahamkaram balamdarpam
kamam krodham ca samssritah
mam atmaparadehesu
pradvisanto bhyasuyakah.

(Bhagawadgita XVI.18). 

Maksudnya: Terlalu biasa dengan kesombongan, kekerasan, kebanggaan dan pengumbaran nafsu marah, mereka itu adalah orang jahat. Mereka itu sesungguhnya memandang rendah Tuhan yang memberikan jiwa pada tubuhnya sendiri dan pada tubuh orang lain.


PARA teroris yakin akan dirinya masuk sorga. Keyakinan seperti itu tentunya boleh-boleh saja. Tetapi menurut keyakinan agama Hindu, semua teroris itu dapat dipastikan masuk neraka. Mengapa demikian? Mereka itu membunuh orang-orang yang tidak berdosa dan juga tidak dikenalnya sebagai musuh. Bahkan, ada yang seagama dan sebangsa dengan diri para teroris itu. Mereka itu melakukan apa yang disebut dalam budaya Bali agung pati kurang dosa. Artinya membunuh orang-orang yang tidak jelas apa dosanya. Apalagi pembunuhan itu dilakukan karena kesombongan, kebanggaan akan keyakinannya dan penuh dengan nafsu marah. Hal itu jelas suatu kejahatan yang penuh dosa tak berampun. Di samping berdosa kepada mereka yang dibunuhnya, juga berdosa pada Tuhan dan agama yang dianutnya juga kepada negara dan bangsanya.

Dalam Bhagawad Gita XVI.21 dinyatakan bahwa pintu neraka akan terbuka lebar bagi mereka yang melakukan kama, krodha dan lobha. Jadi, kesombongan, mengumbar nafsu marah sampai melakukan kekerasan dengan sengaja dan berencana membunuh orang dengan sembarangan, sangat jelas suatu kejahatan yang tiada berampun. Teroris itu membunuh orang secara membabi buta dengan memperbodoh mereka yang mau dijadikan alat untuk melakukan bom bunuh diri. Yakinlah tidak ada agama di dunia ini mengajarkan hal yang sesat seperti itu.

Dalam Slokantara 71 dinyatakan membakar rumah atau agnida dan sastraghna atau membunuh dengan alasan dendam dan kebencian adalah dua kejahatan yang tergolong dalam enam kejahatan yang disebut Sad Atatayi. Melakukan enam jenis kejahatan itu menurut ajaran agama Hindu tersebut dapat dipastikan akan masuk neraka. Apalagi teroris itu tidak saja membunuh mereka yang tidak jelas dosanya, juga membuat keluarga dan masyarakat luas tercekam derita. Ini menurut ajaran Hindu tergolong himsa karma, maksudnya membunuh orang yang tidak berdosa dengan cara menyiksa. Para teroris itu dapat digolongkan orang yang dalam keadaan wikalpa dan branta.

Dalam kitab Wrehaspati Tattwa 28 dinyatakan orang yang akan mendapatkan pahala sorga adalah mereka yang melakukan dharma dengan kesadaran budhi. Sedangkan mereka yang akan masuk neraka apabila melakukan adharma.

Wikalpa dan branta adalah sebagian dari wujud adharma. Wikalpa artinya mengharapkan sesuatu yang tidak jelas. Para teroris meyakini dirinya akan masuk sorga dengan membakar rumah dan membunuh orang yang tidak berdosa. Ini keyakinan yang sesat.

Perbuatan teroris itu juga menyengsarakan masyarakat luas dan mengkhianati negara dan bangsanya. Keyakinan masuk sorga dengan cara penuh dosa itu adalah suatu harapan berdasarkan keyakinan yang sangat kabur atau berdasarkan khayalan belaka.

Para teroris itu juga sedang menderita keadaan yang disebut branta. Dalam Wrehaspati Tattwa dinyatakan branta itu adalah cara berpikir yang sangat keliru. Tuhan yang mahasuci itu tidak mungkin mensabdakan agama untuk membuat sesama manusia sengsara.

Para teroris itulah yang keliru memahami agama yang disabdakan oleh Tuhan. Karena itu ke depan perlu ada kerja sama antara para ahli agama dan ahli pendidik untuk meninjau kembali metodelogi pengajaran dan penerapan agama kepada masyarakat.

Sangat kita sayangkan mereka-mereka yang dijadikan martil bom bunuh diri itu umumnya generasi yang masih sangat produktif. Generasi yang masih memiliki masa depan yang cerah untuk melanjutkan cita-cita mulia agama membangun dunia yang damai, adil dan sejahtera. Sayang mereka terpeleset oleh indoktrinasi beragama dengan cara berpikir yang keliru. Metode pendekatan beragama memang keyakinan. Meskipun dasar beragama adalah keyakinan, unsur logika tidak boleh ditinggalkan begitu saja.

Manusia akan buta dan lumpuh kalau agama dan ilmu tidak disinergikan. Hal inilah menyebabkan Albert Einstain mengingatkan agar agama dan ilmu tidak dibuat berdikotomi. Keyakinan beragama dan berpikir logis harus saling memperkuat secara proporsional. Agama itu bukanlah Tuhan. Agama adalah media untuk mencapai Tuhan.

Untuk mencapai Tuhan menurut agama Hindu melalui jenjang. Jenjang itu adalah mengasihi alam, mengabdi pada sesama manusia dengan konsep punia dan jenjang yang tertinggi bhakti pada Tuhan. Inilah yang disebut Tri Paraartha.

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net