Kamis, 07 Januari 2016

Sejarah Bali : Perdagangan Bali Menjelang Awal Abad Ke-19

Penduduk Bali pada menjelang abad 19 tidak mempunyai minat pada dunia
perdagangan. Kebanyakan dari penduduk Bali pada waktu itu adalah petani-petani
yang rajin mengerjakan sawah atau ladang atau mengabdi pada rajanya yang
membutuhkan tenaga mereka.

Perdagangan pada waktu itu berada di tangan orang Cina dan Bugis. Dengan
kapal-kapal kecilya, para pedagang tersebut berlabuh di pelabuhan-pelabuhan di Bali
Selatan dan pelabuhan di Bali utara.

Pedagang-pedagang tersebut mendatangkan barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat Bali pada waktu itu seperti candu, gambir, tekstil, kepeng,dll.
Barang-barang tersebut kemudian ditukarkan dengan hasil bumi Bali seperti beras,
minyak kelapa, tembakau, kulit, sapi, kapas, dll.

Candu pada waktu itu merupakan komoditi yang banyak dijual di Bali. Diperkirakan
candu yang diimpor dari luar kurang lebih 100 sampai 125 peti candu, yang tiap
petinya berisi 40 bola candu dengan harga fl.72 sampai fl.80 perbolanya.
Beras merupakan ekspor yang terpenting bagi Bali pada waktu itu. Setiap tahunnya
Bali mengekspor beras sebanyak 450.000 pikol. Beras ini diangkut oleh orang-orang
Cina dan Bugis ke Singapura, dan selanjutnya dikapalkan ke Cina yang sering
mengalami musibah kelaparan pada waktu itu.

Kepeng atau yang disebut` pitjes` oleh pedagang-pedagang luar merupakan mata
uang yang sah di Bali pada waktu itu. Uang tembaga ini didatangkan dari Cina. Di
dataran Cina, satu ringgit dapat membeli 600 sampai 700 kepeng, sedang di Bali satu
ringgit berharga 900 sampai 1400 kepeng. Kurs kepeng terhadap ringgit di daratan
Sejarah Bali-Perdagangan Bali Menjelang Awal Abad Ke-19 Cina pada waktu itu adalah satu kepeng sama dengan 0,001566 ringgit. Di Bali sendiri kurs kepeng terhadap ringgit adalah satu kepeng sama dengan 0,00111 ringgit.

Raja-raja di bali, yang memiliki pelabuhan diwilayahnya, memperoleh penghasilan
dari perdagangan ini. Tiap-tiap barang yang keluar dan masuk dikenakan upeti atau
cukai dan pemungutan cukai ini diserahkan kepada seorang petugas yang disebut
subandar. Petugas ini biasanya orang Cina yang bermukim di kerajaan itu.

Sebelum berkuasanya Pemerintah Inggris di Indonesia dan oleh Raffles perdagangan
budak belian dilarang, Bali merupakan pasar perdagangan budak yang ramai.

Banyak pria dan wanita Bali diperdagangkan sebagai budak belian ke Batavia, pulau
Bourbon dan Mauritius. Menurut penelitian Raffles, sebagaimana dapat dibaca dalam
bukunya, harga seorang budak belian di Bali sebelum perdagangan ini dihapuskan
adalah sepuluh sampai tiga puluh dollar seorang, sedang harga seorang budak
wanita mencapai lima puluh sampai seratus dollar seorang.

Pada jaman tersebut jelas terlihat bahwa pedagang Cina mempunyai kedudukan
yang istimewa sebagai Subandar, yang sebenarnya memberi kuasa kepada para
pedagang ini unmtuk menguasai perdagangan di bali.

Pedagang dari luar Bali sangat berminat untuk membeli atau menawarkan
barang-barang impor dengan hasil bumi yang didapatkan di Bali, karena barang
-barang tersebut sangat murah. Misalnya satu pikol beras di salah satu pelabuhan di
Bali berharga tiga rupiah per pikolnya. Minyak kelapa 4 rupiah satu pikol; kuda 15
rupiah satu ekor; kelapa satu rupiah untuk 100 butir dan telur asin sepuluh rupiah
untuk 1000 butir.

sumber : www.baliaga.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net