Rabu, 30 Maret 2016

Investasi Jangan Hanya Berdasarkan Hawa Nafsu

SUATU hari teman saya bertanya pada seorang General Manager seuah hotel bintang di kawasan Nusa Dua, mengapa hotel yang dia pimpin demikian sukses meraih banyak wisatawan. Sang GM menjawab, karena manajemen hotel sangat baik dengan demikian penampilan hotel yang dipimpinnya sangat baik. Lalu teman saya lebih lanjut bertanya, seandainya hotel ini tidak di Bali tetapi di pulau lain di Indonesia apakah dia yakin akan sukses hanya berdasarkan manajemen dan performance yang baik. Setelah sang GM merenung sejenak barulah ia sadar bahwa nama Bali memiliki nilai tambah yang sangat tinggi sehingga hotel itu menjadi sangat laku di mancanegara. Kalau tidak berada di Bali, mungkin sangat susah mempromosikan hotel itu. 

Dari pembicaraan tersebut dapat kita cermati bahwa suksesnya suatu bisnis dewasa ini tidak semata-mata karena investasi yang dilakukan oleh pelaku bisnis saat ini. Tepatnya tempat di mana bisnis itu dilakukan juga sangat menentukan suksesnya suatu bisnis. Ketepatan lokasi bisnis itu mungkin setengah dari nilai investasi. Demikian juga mengenai bisnis hotel. Indahnya budaya dan alami Bali karena investasi rohani yang dilakukan oleh leluhur orang Bali di masa lampau sangat menentukan keberhasilan suatu bisnis pariwisata. 

Dari sumber tradisional setidak-tidaknya dapat kita kemukakan Resi Markandya dan Mpu Kuturan sebagai tokoh yang melakukan investasi budaya Hindu, membangun Bali menjadi Bali yang kharismatis. Sayangnya dalam zaman modern ini keberhasilan leluhur orang Bali melakukan investasi rohani itu menyebabkan banyak orang mabuk karena merasa memiliki pulau yang indah. Karena mabuk investor pun didatangkan untuk mengeksploitasi keindahan Bali agar mendatangkan uang sebanyak-banyaknya. 

Zaman dulu leluhur kita membangun Bali dengan investasi berdasarkan hati nurani yang suci. Dewasa ini para investor dengan birokrat menanamkan investasinya dengan didorong oleh hawa nafsu mengejar keuntungan material sebanyak-banyaknya. Batas daya tampung Bali sangat diabaikan. Filosofi dan konsep pembangunan Bali menjadi hiasan bibir berbagai pihak untuk mempromosikan Bali agar investor berdatangan mengucurkan duitnya untuk diinvestasikan di Bali. Tujuannya hanya keuntungan material sebanyak-banyaknya. Apakah investasi itu sudah berdasarkan Dharma atau tidak, hal itu tidak menjadi penting. Yang penting investasi itu mendatangkan keuntungan duit sebanyak-banyaknya untuk sang investor dan konco-konconya. Mendatangan kemakmuran yang adil atau tiak hal itu tidak begitu penting. Merusak alam dan budaya atau tidak, juga bukan menjadi urusan sang investor dan konco-konconya. 

Kelestarian alam dan budaya menjadi urusan ahli lingkungan dan para budayawan. Investasi yang berdasarkan dorongan hawa nafsu belaka akan membawa kesenjangan hidup dalam berbagai aspek seperti yang terjadi di Bali saat ini. Keuntungan dari investasi itu tidak di-sharing secara adil. Keuntungan investasi tersebut dinikmati oleh segelintir orang saja secara tidak adil. Karena umumnya masih seperti itulah tujuan para investor berinvestasi di Bali. Nama Bali yang demikian tenar di seluruh dunia memang tidak begitu menyulitkan untuk mempromosikan sebuah produk pariwisata di dunia internasional. Untuk membangun Bali yang indah, adil dan makmur memang investasi sangat dibutuhkan. Investasi itu berupa dana, keahlian, tenaga, ruang, waktu dan lain-lain. 

Kalau dalam ajaran Hindu investasi itu adalah daana atau pemberian dengan tujuan menguntungkan semua pihak secara adil. Keuntungan itu berupa materi maupun non materi. Investasi itu akan menguntungkan semua pihak apabila diplot berdasarkan ajaran yadnya. Artinya semua unsur saling memelihara. Investasi menghasilkan suatu produk yang dibutuhkan dan menguntungkan masyarakat. Memberi lapangan kerja kepada tenaga kerja, memelihara modal investor secara wajar, membayar pajak secara jujur kepada negara dan tetap melestarikan lingkungan dalam artian luas. 

Investasi (daana) yang diplot berdasarkan yadnya itu akan berhasil mengantarkan proses investasi mencapai tujuannya yang mulia apabila semua pihak dapat melakukan tapa. Artinya semua pihak yang memiliki akses menyukseskan investasi itu mau mengendalikan diri, tidak mudah tergoda untuk mengutamakan kepentingannya yang sempit. Menyukseskan investasi dengan tujuan membangun kesejahteraan yang adil dan berbudaya tidak mudah. Kalau sudah mulai ada keuntungan di sana banyak akan terjadi godaan-godaan untuk menyimpang dari tujuan mulia. Tanpa tapa maka daana dan yadnya pun akan menemui kegagalan. Investasi yang berdasarkan hawa nafsu belaka akan mendatangkan dosa sosial yang dalam. Seperti kesenjangan ekonomi, rusaknya lingkungan, merosotnya moral dan munculnya rasa iri serta permusuhan dengan sesama. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net