Senin, 02 Mei 2016

Perbedaan yang Indah Dasarnya Kebenaran

PANCA Pandawa adalah lima bersaudara Putra Pandu berbeda-beda tetapi mereka hidup untuk mengamalkan Dharma sebagaimana diwejangkan oleh Sri Krisna dalam Bhagawad Gita. Mengamalkan Dharma dibutuhkan berbagai tipe manusia. Baik menyangkut keterampilan, karakter, performans dan lain-lain. 

Panca Pandawa memiliki tipe yang berbeda-beda. Dharma Wangsa bertipe pandita, Bima bertipe sebagai giri atau gunung yang teguh pada pendiriannya. Arjuna bertipe jaya, selalu optimis menghadapi berbagai persoalan hidup. Nakula bertipe nangga, artinya ganteng secara fisik sedangkan sesungguhnya yang ganteng itu adalah Nakula. Entah kapan ada pergeseran pandangan di Bali yang disebut ganteng itu Arjuna. Sahadewa disebutkan bertipe aji artinya ilmuwan. Karena itu dalang di Bali menyebut tipe lima Pandawa itu sebagai pandita, giri, jaya, nangga dan aji. Lima tipe Panca Pandawa ini berbeda-beda satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya mengabdi untuk Dharma. 

Akhirnya Pandawalah yang berhasil memenangkan Dharma. Korawa adalah seratus bersaudara, juga berbeda-beda tipologinya tetapi mereka kompak hidup untuk Adharma. Persamaan dan perbedaan di dunia ini ada dalam kuasa hukum Rwa Bhinneda. Ada persamaan yang baik dan ada persamaan yang buruk. Demikian juga tidak semua perbedaan itu indah. Tergantung dasar perbedaan itu. Kalau perbedaan itu dasarnya kebenaran bagaikan perbedaan di antara Panca Pandawa hal itu akan indah. Kalau perbedaan itu dasarnya kebodohan dan ketidakbenaran, perbedaan itu justru menjadi sumber penderitaan umat manusia. Perbedaan itu dapat berkembang menjadi ajang untuk konflik, bahkan perang. Kalau perbedaan kulit luar dari budaya Hindu itu dipandang berdasarkan kebodohan maka perbedaan itu menjadi sumber kebingungan dan konflik. 

Perbedaan bentuk luar budaya Hindu seperti adanya Hindu di Bali, ada Hindu di Jawa, Hindu di Kaharingan, Hindu di India dan sebagainya. Kalau hal itu dipandang secara dikotomis maka sepertinya ada perpecahan dalam Hindu sendiri. Tetapi kalau ia dipandang dengan pandangan yang benar dan jernih maka perbedaan budaya Hindu itu suatu keindahan. Karena perbedaan itu memberi banyak pilihan pada umat untuk menuju jalan kebenaran Hindu. 

Di dalam keindahan itu ada kemerdekaan dan kesetaraan untuk memilih. Tetapi tetap ada dalam satu kesatuan tattwa yang satu. Karena memang agama Hindu itu menyediakan banyak pilihan bagi setiap orang untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan spiritual pada dirinya setiap orang. Karena itu setiap perbedaan hendaknya masing-masing mencari posisi secara dinamis pada jalan yang benar. Kalau perbedaan itu dibiarkan sebagian berada di posisi yang salah dan sebagian berada pada posisi yang benar. 

Perbedaan yang berposisi seperti itu dapat dipastikan bukanlah suatu keindahan. Bahkan menjadi ancaman terjadinya konflik berdasarkan kebodohan. Demikian juga halnya dengan persamaan dan persatuan. Kalau bersama dan bersatu untuk menegakkan Dharma maka dapat dipastikan persamaan dan persatuan itu indah. Tetapi kalau persamaan dan persatuan itu untuk berbuat menegakkan tradisi yang Adharma dan sesat jelas persamaan dan persatuan itu bukanlah keindahan. Perbedaan seperti itu cepat atau lambat akan menjadi sumber konflik. Apa lagi perbedaan itu tidak dimanajemen dengan teknik mediasi dan sublimasi yang tepat dan benar. 

Dharma dan Adharma berbeda. Tetapi tidak setiap Adharma yang berhadapan dengan Adharma harus diselesaikan dengan kekerasan atau perang. Seperti Ni Dyah Tantri dalam cerita Tantri dapat menyadarkan sifat Adharma Prabhu Aiswariyadala yang ingin setiap malam menggilir gadis-gadis perawan dari rakyatnya sendiri. Dengan penuh daya spiritual yang tangguh Ni Dyah Tantri berhasil menyadarkan Rajanya yang berhidung belang itu menjadi Raja yang baik. Jadinya perbedaan yang tidak berdasarkan kebenaran tidaklah dapat disebut keindahan. Karena itu jauhkanlah keinginan agar orang lain seperti keinginan kita. 

Sikap seperti itu adalah bibit yang bisa berkembang menjadi penjajah. Apa lagi orang yang demikian itu memegang jabatan, memiliki kewenangan mengatur orang lain. Kehendaknyalah yang akan dianggap paling benar yang harus diikuti oleh orang lain. Untuk membangun perbedaan menjadi keindahan marilah kita bertumpu pada Dharma dan bersikap sinergis. Artinya hargailah pandangan atau pendirian orang lain. Lihat celah-celah yang ada untuk kita lengkapi pandangan atau pendirian orang lain dengan pandangan kita sendiri. Di sanalah akan terjadi suatu proses sinergis yang akan menjadi kekuatan bersama mewujudkan tujuan Dharma. Perbedaan yang mampu disinergikan membangun kekuatan bersama menuju kebenaran itulah perbedaan yang indah. Kalau perbedaan yang disinergikan membangun kebersamaan untuk merusak, itu bukan perbedaan yang indah. 

Menghadapi berbagai perbedaan agar menjadi indah dalam kehidupan sosial hendaknya disertai dengan pemahaman filosofi manajement konflik. Tujuannya untuk menghindari terjadinya konflik berkembang menjadi permusuhan untuk saling meniadakan. 

  
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net