Senin, 28 Maret 2016

Desa Adat jangan Jadi Momok

PEMBERDAYAAN desa pakraman hendaknya jangan menjadi momok bagi krama terutama yang ingin berkarier di berbagai bidang profesi. Karena ada sementara desa pakraman sangat produktif membuat berbagai aturan yang justru membuat krama sulit mendapatkan waktu dan kesempatan untuk mengembangkan kariernya. Karena sering berbagai ketentuan desa pakraman tersebut tidak disertai dengan wawasan yang memadai dengan makna desa pakraman yang diciptakan oleh leluhur kita di masa lampau. 

Konsepsi Sad Kertih yang dinyatakan dalam Purana Bali harus memperhatikan secara seimbang antara Jagat Kertih dan Jana Kertih. Penataan hidup bersama dalam suatu sistem sosial religius Hinduistis yang disebut desa pakraman itu tidak dimaksudkan untuk membuat berbagai hal menjadi dikotomis. Jagat Kertih yang artinya menata kehidupan bersama dalam masyarakat tidak untuk mengkerdilkan peluang Jana Kertih untuk bereksistensi. Jana Kertih artinya upaya untuk membangun diri sebagai manusia individu guna membangun kualitas diri secara individual. 

Antara Jagat Kertih dan Jana Kertih harus saling memperkuat secara sinergis. Bukan malahan dibuat berdikotomi. Hubungan antara Jagat Kertih dengan Jana Kertih itu ibarat taman dengan bunga yang ada dalam taman. Taman dibuat untuk menyemaikan bunga-bunga yang berbeda-beda dalam taman. Indahnya bunga-bunga dalam taman itulah yang membuat taman itu disebut taman yang indah. Demikian juga sebaliknya jangan hanya satu bunga saja dibiarkan tumbuh indah sendiri sehingga taman itu tidak disebut taman yang indah. Demikian juga halnya dengan desa pakraman dengan krama. 

Sesuai dengan hakikat desa pakraman sebagaimana disebutkan dalam lontar Mpu Kuturan dibangun oleh Sang Catur Varna. Justru program desa pakraman itu harus memuat program-program yang lebih serius untuk memberikan krama mengembangkan ketrampilan maupun keahliannya. Pada zaman ekonomi masih bersifat agraris dengan kegiatan upacara agama para anggota sudah cukup mendapatkan latihan berbagai ketrampilan dalam kegiatan upacara keagamaan Hindu. Seperti masak memasak, kesenian, pertukangan, pengenalan flora fauna dengan berbagai dimensinya, manajemen sederhana, tatakrama dan lain-lain ketrampilan. 

Berbagai ketrampilan itu diturunkan dari generasi ke generasi lewat kegiatan upacara keagamaan Hindu. Ketrampilan tersebut cukup memadai untuk menangani berbagai lapangan kerja yang muncul dalam ekonomi agraris. 

Dengan berkembangnya ekonomi agraris menuju ekonomi industri bahkan jasa, tentunya mengembangkan minat dan bakat (Guna) dengan cara tradisional seperti itu tidaklah memadai lagi. Program-program untuk memajukan krama agar dapat mengembangkan berbagai ketrampilan dapat dilakukan oleh desa pakraman bekerja sama dengan berbagai ahli, apalagi ahli itu berasal dari desa pakraman tersebut. Mereka pasti akan sangat senang diajak oleh desa kelahirannya untuk mengabdikan keahliannya. Dengan demikian desa pakraman yang memiliki SDM ahli itu akan dapat memanfaatkan kramanya untuk memajukan desa pakraman dalam menyukseskan berbagai programnya. Bahkan desa pakraman yang sudah mampu dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dengan lembaga maupun perorangan sesuai dengan kebutuhan program desa pakraman bersangkutan. 

Desa pakraman yang memprioritaskan mengembangkan program untuk membangun SDM berkualitas artinya desa pakraman sudah kembali pada jati dirinya sesuai dengan konsep di dalam lontar Mpu Kuturan itu. Pengembangan SDM tersebut didasarkan pada falsafah Catur Varna yaitu mengembangkan Guna bertemu dengan Karma. Kalau desa pakraman itu mampu memberikan berbagai ketrampilan dan dengan ketrampilan itu krama mampu mendapatkan kesejahtraan hidup lahir batin, tentunya itu suatu yadnya yang sangat tinggi nilainya. Apalagi jika ketrampilan itu dapat dikembangkan di desa sendiri tentunya nilai yadnya tersebut sangat mulia. 

Seandainya ketrampilan bahkan keahlian itu dibutuhkan oleh masyarakat yang lebih luas apalagi demi bangsa dan negara, tentu desa pakraman tersebut telah berbuat yadnya yang juga bernilai tinggi. Karena itu desa pakraman hendaknya jangan membuat aturan yang justru memasung kramanya berkarier ke jenjang yang lebih luas dan lebih tinggi. Jangan hanya karena ngodalin di Pura Desa selama tiga bulan setiap hari krama lanang-istri wajib ngayah. Kalau ada peluang kerja akhirnya direbut oleh pihak lain. Sampai saat ini masih ada desa pakraman yang membuat aturan seperti itu. Semuanya hendaknya diatur dengan seimbang untuk jagathita dan janahita. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net