Sabtu, 09 Januari 2016

Pura Rambut Siwi

Lingkungan Pura Rambut Siwi dikelilingi sawah yang membentang luas dan berteras-teras. Di sebelah selatan terdapat gundukan tebing dan batu karang yang curam.
Selain dikelilingi sawah yang berteras-teras, dari kejauhan ke arah utara, tampak gugusan pedesaan dan deretan pegunungan yang membujur dari barat ke timur, serta terdapat pula pemandangan Samudera Indonesia di sebelah selatan.

Di sebelah barat daya pura, terdapat bale tempat istirahat untuk menikmati keindahan panorama laut, dengan deburan ombaknya yang mengasyikkan. Tidak jauh dari bale tempat istirahat tersebut, di sebelah selatan terdapat sebuah tebing curam yang biasanya
digunakan sebagai jalan untuk turun ke pantai.

Di pinggir pantai yang terletak diantaranya apita tebing dan lautan, terdapat dua buah goa yang dianggap suci dan keramat. Suanana disini tampak tenang dan sepi, sangat cocok sebagai tempat menenangkan pikiran.

Pura Rambut Siwi tepatnya terletak di pantai bagian selatan Pulau Bali bagian barat yaitu di Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Dengan cahaya magis dan kesunyian pada malam hari, pura ini seakan ingin melepaskan diri dari
kebisingan dan keramaian Kota Negara, dan terhindar dari lalu-lintas darat Jawa-Bali yang sangat ramai di daerah ini.

Di kalangan pengikut aliran kebathinan, Pura Rambut Siwa dianggap sebagai tempat yang sangat cocok dan ideal untuk melakukan meditasi. Menurut mereka, Pura Rambut Siwi memiliki getaran magis yang sangat luar biasa. Saat malam tiba memang masih terdengar
kerasnya deburan ombak, namun ketika beranjak ke tengah malam, kesunyian akan menyapu daerah ini, dan disitulah saat yang paling tepat untuk bermeditasi. Kondisi tersebut, menjadi alasan pembenar, mengapa Danghyang Nirartha melakukan meditasi di tempat ini.

Keberadaan Pura Rambut Siwi tidak terlepas dari perjalanan Danghyang Nirartha di Bali, sekitar abad ke-16. Disinilah beliau berhenti dan melakukan semedi. Sebelum meninggalkan tempat ini, Danghyang Nirartha menyerahkan sehelai rambutnya kepada krama/warga setempat, untuk selanjutnya disembah.

Dalam Babad Dwijendra Tatwa disebutkan, di Pura Rambut Siwi secara simbolis dipuja rambut Danghyang Nirartha. Selain pemujaan rambut, pada masa Indonesia Kuna, diketahui pula adanya kebiasaan memuliakan telapak kaki. Prasasti Ciaruteun di Jawa Barat yang berasal dari abad ke-5, menyebutkan adanya bekas dua telapak kaki Raja Purnawarman yang disamakan dengan telapak kaki Dewa Wisnu.

Sedangkan soal pemujaan rambut mungkin dapat dihubungkan dengan simbol kesaktian dan kebesaran seorang pendeta di bidang agama, dalam hal ini Danghyang Nirartha. Apabila anggapan ini benar, maka fungsi Pura Rambut Siwi selain sebagai tempat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan), juga untuk memuliakan kebesaran dan kesaktian Danghyang Nirartha. Dengan fungsinya tersebut, pura ini termasuk dalam golongan Pura Dang Kahyangan.

Dalam Meru tumpang/tingkat tiga di Pura Rambut Siwi ini, tersimpan empat buah arca, sebuah berwujud laki-laki, dan sisanya berwujud perempuan. Keempat arca tersebut diduga sebagai arca Danghyang Nirartha beserta istri dan kedua putrinya.

Kisah Raja Raksasa, Keris, dan Macan Selem (harimau hitam) Pemangku Pura Rambut Siwi, Ida Bagus Ketut Lodra mengatakan, dirinya sudah cukup lama menjadi pemangku di pura tersebut, tepatnya sejak tahun 1970. Menurut cerita yang didengarnya secara turun
temurun, ia membenarkan keberadaan Pura Rambut Siwi dengan Danghyang Nirartha.
Dulu ada raja raksasa yang berkuasa di daerah tersebut, dan selalu membikin onar. saat Danghyang Nirartha datang, beliau membantu warga dengan kekuatan magis pada rambutnya. Karena keberhasilan mengalahkan sang raja raksana, selanjutnya rambutnya tersebut, beliau serahkan kepada warga untuk dimuliakan.

Selama mengabdi di Pura Rambut Siwi, Jro Mangku Ida Bagus Ketut Lodra mengaku banyak melihat hal-hal gaib. Pengalaman pertama misalnya, ketiak ia dan rekan-rekannya sedang mengemasi perlengkapan upacara, tiba-tiba ada sebilah keris berlekuk tiga tanpa tangkai jatuh di tempat sajen-sajen tersebut berada. Kejadian tersebut terjadi sekitar Pukul 09.00 Wita, sebelas tahun lalu (1990). Ketika keris tersebut diteriaki dengan kata "keris", dengan cepatnya keris tersebut menghilang sebanyak tiga kali. Pertama menghilang ke arah utara, kemudian selatan, dan terakhir ke arah atas dan selanjutnya benar-benar
menghilang.

Jro Mangku Ida Bagus Ketut Lodra menambahkan, pada waktu tertentu dirinya juga pernah melihat seekor macan selem (hitam), yang seakan-akan ingin menghampirinya. Macan selem tersebut, keluar dari goa yang ada di samping pura di sebelah selatan. Namun sejak 10 tahun ini, dirinya mengaku tidak pernah lagi melihat macan selem tersebut.

Menurut Jero Mangku, tiga goa yang ada sekarang merupakan sumber merana (perusak), seperti Jero Ketut (tikus), walang sangit, wereng yang sering merusak tanaman padi dan tanaman lainnya milik petani di sekitar kawasan Pura Rambut Siwi tersebut.(patra-MBA*)

sumber : www.baliaga.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net