Sabtu, 24 September 2016

Bunuh Diri karena Agama Tanpa Kasih

Tyajed dharman daya hinam
vidya hina gurum tyajet
tyajet krodha mukim bharyam.
nih snehan bandhavam tyjet.
(Canakya Niti IV.16) 

Maksudnya:
Tinggalkanlah agama yang tidak menanamkan kasih sayang. Guru yang tidak berpengetahuan hendaknya ditinggalkan, istri pemarah hendaknya ditinggalkan, sanak keluarga yang tidak memiliki kasih sayang hendaknya ditinggalkan. 


MARAKNYA orang putus asa dalam mengarungi kehidupan di dunia ini makin memprihatinkan. Keputusannya sampai memuncak dengan melakukan bunuh diri, misalnya dengan cara tragis gantung diri. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita semua. 

Bunuh diri sebagai ekspresi dari ketidakmampuan mereka menanggung beban mental dalam menapaki kehidupan ini. Lemahnya mental dalam mengarungi kehidupan yang semakin keras ini disebabkan oleh banyak hal. Penanggulangannya tidak bisa hanya dari satu segi. 

Semua pihak harus bersinergi mengatasi maraknya orang bunuh diri karena putus asa menghadapi hidup ini. Kehidupan beragama seyogianya dapat berperan banyak dalam hal ini. Karena ada peristiwa yang mengenaskan itu tidak bisa hanya dengan macaru besar-besaran semata. 

Upacara yadnya itu memang mutlak dilakukan, tetapi tidaklah dengan cara yang menonjolkan bentuk fisik materialnya. Cara beragama yang demikian itu akan menimbulkan beban hidup yang memberatkan. Padahal, agama diturunkan oleh Tuhan untuk menjadi penopang kehidupan, sehingga hidup ini menjadi ringan dan damai. 

Kehidupan beragama itu harus dapat menanamkan kasih sayang kepada masyarakat umat penganut. Kehidupan beragama harus mampu menjadikan hidup ini untuk saling mengasihi dan saling memaafkan. Dengan demikian kehidupan beragama menjadi sumber penyejuk hati menguatkan daya spiritualitas. 

Spiritual yang berdaya dapat mengatasi keputusasaan hati yang gersang. Karena itu, marilah kehidupan beragama jangan dipisahkan dengan rutinitas kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama seharusnya tidak hanya mengandalkan sekolah. Beban sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sudah terlalu berat. 

Marilah fokus pendidikan agama dengan budi pekertinya lebih ditekankan pada jalur pendidikan nonformal dan informal dalam rumah tangga. Pendidikan itu haruslah memberi ilmu, penerangan jiwa dan selalu caranya disesuaikan dengan perkembangan peserta didik. Kehidupan beragama seharusnya sebagai media menanamkan kasih sayang (bukan memanjakan) masyarakat. Aspek berketuhananlah yang ditekankan dalam kehidupan beragama melalui jalur pendidikan nonformal dan informal. 

Hidup berketuhanan bukanlah sesuatu yang terpisah dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Orang sering memisahkan antara hidup berketuhanan dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan, sering dibuat berdikotomi. Percaya dan takwa atau sradha dan bhakti pada Tuhan seolah-olah hanya untuk mencari perlindungan gaib, mukjizat dan surga. Memuja Tuhan untuk mohon agar dapat hidup gampang-gampangan mendapatkan keberuntungan. 

Hidup berketuhanan seharusnya dapat didayagunakan untuk membenahi kehidupan di dunia ini. Kesucian dan kasih sayang Tuhan itu sesuatu yang Maha Niskala. Meski demikian, sesuatu yang Maha Niskala itu haruslah dapat didayagunakan secara Sekala. Artinya, keyakinan dan bhakti manusia kepada Tuhan menjadi sumber kekuatan untuk mengarahkan perjalanan hidup ini menuju kehidupan yang semakin baik, benar dan bahagia. 

Untuk menguatkan mental umat, haruslah ditanamkan bahwa Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang. Tuhan akan selalu melimpahkan kasihnya dengan adil. Kalau orang mau membuka pintu hatinya pada kasih Tuhan, maka kasih Tuhan pun pasti dapat diraihnya. 

Orang merasa menderita tanpa kasih Tuhan bukan karena Tuhan tidak memancarkan kasihnya. Tetapi, manusialah menutup pintu akan kasih Tuhan dengan perbuatan yang dikuasai oleh Guna Rajah dan Tamah. Pancaran kasih Tuhan atau Prema Wahini selalu memancar bagaikan sinar surya menyinari bumi ini. Kalau tidak ada mendung gelap menutupi sinar surya itu maka tidak ada bagian bumi ini yang tidak menerima sinar surya tersebut. 

Orang akan selalu merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhan apabila kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Tuhan adalah sutradara agung dari kehidupan manusia. Kalau ada yang putus asa karena merasa tidak ada yang mengasihi, maka ada Tuhan yang selalu dirasakan sebagai pengasih dan pelindung kita. 

Karena itu, kegiatan beragama dalam menghadapi kehidupan yang semakin global ini harus memprioritaskan upaya untuk menanamkan keyakinan pada Tuhan bahwa Tuhan itu adalah sutradara agung kehidupan yang penuh kasih sayang. 

Kasih sayang Tuhan itu bukanlah wujudnya memanjakan umatnya dengan melimpahkan hidup yang glamor bersenang-senang. Suka dan duka adalah karunia Tuhan. Suka sebagai ganjaran Subha Karma dan duka adalah sebagai proses penyucian dari dosa yang pernah diperbuat. Hidup bahagia adalah hidup yang mampu seimbang dan teguh menghadapi suka dan duka. 

* I Ketut Gobyah 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net