Rabu, 16 Maret 2016

Merumuskan dengan Bahasa Hati

MERUMUSKAN suatu kegiatan hidup di dunia ini dalam bahasa lisan dan tulis tidaklah semudah membayangkannya. Demikian juga berbicara tentang persoalan Bali tentunya menyangkut persoalan yang multidimensi. Merumuskan suatu persoalan yang demikian luas dan dalam tidaklah bisa dengan kata-kata singkat yang dapat diterima oleh semua pihak. Apalagi hal itu dilakukan dengan tergesa-gesa. Setiap perumusan akan menimbulkan pro-kontra. Apalagi perumusan itu dilakukan secara sendiri-sendiri atau sepihak-sepihak dan ditawarkan agar diterima oleh semua pihak. Hal seperti itu tidaklah begitu mudah akan mendapatkan kesepakatan. Karena bahasa itu ekspresi dari hati nurani, rasio dan rasa. 

Dalam kaitan persoalan Bali dan bagaimana menjaga keajegan Bali, biarlah semua pihak berproses. Para peminat dan ahli-ahli agama Hindu akan memiliki rumusan tersendiri, tentunya dari sudut pandang agama Hindu yang hidup dan berkembang di Bali. Demikian juga para pemerhati pertanian akan merumuskan dari sudut pertanian. 

Pertanian seperti apa idealnya dikembangkan di Bali sehingga usaha pertanian dapat memberikan kontribusi positif pada Bali dalam artian yang besar-besarnya dan setepat-tepatnya. Para peminat pariwisata, kebudayaan, ekonomi dan lain-lainnya akan memiliki rumusannya masing-masing. Para peminat yang memiliki idealisme tentunya akan merumuskan upaya-upaya maksimal yang wajib dilakukan dalam bidang masing-masing untuk memberikan andil dalam memajukan kehidupan Bali dalam artian seluas-luasnya. Sebelum terbentuk rumusan yang disepakati oleh semua pihak biarlah masing-masing merumuskan dengan bahasa hatinya masing-masing. Yang penting mereka berbuat sesuai dengan bahasa hatinya itu untuk kemajuan Bali. Berbuat baik itu disesuaikan dengan peran, fungsi dan profesi masing-masing. Karena semua peran, fungsi dan profesi sudah memiliki norma-norma yang baku. Baik menyangkut norma hukum yang bersumber dari negara maupun norma dari masing-masing peran, fungsi maupun profesi tersebut. 

Seseorang yang berprofesi sebagai dokter diatur oleh aturan negara yang mengatur kerja dokter. Dokter juga memiliki etika kedokteran. Demikian juga para birokrat. Hakikat birokrasi adalah memperlancar berbagai pelayanan kepada warga negara dan masyarakat pada umumnya. Bagaimana melayani masyarakat melalui proses birokrasi itu juga sudah ada normanya. Kalau para birokrat melakukan swadharma birokrasi itu sesuai dengan normanya, itu berarti birokrat itu sudah ikut memberikan andil pada upaya mengajegkan Bali. 

Demikian juga para politisi. Sudahkah para politisi melakukan aktivitas politik sesuai dengan prinsip-prinsip politik yang normatif, seperti memperjuangkan nasib rakyat kecil yang hidup menderita? Sudahkah mereka berdemokrasi sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi yang benar baik menurut hukum maupun menurut moral agama? Kalau para politisi tersebut belum berpolitik menurut prinsip-prinsip politik yang normatif maka itu justru merusak Bali. Karena berpolitik dengan cara menyuap, menekan, mengancam dengan kekerasan dan sejenisnya, membakar emosi massa yang tidak mengerti apa-apa justru akan menghancurkan Bali. 

Demikian juga kegiatan beragama. Tidak semua kegiatan beragama dapat dianggap mengajegkan Bali. Banyak kegiatan beragama justru akan merusak citra Bali. Misalnya berupacara yadnya yang dilakukan dengan cara-cara sombong seperti menutup jalan tanpa prosedur dan menyusahkan masyarakat luas. Upacara yadnya dengan membeda-bedakan harkat dan martabat manusia berdasarkan wangsa sangat feodalistis. Hal itu jelas tidak akan dapat mengajegkan Bali. Kegiatan beragama harusnya dapat dihadirkan untuk gumawe sukanikang rat, artinya membuat bahagia hati masyarakat. Menafsirkan ajaran agama hendaknya berdasarkan kitab suci sabda Tuhan dan Sastra-sastranya. Jangan hendaknya menjelaskan agama dengan cara plesetan yang dapat menghilangkan makna suci dari ajaran agama tersebut. 

Menjelaskan agama kepada masyarakat hendaknya mencari pelaksana, bukan sekadar mencari pendengar. Artinya orang yang mengikuti penjelasan agama itu seharusnya mendapat dorongan yang kuat untuk mewujudkan apa yang didengarnya dalam perilaku. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net