Samaano mantrah smitih samaani.
Samaanam manah saha cittam esaam.
Samaanam mantram abhi mantraye.
Vah samanena vo havisaa juhomi.
(Rgveda X. 191.3)
Maksudnya:
Wahai umat manusia, hendaknya Anda berpikir bersama-sama. Hendaknya engkau berkumpul bersama-sama. Samakanlah pikiran dan gagasan-gagasanmu.
HIDUP bersama dalam suatu wadah negara bangsa memang banyak seginya. Apalagi menyangkut kepentingan bersama tidaklah mudah membangun kebersamaan itu. Karena itu, hidup bersama itu harus ditata dengan suatu sistem yang juga disepakati bersama.
Tuhan telah secara adil memberikan umatnya unsur-unsur jiwa dan raga yang sama. Manusialah yang mengeksistensikan unsur yang sama itu dengan cara yang berbeda-beda. Meski demikian, Tuhan juga memberikan berbagai kemampuan kepada manusia untuk mensinergikan perbedaan tersebut. Dari sinergi tersebutlah akan muncul kekuatan bersama untuk memenuhi kepentingan bersama secara benar dan adil.
Kehidupan berdemokrasi pada hakikatnya suatu upaya bersama untuk memahami dan mewujudkan kehendak rakyat dengan cara yang benar. Pemilihan umum pada hakikatnya suatu upaya bersama untuk menjaring kehendak rakyat. Langkah selanjutnya adalah untuk memperjuangkan sampai kehendak rakyat tersebut menjadi kenyataan dalam berbagai aspek kehidupan bersama itu.
Partai politik yang ikut pemilu itu pada hakikatnya bekerja untuk menyerap kehendak rakyat dimaksud. Karena itu, menang dalam proses demokrasi ini adalah keberhasilan semua partai menggugah rakyat untuk ikut pemilu sesuai dengan berbagai ketentuan yang berlaku. Kalau proses tersebut sudah berjalan dengan baik dalam pemilihan umum tersebut, itulah kemenangan dalam kehidupan berdemokrasi.
Kalau sebagian terbesar rakyat menolak dilangsungkan pemilu atau menjadi golput, itulah kekalahan upaya berdemokrasi. Jadi, yang harus dimenangkan adalah kehendak rakyat. Mereka yang dipilih oleh rakyat hendaknya didukung pula oleh mereka yang tidak terpilih. Itulah semestinya dilakukan dalam kerangka berdemokrasi. Sebab, mereka yang dipilih itu idealnya bukan nantinya bekerja untuk diri dan golongannya, tetapi bekerja untuk semua.
Marilah kita perhatikan kehidupan demokrasi di beberapa negara lain. Misalnya saat John Mayoor kalah dalam pemilihan Perdana Menteri Inggris melawan Tony Blair. John Mayoor dengan resmi mengumumkan kekalahannya dan menyerukan kepada pendukungnya untuk bersatu mendukung Tony Blair demi kejayaan Kerajaan Inggris.
Demikian juga All Gore melawan George W. Bush dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Dengan jiwa kesatria All Gore mengumumkan kekalahannya atas George W. Bush menjadi Presiden Amerika Serikat demi kejayaan Amerika Serikat. Itulah contoh berdemokrasi untuk memenangkan rakyat. Bukan yang menang meraih suara terbanyak terus bersombong-ria, sedangkan yang kalah terus berusaha mencari segala cara untuk membuat kecewa yang menang.
Hal yang seperti itu pastilah ujung-ujungnya memendam dendam kesumat. Akibatnya, rakyat banyaklah yang akan dirugikan. Demokrasi pun tidak jalan. Yang menang akan menggunakan kekuasaannya untuk terus-menerus menyingkirkan yang kalah. Kekuasaan dan anggaran yang dipegang akan dijadikan kekuatan untuk meminggirkan mereka yang kalah. Yang kalah juga akan menempuh segala cara untuk mengganggu yang berkuasa, sehingga semua jadi kacau.
Dalam kaitannya dengan keadaan di Bali di mana 23 partai politik ikut Pemilu 2004 ini agar melanjutkan kerja samanya membangun Bali ke depan menjadi Bali yang makin maju. Siapa pun yang terpilih hendaknya menjadi milik bersama dan untuk kita bersama membangun Bali. Jangan yang merasa terpilih menjadi sombong dan menganggap yang tidak terpilih tidak berhak menikmati hasil kemenangan demokrasi ini.
Justru mereka yang terpilih seharusnya merasa memiliki tanggung jawab moral mengajak yang tidak terpilih atau yang dianggap kalah. Mereka harus diajak untuk maju bersama-sama membangun Bali agar Bali makin maju, tidak bergeser dari Pulau Dewata lalu menjadi Pulau Asura. Kalau terus-menerus Bali dijadikan arena menyimpan dedam sejarah maka kita semuanya berdosa.
Berdosa kepada siapa? Kita berdosa kepada generasi mendatang dan juga kepada leluhur kita yang telah berhasil membangun Bali sampai mendapatkan julukan Pulau Dewata. Proses demokrasi yang berdasarkan dharma itu sebagai cara yang paling tepat untuk mengubur dendam sejarah. Tanpa dharma atau kebenaran dan demokrasi berbagai dendam sejarah sulit untuk dihapuskan dalam membangun ajeg Bali ke depan.
* I Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar