Sabtu, 12 Maret 2016

Membersihkan Nafsu di 'Sasih Kadasa' Tahun Saka

HARI ini, Selasa, Tilem Kasanga, 1 April 2003, mengakhiri Tahun Saka 1924 dengan prosesi ritual pecaruan yang bermakna pembersihan/penyucian alam semesta dan segala isinya. Esok hari, Rabu, 2 April 2003 adalah fajar pertama Tahun Baru Saka 1925. Mengawali Tahun Saka, seperti biasanya, umat Hindu terfokus pada aktivitas batiniah yang bersifat reflektif, evaluatif, mulatsarira (introspeksi diri). 

Nyepi - 'menyepikan' nafsu indria - menjadi awal langkah memasuki bulan pertama tahun baru. Dalam perhitungan kalender Bali, bulan pertama di Tahun Saka adalah Sasih (bulan) Kadasa. Diyakini, bulan ini sebagai bulan awal pembersihan/penyucian (kadasa = kedas/bersih) pikiran, ucapan dan perilaku. Kesucian ini diharapkan menjadi landasan menjalani kehidupan lebih berkualitas, sekaligus sebagai koreksi atas pikiran, ucapan dan perbuatan khilaf, keliru ataupun jahat di tahun sebelumnya. 

Kejahatan sesungguhnya bersumber dari hawa nafsu yang tidak terdidik. Bagaikan kuda yang tidak terlatih mengikuti tali kendali kusirnya. Kuda pun akan melarikan kereta sekehendak hatinya. Kalau kuda itu terlatih dengan baik justru akan membawa kereta sampai pada tujuan yang dikendaki oleh kusirnya. Demikian juga Hari Nyepi yang akan dilangsungkan besok, tanggal apisan Sasih Kadasa, 2 April 2004. 

Prosesi ritual sakral mulai dari Melasti, nyejer, Tawur Kasanga hingga Nyepi ini tampaknya sangat lokal Bali. Tetapi sesungguhnya di dalamnya terdapat nilai-nilai universal. Prosesi Melasti dan Nyejer pada hakikatnya untuk meningkatkan sradha dan bhakti kepada Tuhan. Meningkatkan sradha dan bhakti untuk menguatkan daya spiritualitas diri umat secara individual maupun sosial. Kuatnya daya spiritualitas umat agar mampu mendidik dan melatih hawa nafsu yang diekspresi oleh indria. Nafsu yang selalu bergejolak ini ibarat bhuta kala yang dewasa ini disimbolkan dengan ogoh-ogoh. Kalau kekuatan spiritualitas atau kencenderungan kedewaan itu kuat maka bhuta kala dapat di-somia atau ditundukkan, bagaikan kuda yang patuh pada arahan tali sang kusir. 

Prosesi untuk menyepikan hawa nafsu itu tidaklah mudah. Lebih-lebih pada zaman modern dewasa ini, banyak rekayasa iptek menghasilkan barang-barang perangsang hawa nafsu. Kalau tidak teraltih mengatasi gejolak hawa nafsu maka akan terjerumus dalam kubangan dosa mengumbar hawa nafsu. Hawa nafsu yang tidak mampu 'disepikan' akan mendorong orang berbuat makin jauh dari kehendak Tuhan. Perbuatan yang demikian itu dapat menyebabkan munculnya kejadian-kejadian yang tidak bersumber dari karunia Tuhan. Ini bukan berarti Tuhan tidak mencurahkan kasih kepada ciptaan-Nya. Tetapi manusialah yang menutup curahan kasih Tuhan dengan tidak menyepikan gejolak hawa nafsunya. 

Limpahan harta benda pada zaman Kali ini pada hakikatnya merupakan alat agar manusia lebih mudah mendekatkan diri pada Tuhan. Tentunya kalau penggunaan harta benda itu berdasarkan pertimbangan spiritualitas. Karena itulah harta benda atau uang disebut juga artha. Artinya memperlancar tercapainya tujuan hidup. Kalau penggunaan harta benda itu didasarkan pada gejolak hawa nafsu maka perbuatan dosalah yang akan muncul. Perbuatan dosa akan menutup karunia Tuhan bagaikan mendung menutup sinar matahari dan bulan menyindari bumi. Demikian juga dalam mengatasi berbagai perbedaan dalam kehidupan bersama di dunia ini. 

Ada perbedaan yang mudah untuk disinergikan sehingga perebedaan itu menghasilkan kekuatan bersama mengatasi berbagai persoalan hidup. Ada pula perbedaan yang demikian sulit untuk dipertemukan, apalagi disinergikn. Menghadapi persoalan yang seperti itu sangat mutlak dibutuhkan kesabaran, keuletan untuk menggugah kekuatan diri. Menghadapi persoalan yang sulit seperti bagi orang yang tidak mampu menyepikan hawa nafsunya, maka kadar kecerdasan dan kadar spiritualitasnya akan turun hingga berada di bawah kadar emosi yang tinggi. Kalau persoalan itu muncul dalam rumah tangga maka anggota keluarga lainnya akan kena dampak negatifnya. Kalau persoalan itu terjadi di antara keluarga bertetangga maka lingkungan itu pun akan kena dampak negatifnya. Demikian seterusnya. Persoalan akan selalu terjadi dalam hidup ini. Karena hidup ini memang rangkaian persoalan. Persoalan akan terjadi di intern kelompok atau golongan maupun antarkelompok atau golongan. Apakah itu kelompok yang bercorak politik, sosial, keagamaan, antarbangsa, antarnegara dan lain-lain. 

Kalau menghadapi berbagai persoalan hidup bersama dengan hawa nafsu dan indria yang tidak terdidik dan tidak terlatih maka semua persoalan akan dapat memunculkan persoalan baru yang lebih luas dengan dampak negatif lebih menyengsarakan. 

Kadar intelektualitas dan kadar spiritualitas yang didominasi oleh kadar emosi merupakan struktur diri yang mudah terguncang oleh hawa nafsu. Karenanya, dalam era global ini upaya melatih diri untuk ''menyepikan'' gejolak hawa nafsu hendaknya merupakan kegiatan hidup sehari-hari. 

Hari Raya Nyepi ini sesungguhnya lebih merupakan proses ritual sakral untuk mengingatkan umat manusia agar dalam hidup ini senantiasa mendidik dan melatih hawa nafsunya. Salah satu cara mendidik dan melatih hawa nafsu itu, ''menyepikannya'' dengan menggunakan kekuatan rohani. Dengan demikian kadar intelektual dan kadar sepiritual pun akan mendominasi kadar emosi. 

sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net