Minggu, 13 Maret 2016

Memelihara Budaya Ide

AGAMA sebagai sabda Tuhan bukanlah budaya. Karena tidak ada campur tangan manusia. Agama dipelajari dengan berbagai cara oleh menusia. Agama pun masuk ke dalam diri manusia. Agama yang masuk ke dalam diri manusia itu pun sebatas kemampuan setiap manusia menyerapnya. Agama yang diserap oleh manusia itu diekspresikan dalam kehidupannya. Dari sinilah munculnya budaya agama. Karena keterbatasan manusia budaya agama tidak persis seperti apa yang disabdakan oleh Tuhan. Bagaikan seember air diambil oleh gelas-gelas kecil dengan ukuran yang berbeda-beda. Agama yang diserap itulah melahirkan pandangan atau paradigma berbeda-beda dalam diri setiap orang. Inilah dalam Bhagawad Gita yang disebut Vidhi drstha. 

Vidhi di samping berarti Tuhan sebagai Maha Pencipta dan Maha Pengatur juga berarti Weda yang masih sangat murni (pure Vedic) artinya belum disentuh sama sekali oleh campur tangan manusia. Setelah masuk ke dalam diri manusia timbulah pandangan manusia yang bersumber dari Veda yang masih murni itu. 

Pandangan manusia setelah mendalami mantra Veda yang masih murni itulah yang disebut Vidhi drstha. Vidhi drstha itulah mendorong munculnya gagasan-gagasan yang lebih cerah atau ide-ide manusia untuk mengisi hidupnya di dunia ini. Dari gagasan/ide ini muncul norma-norma untuk melakukan berbagai kegiatan hidup. Dari kegiatan hidup itu muncul hasil kerja manusia yang disebut wujud budaya meteri yang nyata. 

Prof. Dr. Koentjaraningrat, seorang ahli kebudayaan, menyatakan bahwa wujud budaya itu ada tiga yaitu budaya ide, aktivitas dan budaya materi. Tiga wujud budaya ini dapat dilihat dari tujuh sistem budaya lagi menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat. 

Dalam kaitannya dengan budaya Bali pada awal pertumbuhannya para tokoh menjadikan keyakinan agama Hindu sebagai pendorong munculnya budaya ide atau budaya gagasan. Dalam tataran budaya ide ia masih tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Budaya ide bersifat universal. Salah satu budaya ide itu menghasilkan kemampuan untuk membangun sikap Wiweka Jnyana. 

Wiweka Jyanya adalah kemampuan suci untuk membedakan mana benar mana tidak benar. Mana yang patut dan mana yang tidak patut, mana yang lebih dulu mana yang kemudian, mana yang baik dan mana yang buruk. Sesuai dengan filosofi Samkhya semua ciptaan Tuhan ini, baik bhuwana agung dan bhuwana alit berada dalam kekuasaan hukum Rwa Bhineda. Demikian juga dalam bidang agama. Hanya agama sebagai wahyu Tuhanlah yang kekal abadi. Sedangkan budaya agama akan terus berubah mengikuti zaman. Karena Veda itu berisi Sanatana Dharma dan Nutana Dharma. Sanatana Dharma itu kebenaran yang kekal abadi. Sedangkan Nutana Dharma artinya kebenaran yang kekal abadi harus ditampilkan dengan terus mengikuti perubahan berdasarkan norma-norma perubahan itu sendiri. 

Tokoh-tokoh Hindu di masa lampau, terutama dari Raja Udayana dengan permaisurinya, dari Mpu Kuturan dan tokoh-tokoh lainnya menjadikan agama sebagai kekuatan membangun budaya ide dan gagasan cemerlang. Yang paling menonjol, tokoh-tokoh di masa lampau itu berhasil membangun sikap Wiweka Jnyana sebagaimana diajarkan dalam Bhagawad Gita. Dengan Wiweka Jnyana itu Bali dapat menerima sekaligus memilah dan memilih segala macam budaya yang datang ke Bali. Dari hasil memilah dan memilih dengan kemampuan Wiweka Jnyananya budaya ide yang universal itu dikemas secara lokal Bali. Dari perpaduan budaya yang dimiliki dengan budaya yang datang itulah menghasilkan budaya Bali. 

Mantram Rg Veda I.89.1 memang selalu menuntun agar kita berdoa ''Om An no bhadrah kratavo yantu visvatah. Artinya: Semoga pikiran-pikiran yang mulia datang kepada kami dari segala arah. Tampaknya hal inilah yang menjadi sikap leluhur orang Hindu di Bali di masa lampau. Dengan sikap itu tokoh-tokoh di masa lampau tidak mendikotomikan beraneka ragam budaya yang ada. Semuanya itu disinergikan dengan kemampuan Wiweka Jnyana. 

Hal ini menyebabkan budaya Bali diperkaya oleh budaya yang berasal dari berbagai penjuru. Kemampuan leluhur orang Bali di zaman dulu itulah yang oleh Dr. Brandes disebut sebagai kekuatan local genius. Dalam menghadapi globalisasi ini tidak mungkin membendung datangnya berbagai corak budaya dari berbagai penjuru dunia. Di Bali untuk menghadapi hal itu marilah kita kuatkan kemampuan Wiweka Jnyana kita dengan dorongan spiritualitas Hindu yang universal. Dengan menguatkan Wiweka Jnyana itulah kita menerima berbagai pengaruh budaya, tetapi ciri khas budaya Bali tidak hilang. Bagaikan samudera menerima aliran sungai dari segala penjuru. 

Samudera tidak pernah menolak aliran sungai itu. Tetapi samudera tidak pernah kehilangan identitasnya sebagai samudera. Wiweka Jnyana akan tumbuh kuat apabila kita tidak arogan menyikapi perubahan dan dinamima zaman yang makin mengglobal ini. Mari kita pilah dan pilih setiap pengaruh yang datang dengan tetap menguatkan kepribadian budaya Bali yang dijiwai ajaran Hindu tersebut. Hindari sikap dikotomis dalam menghadapi era kesejagatan ini. 

sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net