Senin, 07 Maret 2016

Menegakkan Kebenaran Zaman Kali

BERBAGAI kekerasan dilakukan umat manusia dengan sesamanya di dunia ini dengan alasan untuk menegakkan kebenaran. Meskipun kekerasannya sudah mereda, kebenaran juga tidak tegak. Sedangkan kekerasan itu menimbulkan masalah baru yang juga akan mengancam munculnya kekerasan lagi. Seperti Perang Teluk jilid satu 1991 memunculkan kekerasan dan Perang Teluk jilid dua Maret 2003 ini. Perang Teluk jilid dua ini pun tidak akan mampu menegakkan kebenaran. Polemik tentang sah dan tidaknya serangan AS ke Irak pasti akan terus menjadi perdebatan di tingkat internasional, tergantung dari pandangan pihak mana dan bagaimana cara pandangnya. Semua cara-cara kekerasan akan menimbulkan dendam. Meskipun peristiwa itu sudah lama berlalu dampaknya akan masih saja tersisa dan sangat sulit menyelesaikannya. 

Menurut Swami Satya Narayana, menegakkan kebenaran zaman Kali tidak mungkin dengan kekerasan. Zaman Kerta hidup manusia sepenuhnya bersandar pada dharma. Zaman Treta kekuatan dharma berkurang seperempatnya. Pada zaman Dwapara kekuatan dharma dan adharma menjadi seimbang. Sedangkan pada zaman Kali kekuatan dharma hanya seperempat saja yang menunjang hidup manusia. Tiga perempatnya kekuatan adharma. Demikian tersiratkan dalam kitab Manawa Dharmasastra I.81 dan 82. 

Pada zaman Kerta manusia tidak punya musuh karena dharma sepenuhnya menyangga kehidupan manusia. Pada zaman Treta manusia sudah punya musuh namun jauh dari negerinya. Seperti Sri Rama yang hidup pada zaman Treta musuhnya di Alengka Pura. Pada zaman Dwapara musuhnya sudah lebih dekat, dalam keluarga. Seperti Pandawa musuhnya adalah Korawa, saudara sepupunya. Pada zaman Treta dan Dwapara sangat jelas antara manusia yang baik dan manusia yang jahat. Karena sangat jelas antara manusia yang jahat dan yang baik maka dapat dibenarkan menegakkan kebenaran dengan kekerasan seperti dengan perang. Dengan perang itu dapat dipastikan yang benar akan menang (satyam eva jayate). Sedangkan zaman Kali musuh manusia sudah masuk ke dalam lubuk hati setiap orang. Karena kekuasaan adharma dalam diri manusia umumnya orang lebih mudah melihat kejelekan orang lain daripada kejelekan pada dirinya. 

Orang pun umumnya akan lebih memuji diri sendiri daripada memuji orang lain. Kalaupun memuji orang lain, di belakangnya ada tujuan lain. Pujian pada orang lain itu hanyalan cara untuk menutupi kepentingan lain di belakangnya. Untuk mengatasi itu Swami Satya Narayana menyatakan agama hendaknya dilakukan dengan meningkatkan sradha dan bhakti kepada Tuhan (pujanam) dan melakukan pelayanan dengan sesama yang membutuhkan (sevanam). Dengan cara itu beragama akan menimbulkan sikap lebih serius melihat kebaikan dan kelebihan orang lain daripada kejelekannya. 

Lebih serius melihat kekurangan diri sendiri daripada kelebihannya. Kekerasan akan dapat berkurang dalam upaya menegakkan dharma apabila setiap orang secara serius keras melawan dirinya sendiri. Senjata untuk melawan diri adalah cara menanamkan lima pilar suci Weda yaitu satya (kebenaran tertinggi), dharma (mewujudkan kebenaran itu menjadi kebenaran bersama kebajikan dan sadarakan kewajiban), prema (membangun kasih sayang dalam diri dengan terus menerus melatih diri menghindari kekerasan dalam pikiran, perkataan dan prilaku). Dari prema inilah dapat menimbulkan santi (kehidupan yang damai). Ciri hidup damai adalah ahimsa, artinya tidak adanya tindakan yang memicu kekerasan. 

Hal yang sering memicu kekerasan adalah kebijakan pemegang kekuasaan negara dan pasar yang tidak demokratis dan tidak bersumber dari aspirasi masyarakat sipil. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net