Kamis, 24 Desember 2015

Tetap Berada di Jalan ''Dharma''

Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan,
patitis ikang jnyana sandi, galang apadang
Maryakena sarwa byaparaning hidep.

                              (Kutipan Lontar Sunarigama).

Maksudnya: Budha Kliwon Dungulan disebut Galungan, mengarahkan bersatunya ilmu pengetahuan suci (jnyana) untuk mencapai jiwa yang terang (galang apadang). Jiwa yang teranglah dapat menghilangkan semua pikiran yang kacau.


Merayakan Galungan hendaknya tidak berhenti pada kegiatan ritual dan bergembira ria semata. Kegiatan ritual itu hendaknya dilanjutkan dengan kegiatan individual dan sosial untuk meningkatkan kualitas moral dan daya tahan mental. Perayaan Galungan sebagai media sakral mengingatkan umat manusia untuk senantiasa menguatkan diri agar dapat selalu hidup berada di jalan dharma.

Umat Hindu di Bali sudah merayakan Galungan seribu tahun lebih. Karena itu sudah sepantasnya perayaan Galungan ini sepatutnya kita evaluasi lebih mendalam lagi. Selama ini sudahkah perayaan Galungan kita rayakan sesuai dengan teks petunjuknya seperti kutipan Lontar Sundarigama di atas.

Pada zaman kali ini, Galungan semestinya kita rayakan lebih mendalam. Dalam hiruk-pikuknya dunia modern, eksistensi godaan hidup semakin menguat. Godaan hidup itu mengarahkan umat manusia semakin menjauh dari dharma. Gejolak adharma semakin menguat dalam berbagai wujud. Ada yang berwujud kekerasan fisik, arogansi kelompok, pemaksaan kehendak, kecanduan narkoba dan sejenisnya. Bahkan, gejolak itu ada yang mengatasnamakan kelompok agama. Hal ini semestinya tidak terjadi. Karena ajaran agama disabdakan oleh Tuhan bukan untuk mendorong penganutnya untuk bersikap arogan. Untuk menanggulangi hal itu salah satu caranya melalui perayaan Galungan yang lebih mendalam ke dalam diri. Seperti dinyatakan dalam Lontar Sunarigama, Galungan semestinya dirayakan dengan mengarahkan diri untuk lebih memfokuskan pada pemaknaan jnyana atau ilmu pengetahuan suci Veda. Dengan demikian kita berharap keadaan diri semakin cerah atau jiwa yang galang apadang.

Semakin tertantangnya dharma oleh adharma sebagai penyebab merosotnya moral dan daya tahan mental umat, menyebabkan orientasi hidup manusia modern semakin hedonis -- mengejar kenikmatan indriawi di luar kontrol kesadaran budhi.

Hal inilah yang wajib kita terus munculkan dalam setiap perayaan Galungan. Jangan justru Galungan dirayakan dengan cara bertentangan dengan substansinya atau tattwa-nya sendiri.

Perayaan Galungan hendaknya sebagai gerakan moral untuk lebih mendalam melakukan pencerahan diri dengan ajaran suci Veda. Karena itu, perayaan Galungan hendaknya semakin lebih mendalam menuju penguatan spiritualitas diri. Perayaan Galungan dengan menonjolkan pesta pora untuk berhura-hura sangat bertentangan dengan substansi perayaan Galungan itu sendiri. Perayaan memenangkan dharma ini dapat kita bandingkan dengan perayaan Wijaya Dasami di India.

Perayaan untuk memenangkan dharma dilakukan dengan empat tahap. Tahap pertama dilakukan dengan memuja Tuhan sebagai Dewi Durga. Tujuannya untuk membangun keheningan diri dengan menghancurkan niat-niat buruk yang sering menyelinap dalam jiwa. Dengan diri yang hening itu dilanjutkan dengan memuja Tuhan sebagai Dewi Saraswati. Tujuannya untuk menyerap ilmu pengetahuan suci. Hanya diri yang heninglah yang akan dapat menyerap ilmu pengetahuan suci itu melalui Dewi Saraswati. Karena waranugraha Dewi Saraswati-lah ilmu itu akan dapat diserap dengan baik tanpa menimbulkan egoisme. Kalau ilmu pengetahuan suci itu dapat diserap dengan sebaik-baiknya maka ilmu itu harus diarahkan untuk membenahi kehidupan individual dan sosial. Karena itu dilanjutkan dengan pemujaan Tuhan sebagai Dewi Laksmi. Atas restu Dewi Laksmi menjadikan ilmu sebagai sarana untuk membangun kehidupan yang sejahtera lahir batin. Dewi Laksmi adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Kesejahteraan.

Tahap akhir perayaan Wijaya Dasami yaitu memuja Tuhan sebagai Dewa Ganesa dan juga kembali Dewi Laksmi. Tujuannya untuk melindungi upaya menyebarkan kesejahteraan. Ganesa adalah Wighna Dewa artinya dewa penghancur halangan hidup. Ganesa juga sebagai Winayaka Dewa atau Dewa Kebijaksanaan. Ini artinya sifat bijaksana itulah yang menjadi pelindung kehidupan yang sejahtera. Dengan kata lain pemujaan Ganesa dan Laksmi sebagai lambang tercapainya aman dan sejahtera wujud kemenangan dharma.

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net