Minggu, 06 Maret 2016

Mencari Alamat Tuhan

PADA suatu hari Rsi Narada bertanya kepada Dewa Brahma. Di manakah sesungguhnya alamat Tuhan? Apakah ada petunjuk jalan untuk menuju alamat Tuhan tersebut? Demikian suatu cerita dalam buku ''Cina Kata''. Pertanyaan Rsi Narada itu dijawab oleh Dewa Brahma. Tuhan itu beralamat di setiap lubuk hati manusia yang suci. 

Mencari alamat tuhan memang gampang-gampang susah. Semua agama meyakinkan bahwa Tuhan Yang Mahaesa dan Mahakuasa itu ada di mana-mana. Menurut teori ini tentunya gampang saja mencari alamat Tuhan karena ada di mana-mana. Tetapi dalam kenyataannya tidaklah demikian. Tuhan tidak segampang itu dicapai. Tanpa mempraktikkan ajaran mencari alamat Tuhan dengan sungguh-sungguh maka Tuhan tidak mudah dicapai meskipun Tuhan dan di mana-mana. Ibarat air susu iduk lembu, seluruh badan lembu berfungsi menghasilkan susu. Tetapi susu lembu tidak dapat diperah dari sembarangan badan lembu. Kalau susu induk lembu itu diperah lewat pantat atau mulutnya maka susu induk lembu itu tidak akan keluar. Susu lembu hanya dapat diperah dari puting susunya. Meskipun di bawah tanah ada air, tidak setiap tanah yang digali akan dengan mudah memunculkan air. Demikian juga seberapa dalam tanah itu digali sampai ketemu air. Hal itulah yang tidak mudah dipastikan. Demikian juga mencari alamat Tuhan dalam hati nurani yang suci itu juga tidak mudah mencapainya. Karena upaya yang paling sulit adalah membangun hati nurani yang suci. 

Menyucikan hati nurani dari kegelapan gejolak hawa nafsu membutuhkan suatu upaya yang terus menerus sesuai dengan petunjuk kitab suci yang diyakini. Weda menunjukkan jalan Satya sebagai jalan yang tertinggi. Satya adalah Sanatana Dharma atau kebenaran yang kekal-abadi. Tentunya sangat sulit memahami apa itu kebenaran yang kekal abadi. Kebenaran yang kekal abadi dijabarkan dalam wujud yang lebih nyata yaitu sebagai kewajiban suci sesuai dengan perkembangan dari kelahiran menjelma sebagai manusia. 

Setiap manusia yang lahir ke dunia ini membawa swadharmanya masing-masing. Swadharma itu ditentukan Asarmanya. Brahmacari Asrama berbeda swadharmanya dengan Grhastha Asrama. Demikian seterusnya. Ada juga swadharmanya ditentukan oleh varna atau guna dan karmanya. Ada yang bervarna Brahmana, tentunya swadharmanya berbeda dengan mereka yang bervarna Kesatria. Demikian juga Wesia dan Sudra. 

Melakukan swadharma sesuai dengan ketentuan kitab suci termasuk langkah mewujudkan Satya atau Sanatana Dharma dalam wujud perilaku nyata. Satya juga hendaknya diwujudkan dengan berbuat kebajikan pada sesama ciptaan Tuhan. Berbuat kebajikan kepada sesama ciptaan Tuhan juga tergolong upaya mencari alamat Tuhan. Berbuat kebajikan itu dengan melakukan Daana, Yadnya dan Tapa. Daana dalam bahasa Sansekerta artinya memberikan. Memberikan kepada pihak lain tidaklah dapat dilakukan sembarangan. Memberikan haruslah dapat memajukan kehidupan pihak yang diberikan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Karena itu Daana tidak selalu dalam bentuk uang atau materi. Daana harus diberikan kepada orang yang tepat dan pada saat dan tempat yang tepat pula. Orang yang patut mendapat Daana disebut Patra. 

Dalam Sarasamuscaya 271 dinyatakan: Patra ngarania sang yogia wehana daana. Artinya: Patra namanya orang yang patut mendapatkan pemberian (Daana). Patra adalah orang yang baik yang mampu mengembangkan pemberian (Daana), baik berupa materi maupun nonmateri. Dengan pemberian itu mereka dapat melakukan Yadnya secara timbal balik pada sesama. 

Dengan Yadnya yang timbal balik itu akan dapat memajukan kehidupan mental spiritual dan fisik material. Dalam proses menuju kemajuan itu akan muncul banyak godaan hidup. Godaan hidup itu akan dapat diatasi apabila semua pihak melakukan Tapa. 

Tapa menurut Saracamuscaya 260 adalah Kaayasangsosana artinya kuat menahan gejolak hawa nafsu. Pada zaman Kali ini banyak sekali pemberian itu salah alamat. Justru orang yang banyak menerima pemberian, baik berupa modal uang, keahlian, kepercayaan dan lainnya adalah orang yang bukan Patra. Karena itu banyak pemberian (Daana) yang justru menimbulkan penderitaan. Alamat Tuhan pun makin sulit diketemukan. 

Banyak pemberian berupa modal uang, ilmu pengetahuan, mandat, kepercayaan, jabatan dan lain-lain yang disalah gunakan oleh penerimanya. Pemberian (Daana) itu digunakan justru bukan membangun Yadnya yang timbal balik dengan Tapa. Justru pemberian itu digunakan untuk mengumbar nafsu duniawi seperti penyalah gunaan kredit oleh pengusaha. Penyalah gunaan keahlian, wewenang, jabatan, kepercayaan dan lain-lain. Sementara rakyat pun banyak yang menyalah gunakan pemberian kebebasan tanpa tanggung jawab. Alamat Tuhan pun tak ketemu. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net