Kamis, 07 April 2016

Hindu Alukta

Hindu Alukta


Ketika kita membaca atau mendengar kepercayaan-kepercayaan yang bernaung di bawah payung Hindu di Indonesia maka ada beberapaistilah atau kata yang mengikuti kata Hindu. Ada Hindu Bali, Hindu Jawa, Hindu Kaharingan, Hindu Alukta, dan sejenisnya. Dalam analisa penulis, istilah atau kata yang mengikuti Hindu nampaknya mencoba memberikan penegasan akan konsep lokal genius di setiap daerah di mana Hindu itu dikemas menurut budaya dan tradisi masing-masing daerah. Berdasarkan Tri Kerangka Agama Hindu, ia merupakan identitas local yang memberikan pesan akan perbedaan etika dan upacara di setiap etnis nusantara yang membungkus nilai tattwa yang universal.
Dalam tulisan ini, penulis ingin berbagai informasi bagi umat se-dharma tentang Hindu Alukta, terutama arti dan makna di balik istilah itu, serta latar belakang kehadirannya dalam masyarakat etnis Toraja Barat. Istilah ini sangat populer di kalangan etnis Toraja Barat, termasuk penulis dalam beberapa tulisan sering mempergunakannya. Karena itu, perlu mendapat penjelasan lebih lanjut. Istilah alukta dalam istilah "Hindu Alukta" berasal dari kata aluk. Ini merupakan konsep local genius tentang nilai etika dan upacara/ritual masyarakat etnis Toraja Barat yang membungkus nilai filsafat yang "relevan" dengan (atau "mungkin sesungguhnya" adalah) nilai tattwa Hindu secara universal.
Sistem kepercayaan yang hidup dan diyakini pertama kali oleh masyarakat etnis Toraja Barat hingga sekarang disebutaluk. Dalam diskusi-diskusi di kalangan para pemuka agama, yang sifatnya agak resmi, kata "aluk" sering terdengar. Begitu juga, dalam nasehat-nasehat orang bijaksana, dalam pelaksanaan-pelaksanaan upacara, dan di kalangan generasi muda yang memiliki perhatian terhadap eksistensi kepercayaan yang telah diwarisi dari nenek moyangnya. Kata "aluk" mengandung beberapa arti sesuai dengan konteksnya, yaitu : agama, kebenaran (ajaran agama), upacara/ritual, kewajiban, sopan santun/norma-norma, atau aktivitas.
Aluk dalam konteks kebenaran atau ajaran agama dapat kita ditemukan dalam ungkapan-ungkapan keagamaan di kalangan etnis Toraja Barat. Misalnya, taek unggingaran aluk artinya tidak mengikuti, kebenaran. Uttekkai alukartinya melanggar ajaran kebenaran; atau kebalikannya: ma'lalan aluk artinya mengikuti ajaran kebenaran. Sumber kebenaran atau sumber ajaran agama disebut Sukaran Aluk.
Dalam hubungannya dengan kewajiban manusia, kata aluk dapat dilihat dalam konteks kalimat seperti : annang aluknamo toma'gauk kadake la umpadadi pemalaran artinya sudah kewajiban manusia/orang yang berbuat jahat (salah dalam ukuran agama) untuk melaksanakah ritual (pembersihan). Ummingaranko alukmu toma'rupa tau, artinya ingatlah kewajibanmu sebagai manusia, dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang bernuansa keagamaan yang menggunakan istilah aluk yang berarti kewajiban.
Namun yang paling sering dan umum ditemui adalah aluk dalam konteks upacara (ritual). Istilah aluk yang berarti upacara/ritualerat kaitannya dengan klasifikasi ritual dalam keyakinan etnis Toraja Barat. Sistem klasifikasi alukdidasarkan pada beberapa hal. Ada yang berdasarkan perasaan manusia dalam memandang kehidupan (dalam arti suka dan duka), dan ada pula yang didasarkan pada obyek yang dipuja. Berdasarkan suasana perasaan manusia maka ritual dibedakan atas dua jenis, yaitu Aluk Rambu Tuka dan Aluk Rambu SolokAluk Rambu Tukak merupakan ritual yang dilaksanakan dalam suasana bathin yang gembira, senang dan penuh rasa syukur atau dengan kata lain dalam suasana suka. Hal ini digambarkan antara lain dengan waktu pelaksanaannya pada saat fajar mulai menyingsing hingga tengah hari. Kebalikannya adalah Aluk Rambu Solok, yang menggambarkan suasana perasaan duka, diliputi kesedihan, rasa kehilangan dan perasaan duka lainnya. Jenis upacara yang termasuk Rambu Solok adalah upacara kematian yang merupakan titik balik kehidupan makhluk hidup di dunia. Hal ini disimbolkan antara lain melalui waktu pelaksanaannya, yaitu sejak matahari mulai condong ke arah barat hingga menjelang senja hari.
Sedangkan klasifikasi aluk berdasarkan obyek yang dipuja dikenal dengan istilah Aluk Lima RandannaAluk artinya upacara ritual, lima artinya lima (kata bilangan yang menunjukkan jumlah) dan Randanna yaitu obyek yang diupacarai guna diantarkan sampai pada tujuannya. Kelima hal tersebut yaitu: (1) Aluk Batine Tau (Pemak'Bame' Tau); yaitu upacara tentang manusia selama masih hidup, (2) Aluk Pandanan Lettong (Pemala' Pandanan Lettong); yaitu upacara tentang perumahan dan berbagai permasalahannya, (3) Aluk Paktaunan (Pemala' Paktaunan); yaitu upacara tentang pertanian,. (4) Aluk Rambu Solok (Aluk Tomate); yaitu upacara tentang kematian, dan (5) Aluk Manuk A'pak(Pemala' Manuk A'pak); yaitu upacara yang ditujukan kepada Puang Matua dan para Dewata.
Dari kedua sistem klasifikasi ritual di atas, maka dalam persepsi umum etnis Toraja Barat, sistem yang pertama dianggap sebagai klasifikasi secara garis besar sedangkan yang kedua merupakan klasifikasi yang lebih rinci. Jadi, secara garis besar aluk dibagi atas dua, yaitu : (1) Aluk Rambu Tukak, yang terdiri dari: Aluk Banne Tau, Aluk Pandanan Lettong, Aluk Paktaunan, dan Aluk Manuk Apak, dan (2) Aluk Rambu Solok atau Aluk Tomate.
Adapun Aluk dalam konteks "agama" pada mulanya menandai adanya ajaran-ajaran tentang hidup dan kehidupan di dunia yang diyakini berasal dari Yang Maha Kuasa. Aluk berasal dari Yang Maha Pencipta bersamaan dengan ciptaan Beliau lainnya. "Kumombong Tosanda Sangka'na untampa lalanna aluk, kumombong pemali sanda saratu"(Allo Padang, 1989:25). Artinya, lahirlah Beliau (dari dirinya sendiri) yang paling sempurna (baca : Puang Marun/Tuhan) untuk menciptakan aturan agama (Aluk), membuat larangan agama (pemali) yang demikian banyak dan lengkap atau sempurna (Ungkapan : Sanda Saratu', arti harfiahnya : serba seratus). Karena Sukaran Aluk adalah wahyu dari Puang Matua yang merupakan sumber kebenaran tertinggi maka kebenarannyapun tak diragukan lagi. "Tumampa sanda salunna (dibuat aturan yang sempurna), demikian keyakinan umat Hindu terhadap Aluk.
Dari kata Aluk ini, nampaknya, seiring dengan masuknya agama-agama lain ke wilayah Tana Toraja, kemudian dirangkaikan dengan kata Tomatua atau TodoloTomatua artinya orang tua atau yang dituakan, sedangkan Todoloartinya orang jaman dahulu, nenek moyang atau leluhur. Aluk Tomatua digunakan untuk membedakan agama yang belakangan masuk ke Tana Toraja. Sebelum agama-agama baru masuk, tentunya masyarakat etnis Toraja semua menganut sistem kepercayaan asli yang disebut Aluk. Sehingga, ketika ada penganut agama baru masuk yang diikuti adanya pengalihan keyakinan di sebagian kalangan etnis Toraja maka untuk bisa (memudahkan) membedakan Alukdari yang lainnya dipakailah istilah Aluk Tomatua. Hal ini sangat jelas bisa dilihat dalam penamaan agama-agama yang berkembang di kalangan etnis Toraja Barat. Aluk Tomatua dipergunakan untuk kepercayaan asli Toraja sedangkan agama baru, misalnya Kristen mereka menyebutnya Aluk . Sarani atau Islam disebut Aluk SallangSallang adalah nama lain Islam dalam kalangan etnis Toraja. Aluk Tomatua yang berarti agama orang tua, mengandung makna atau "pengakuan" terhadap kepercayaan orang tua, terutama dari generasi-generasi muda etnis Toraja sudah pindah agama. Adapun Aluk Todolo yang artinya agama leluhur, lebih menunjukkan bahwa agama yang pertama berkembang dan diyakini di kalangan etnis Toraja adalah Aluk.
