Mataa satru pita bairi.
Yena baalo na paathitah.
Na sobhate sabha madhye.
Hamsa madhye bako yatha.
(Canakya Nitisastra.II.11)
Maksudnya:
Seorang Bapak dan Ibu yang tidak mengajarkan putranya kerohanian. Mereka berdua adalah musuh dari anaknya. Anak tersebut tidak akan ada artinya di masyarakat, bagaikan seekor bangau di tengah-tengah kumpulan burung angsa.
PENDIDIKAN pada hakikatnya tidak semata-mata memindahkan ilmu pengetahuan pada peserta didik agar menjadi orang pandai. Pendidikan pada hakikatnya membantu peserta didik untuk membangun dirinya agar memiliki kemampuan mengelola hidup dengan baik dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia.
Pendidikan dewasa ini lebih banyak mengajarkan peserta didik ilmu untuk mencari nafkah. Jarang yang menggugah peserta didik memiliki kemampuan untuk mengelola hidupnya secara benar dan baik. Menurut Pandharinath Prabhu, pendidikan itu hendaknya melakukan tiga hal yaitu: memberikan ilmu pengetahuan secara jujur, memberikan penerangan jiwa dan pendidikan harus memperhatikan perkembanan setiap peseta didik. Tiga sasaran pendidikan ini tidaklah cukup kalau diberikan dalam jalur pendidikan formal di sekolah.
Pendidikan tersebut harus diseimbangkan antara pendidikan formal, informal dan nonformal. Seperti dalam Sloka Canakya Nitisastra tersebut di atas pendidikan rohani hendaknya diberikan oleh kedua orangtua atau keluarga secara kompak. Orangtua hendaknya jangan mengandalkan pendidikan agama dan budi pekerti itu pada jalur pendidikan formal di sekolah. Orangtua dapat saja berkonsultasi pada orang yang dianggap paham akan pendidikan agama dan budi pekerti. Namun, sebaiknya hal itu dapat diberikan oleh orangtua itu sendiri.
Tidak mesti orangtua itu memberikan ilmu agama dan budi pekerti. Yang diberikan adalah contoh-contoh yang patut dikedepankan di hadapan anak sendiri. Karena pendidikan agama dan budi pekerti itu tekanannya bukan pada teori. Pendidikan agama dan budi pekerti tekanannya pada pembentukan karakter. Dalam masyarakat pun seyogianya menggairahkan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal untuk terwujudnya pendidikan yang seimbang. Ketiga pusat pendidikan itu hendaknya benar-benar bersinergi membangun SDM yang berkualitas. Dewasa ini dinamika tiga pusat pendidikan itu baru ramai dalam wacana. Kenyataannya sebagai persoalan pendidikan terlalu dibebankan pada jalur pendidikan formal semata.
Pendidikan agama dengan pendidikan budi pekertinya sangat tepat kalau lebih difokuskan programnya melalui jalur pendidikan informal dan formal. Dalam tradisi Hindu di Bali kegiatan upacara sesungguhnya memiliki dimensi pendidikan nonformal dan informal. Dalam kegiatan upacara diajarkan secara motorik berbagai nilai keagamaan yang multidimensi. Dalam kegiatan upacara yadnya umat terutama generasi mudanya mendapatkan berbagai pendidikan keterampilan dan pendidikan untuk mengembangkan wawasan kehidupan.
Pendidikan tentang pengembangan wawasan kehidupan itu menyangkut kehidupan individual, sosial dan spiritual. Dalam kegiatan upacara berbagai keterampilan bisa ditranformasikan oleh generasi tua ke generasi muda. Demikian juga berbagai wawasan baik yang menyangkut pitutur-pitutur moral secara umum maupun yang lebih khusus juga akan didapatkan oleh generasi penerus dari generasi sebelumnya. Cuma dewasa ini karena berbagai kesibukan perlu pendidikan nonformal dan informal itu lebih dikembangkan terutama manajemen dan isinya agar dapat berbobot sesuai dengan kebutuhan hidup generasi sekarang dalam menatap masa depannya.
Pendidikan di sekolah sebaiknya difokuskan pada pemberian ilmu pengetahuan yang tergolong Guna Widya. Guna Widya itu adalah ilmu yang wajib diberikan kepada peserta didik untuk membangun potensi peserta didik menjadi seorang yang terampil atau ahli pada suatu bidang.
Keterampilan atau keahlian tersebut agar berguna untuk mencari nafkah membiayai berbagai kegiatan hidupnya. Sedangkan pendidikan informal dan nonformal diberikan bobot untuk memfokuskan pada pendidikan spiritual keagamaan termasuk pembinaan budi pekerti yang luhur. Pendidikan nonformal bagi umat Hindu di Bali dapat dilakukan lewat empat jalur pemujaan.
Pemujaan di Pura Kawitan, Pura Swagina, Pura Kahyangan Desa di setiap Desa Pakraman dan Pura Kahyangan jagat. Di samping itu juga dapat dilakukan lewat lembaga umat yang bercorak dan bersistem modern. Seperti yayasan-yayasan, forum-forum keagamaan Hindu, ormas keumatan Hindu, pesraman, dll. Di samping itu, lewat jalur keluarga sebagai pusat pendidikan informal.
Sampai saat ini sepertinya sebagian besar perhatian tercurah pada pusat pendidikan formal di sekolah atau perguruan formal. Pendidikan informal dan nonformal dewasa ini perlu perhatian yang lebih serius untuk meringankan beban pusat pendidikan formal. * I Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar