Senin, 28 Desember 2015

Sapi, antara Konsep dan Kenyataan

Sapi sapinaka rama rena ya
sapinuji sara sapinrih ing masih
sapinakanaku lot betah mangel
ya matang akuk sapi pih tusapyaku.

(Kekawin Ramayana XXV.114). 

Maksudnya: Sapi adalah ayah dan ibu semua makhluk hidup. Amerta susu dan kekuatan badannya patut dipuji. Rasa kasih sayangnya terhadap yang lain patut ditiru. Usap dan elus-eluslah sapi itu dengan kasih sayang


Penghormatan terhadap sapi merupakan salah satu wujud peradaban Hindu yang bersumber dari ajaran suci Weda. Dalam Rgveda dinyatakan, ''Are te goghnamuta purusghnam'' yang maksudnya ''Hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.''

Dalam Atharvaveda 3.28.4. ada disebutkan, ''Iha pustiriha rasah'' yang maksudnya di dalam buah dada ibu kandung, ibu bumi dan ibu sapi terdapat rasa amerta yang memberikan kekuatan dan kemajuan.

Rgveda 1.164.27 menyatakan sapi itu tidak boleh dibunuh karena memberi persembahan susu kepada Dewa Aswin dan sapi itu berkembang demi kesejahteraan hidup kepada kita.

Catur Veda mengajarkan para penganut peradaban Weda tidak dibenarkan menyiksa dan membunuh sapi. Karena sapi itu simbol dari bumi yang memberikan sumber kehidupan semua mahluk hidup. Nampaknya peradaban Weda tentang sapi juga telah masuk ke dalam sastra Hindu di Indonesia, seperti tercantum dalam kutipan kekawin Ramayana di atas.

Di Indonesia pun dalam beberapa lontar dinyatakan umat tidak dibolehkan makan daging sapi, apalagi mereka yang sudah berstatus pandita, karena sapi itu simbol bumi. Bahkan dalam kekawin Ramayana yang dikutip di atas, sapi disebut sebagai ayah dan ibu semua makhluk.

Dalam masyarakat agraris sapi itu sebagai tenaga yang sangat andal untuk membantu mengolah lahan pertanian. Jadi, sapi  tidak semata-mata menjadi simbol bumi tetapi secara nyata  dapat memberikan umat manusia penghidupan yang nyata. Karena itu, sangat tepat peradaban Weda menghormati sapi. Seperti halnya bangsa Indonesia sangat menghormati bendera Merah Putih, karena sebagai simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nyawa pun bisa dikorbankan demi membela Sang Saka Merah Putih, meskipun bendera itu hanyalah dibuat dari secarik kain biasa. Karena ia dijadikan simbol bangsa dan negara, bendera itu pun tidak lagi dilihat sebagai sepotong kain biasa.

Demikian pula sapi dalam peradaban Hindu sangat dihormati karena sebagai simbol ayah, ibu dan bumi dalam kitab suci Weda. Jadi, secara konsepsional umat Hindu sangat dilarang menyiksa dan membunuh sapi, apalagi memakan dagingnya.

Secara konsepsional sudah sangat jelas kedudukan sapi sangat terhormat karena sebagai simbol bumi dan ibu. Tetapi sayangnya dalam kenyataan, olahan makanan dari daging sapi sangat laris manis di kalangan umat Hindu seperti di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Terbukti, bakso, rendang, rawon dan sate dari daging sapi sangat digemari oleh umat Hindu di Bali. Umumnya hanya beliau yang berstatus pandita saja yang tidak mengkonsumsi daging sapi.

Jadi, konsep Veda dan realitasnya dalam peradaban umat Hindu di Bali sangat kontradiktif. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama.

Meskipun penyiksaan dan pembunuhan sapi sangat dilarang dalam ajaran suci Weda, Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat telah memasukkan pedoman penggunaan sapi dalam upacara agama Hindu. Dalam bhisama tersebut ditetapkan bahwa penggunaan sapi dalam upacara agama Hindu tidak boleh disiksa dan dibunuh.

Bhisama Sabha Pandita tentang tata penggunaan hewan langka dan terancam punah yang juga memasukkan hewan sapi patut disosialisasikan dengan konsisten. Kenyataan sampai saat ini umat Hindu di Bali sudah terbiasa makan daging sapi, bahkan ada upacara yang menyiksa dan membunuh sapi. Keadaan ini tentunya menjadi penghalang yang sangat besar dalam mensosialisasikan peradaban Weda yang mengajarkan tidak boleh menyiksa, membunuh dan memakan daging sapi.

Karena itu, perlu dilakukan gerakan sosial yang bersifat persuasif dan edukatif untuk kembali mewujudkan peradaban Veda. Gerakan untuk tidak makan daging sapi harus dilakukan dengan cara-cara yang prema (kasih sayang), santi (damai) dan ahimsa (tanpa kekerasan). Mengubah sesuatu yang sudah mentradisi memang sulit. 

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net