Istilah lain yang diberikan oleh orang luar pada kepercayaan asli etnis Toraja Barat adalah Aluk Malillin. Rupanya, istilah ini muncul ketika datang agama yang diyakini membawa keselamatan atau menuntun ke jalan yang terang. Malillinartinya gelap; jika diartikan, Aluk Mallilin artinya agama kegelapan. Agama yang tidak membawa ke jalan keselamatan atau ke jalan yang terang. Dengan kata lain, Aluk Malillin adalah kepercayaan yang sesat. Jika dibandingkan ketiga istilah tersebut, Aluk Malillin tidak sepopuler Aluk Tomatua dan Aluk TodoloAluk Malillin hanya muncul dalam wacana-wacana sikap keagamaan yang eksklusive dan bersifat terbatas serta kadang-kadang tertutup. Istilah ini muncul ketika keyakinan Aluk Tomatua/Aluk Todolo belum diakui eksistensinya secara legal formal dan secara sosial, terutama di bawah tahun 1985-an. Namun seiring "semakin nampaknya" pengakuan secara legal formal (di kalangan agama lain) sebagai bagian integral Agama Hindu di Indonesia, yaitu sekitar akhir tahun 1980-an ke atas, istilah Aluk Malillin sudah hampir tidak pernah terdengar secara terbuka di dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Sejak dinyatakan bagian integral dari Agama Hindu hingga saat ini, sistem keyakinan tersebut oleh masyarakat Etnis etnis Toraja Barat sendiri lebih populer disebut Hindu Alukta, Walaupun secara administrasi formal tidak ditemukan kecuali "Hindu" tetapi secara defacto Hindu Alukta tetap hidup di kalangan etnis Toraja Barat. Sebagaimana disebutkan di awal bahwa kata "Alukta" dalam istilah. Hindu Alukta berasal dari kata Aluk. Adapun "Ta" dalam kata "Alukta" menurut hemar penulis bisa ditafsirkan dalam dua bentuk. "Ia" bisa merupakan akronim dari kata "Tomatua" (yaitu etnis asli Toraja Barat, yang masih meyakini dan melaksanakan keyakinan leluhurnya) atau bisa juga berfungsi sebagai akhiran kata. Jika merupakan akhiran, ta menunjukkan kata ganti pemilik yang artinya "kita". Tentunya, yang dimaksudkan "kita" dalam konteks ini adalah mereka yang masih memiliki dan melaksanakan keyakinan terhadapaluk yaitu etnis Toraja Barat itu sendiri, yang kemudian populer disebut Tomatua atau Todolo.
Demikianlah suku kata "ta" yang, mengikuti kata Aluk sehingga membentuk kata "Alukta" sebagaimana terdapat dalam istilah "Hindu Alukta", baik sebagai akronim maupun sebagai akhiran pada prinsipnya menunjuk pada sesuatu yang sama yaitu keyakinan yang masih diyakini dan dilaksanakan di kalangan etnis asli Toraja Barat. Sehingga, ketika dirangkai menjadi "Hindu Alukta" merupakan penegasan akan konsep local genius tentang nilai etika dan upacara/ritual etnis Toraja Barat yang membungkus nilai tattwa dalam agama Hindu. Alukta adalah kesepakatan nonformal yang terlahir dan hidup di kalangan etnis Toraja Barat yang telah menjadi bagian integral umat Hindu, merupakan apresiasi pada salah satu sisi dalam ungkapan "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa" karya Mpu Tantular dalam Kekawin Sutasoma.
Source: Ferdinandus Nanduq l Warta Hindu Dharma NO. 445 2004
sumber : http://phdi.or.id/artikel/hindu-alukta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net