Politik
itu adalah ciptaan manusia.Karena ia ciptaan manusia tentunya kena hukum Rwa
Bhineda. Pada kenyataanya ada prilaku berpolitik yang benar dan baik.Ada juga
yang tidak benar dan buruk.Namun hahekat politik adalah untuk tujuan yang luhur
mengabdi pada masyarakat untuk meningkatkan kwalitas hidupnya.Yang berpolitik
itu adalah manusia. Dalam diri manusia ada dua kecendrungan yang saling
berebut menguasai diri manusia.Kalau
kecendrungan Asuri Sampad (kecendrungan Keraksasaan) yang menguasai diri
manusia maka prilaku Keraksasaanlah yang akan muncul dari diri manusia itu
sendiri. Kalau Dewi Sampad (Kecendrungan Kedewaan) yang sedang menguasai diri
manusia maka prilaku layaknya Dewalah yang akan muncul dari dalam diri manusia.
Demikian
juga dalam kehidupan politik.Kalau para politisi itu lebih banyak manusia yang
mampu membangun kecendrungan Dewi Sampad dalam dirinya maka prilakunya dalam
berpolitikpun akan memunculkan prilaku politik yang berpegang pada prinsip-prinsip politik yang
benar dan luhur.Kalau para politisi itu dikuasai oleh Asuri Sampad maka
prilakunya dalam berpolitikpun akan memunculkan prilaku
Keraksasaan.Prinsip-prinsip politik yang benar dan sangat luhur itupun tidak
akan dijadikan pegangan dalam berpolitik.
Kehidupan
politik semestinya dapat berfungsi mengatasi berbagai persoalan hidup bersama
dalam wadah negara ,bangsa dan masyarkat .Untuk itu para politisi itu harus
secara sadar menjadikan nilai-nilai suci Agama sebagai landasan moral dan
mental untuk melakukan kegiatan berpolitik.
Demikian
juga dalam memahami konflik yang merupakan suatu kenyataan sosial seyogianya
politik sebagai sumber kebijakan dapat difungsikan dengan baik. Kalau politik
dapat difungsikan dengan baik dalam memahami konflik maka konflik itu dapat
diarahkan menegakan nilai-nilai luhur yang kadang-kadang mau diruntuhkan oleh
suatu rejim yang sedang menyalah gunakan kekuasaanya.Kekuasaan politik sering
di implementasikan kandengan pilotik kekuasaan yang menyimpang. Politik
kekuasaan yang menyimpang dari konsep kekuasaan politik itulah sering
menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan.Namun kalau kekuasaan politik
itu di implementasikan dengan politik yang berdasarkan prinsip politik yang
benar dan luhur maka politik itulah dapat menjadi sumber kekuatan untuk
mengatasi konflik sehingga konflik itu dapat menjadi kekuatan menegakkan nilai-nilai kebenaran itu
sendiri.Untuk membangun dinamika politik yang berlandaskan kebenran yang luhur
maka perlu dipahami bagaimana berpolitik menurut ajaran Hindu. Agama Hindu
tidak mentabukan umatnya berpolitik sepanjang berpolitik itu dilakukan diatas
landasan prinsip politik yang benar dan luhur itu.
Berpolitik Menurut Ajaran Hindu.
Hidup
bersama apa lagi dalam suatu wadah
Negara tidak mungkin hidup bersama tanpa
tanpa politik.Politik menurut arti katanya adalah suatu kebijakan dalam
menata keseim bangan hidup bersama. Keseimbangan tersebut dalam artian yang
seluas-luasnya.Kalau keseimbangan tersebut dapat diwujudkan maka proses politik
akan sangat manjur untuk memanagement konflik sehingga konflik dapatdiajdikan
media menegakan kebenaran. Dalam
kehidupan berpolitik ada dua proses yang
selalu saling terkait. Dua proses poliik itu adalah Hegemoni dan Dominasi.
Hegemoni artinya hidup ini adalah suatu proses saling pengaruh memperngaruhi.
Sedangkan Dominasi adalah dalam proses saling mem pengaruhi itu akan
memunculkan suatu kekuasaan dalam hidup bersama itu .Kekuasaan itu ada yang
dalam wujud perorangan,ada juga dalam wujud kelompok.Ada juga kekuasaan itu
dalam wujud idiologi atau suatu paham tertentu.Politik dalam artian murninya (pure ) adalah sangat luhur tidak
kotor dan netral.Sangat tergantung pada pelaku-pelaku politik. Politk itu
adalah alat bukan tujuan untuk mewujudkan cita-cita hidup mencapai kebahagiaan.
Dalam ajaran Hindu ada Nitisastra yang
mengandung muatan ilmu politik.Kata Niti dalam bahasa Sansekerta artinya
kebijaksanaan atau politik. Dalam konsep
Niti sastra, politik itu adalah alat untuk mewujudkan suatu kebijaksanaan dalam
menata kehidupan bersama agar berbagai tujuan hidup bersama dapat terwujud.
dengan sebaik-baiknya.
Permasyalahan Kehidupan Politik.
Antara
idialisme politik dan realita politik
dari jaman kejaman menjadi semakin tidak bertemu bahkan semakin sulit untuk
dipertemukan . Bahkan di dunia barat timbul pameo politik kotor Agama suci.
Sesungguhnya politik dan Agama sama-sama suci.Cuma Agama kesuciannya berasal
dari Sabda Tuhan dan politik berasal dari suara hati nurani dan ratio manusia.
Hati Nurani pada hakekatnya adalah suara Atman. Timbulnya kesenjangan antara
idialisme politik dan realita politik karena semakin banyaknya para pelaku
politik tidak menggunakan hati nurani
dalam kehidupan berpolitik. Upaya yang harus dilakukan adalah meluruskan kembali pengertian politik
agar mejadi suatu media membangun
suatu kebijaksanaan untuk mewujudkan cita-cita hidup bersama yang harmonis, dinamis dan produktif.Agama jangan dibuat
berdikotomi dengan politik. .Agama dan politik harus diposisikan bersinergi
sehingga dapat saling memperkuat fungsi masing-masing..Akibat dari Agama dan
Politik diposisikan berdikotomi itulah timbul
penyalah gunaan politik dan Agama dalam menangani berbagai persoalan
hidup bersama dalam suatu kehidupan berbangsa
dalam suatu wadah Negara.Kalau Agama dan politik dibangun secara
bersama-sama dan diposisikan sesuai dengan prinsip Agama dan Politik maka Agama
dan politik akan sama-sama memberikan kekuatannya.Dengan demikian politik akan
mendukung fungsi politik dan politikpun akan mendukung fungsi Agama membangun
masyarkat yang Jagat Hita.
Pengabdian Adalah Prinsip Berpolitik.
Solusi
dari permasyalah tersebut diatas adalah dengan
meletakan kehidupan berpolitik pada prinsip-prinsip berpolitik yang
sesuai dengan norma-norma berpolitk yang benar. Salah satu prinsip berpolitik
adalah menjadikan Agama
sebagai landasan moral, mental dan etika
berpolitik. Mahatma
Gandhi menyatakan bahwa :,politik tanpa
prinsip akan menimbulkan "dosa sosial".
Ada dua aspek kegiatan berpolitik yaitu hegemoni dan dominasi
.Mencari pengaruh dan mencari kekuasaan .Mempengaruhi orang lain untuk diajak
melakukan suatu yang baik dan luhur untuk kepentingan bersama adalah suatu
perbuatan yang sangat mulia.Seorang guru memepengaruhi muridnya agar mau belajar dengan
baik,adalah sesuatu yang sangat
mulia.Demikian juga seorang pemuka agama
mepengaruhi umatnya yang seagama agar makin tumbuh niatnya melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya serta menghormati umat yang berbeda agama adalah
suatu yang mulia juga.
Jadi
hakikat mempengaruhi itu adalah untuk suatau pengabdian pada sesama hidup.
Namun dalam praktiknya ada suatu proses mempengaruhi yang dilakukan untuk
tujuan-tujuan sempit dan untuk kepentingan yang bertentangan dengan dharma.Hal
inilah yang dimaksudkan dengan politik yang kehilangan prinsip. Sebab, bukan
diabdikan untuk mengembangkan kebenaran dan kepentingan bersama yang sesuai
dengan Dharma. .Demikian juga kekuasaan amat diperlukan untuk mengkoordinasikan
dan mengakomodasikan berbagai potensi
agar semua pihak dapat teratur serta berperan sesuai dengan fungsi dan
profesinya untuk menyukseskan terwujudnya kepentingan bersama .Kekuasaan adalah
untuk menegakan dan mengamankan agar tujuan bersama yang mulia itu dapat
dicapai dengan aman.Demikian juga tiap fungsi dan profesi dapat berperan dengan
baik menunjang tujuan bersama
itu. Dapat dibayangkan betapa kacaunya kehidupan bersama dalam suatu negara
kalau tidak ada penguasa.Cuma penguasa itu berkuasa bukan untuk kekuasaan itu
sendiri. Penguasa berkuasa untuk mengabdi pada yang di kuasai,berdasarkan dharma
atau kebenaran. seorang guru wajib menguasai kelasnya agar proses belajar
-mengajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan yang di rancangkan. Kalau
proses belajar mengajar itu dapat dilakukan dengan baik maka siswa yang belajar
itu dapat menyerap pelajaran dengan baik. Seorang istri wajib menguasai
suaminya agar dapat menjadi suami yang baik berdasarkan normanya .Demikian juga
sebaliknya, seorang suami wajib menguasai istrinya.agar istrinya itu menjadi
iostri idaman yang mulia sesuai
dengan norma seorang istri yang idial.
Cuma kekuasaan itu harus dijalankan
sesuai norma-norma yang berlaku.
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak pihak yang menjalankan kekuasaan tanpa landasan
norma-norma yang berlaku, bahkan
kekuasaan berada di atas norma. Bahkan dalam suatu negara ada penguasa
melaksanakan kekuasaannya tidak berdasarkan hukum yang berlaku dalam negara
tersebut.Kekuasaan yang dijalankan bertentangan dengan hukum itulah yang akan
menimbulkan dosa sosial.
Pada
zaman kerajan nilai-nilai agama yang tercantum dalam kitab suci itulah yang
dijadikan dasar moral dan etika untuk
mengembangkan proses mencari pengaruh dan melaksanakan kekuasaan. Mengapa pada
zaman kerajaan terjadi juga penyimpangan dalam kehidupan berpolitik,karena
kurang tangguhnya pelaku politik dalam menghadapi godaan hidup yamg berasal
dari dirinya maupun dari luar dirinya. Menurut Manawa Dharmasastra VII.17
menyatakan bahwa : Hukum adalah suami bagi Raja. Ini arinya Raja harus
menjalankan kekuasaanya berdasarkan hukum
atau dalam kitab Manawa Dharmasastra tersebut disebut Dharma.Menurut
Resi Kautiliya, seorang raja, meskipun berilmu tinggi dan sakti, kalau tidak
mampu menguasai indrianya akan segera binasa.Inilah yang tampaknya yang sering
diabaikan.Hidup sebagai seorang berpengaruh dan berkuasa adalah hidup yang
rentang godaan.
Godaan pengaruh dan kekuasaan harus
diwaspadai sunguh-sunguh.Pengaruh dan kekuasaan dapat membesar ego .Ego adalah
akumulasi gejolak indria yang akan membawa orang pada kegelapan hati
nurani.Dari sinilah awal terjadinya seorang politisi yang telah berhasil mendapat pengaruh dan kekuasaan,akan
kehilangan prinsip berpolitik untuk mengabdi pada Tuhan dan sesama
manusia.Mengapa Pandawa memperoleh kemenangan lahir batin dalam hidupnya
sedangkan Korawa terpuruk dalam kekalahan lahir batin dalam hidupnya Pada hal keduanya menganut
agama,mempelajari weda dan berbakti
kepada Tuhan.Swami Satya Narayana mengatakan, karena bagi Pandawa pertama-tama
yang paling utama dilakukan adalah berbakti dan mengabdi pada Tuhan,kedua mengabdi
pada sesama hidup ciptaan Tuhan, setelah itu barulah untuk dirinya. sedangkan
bagi Korawa pertama-tama untuk kepentingan dirinya yang didahulukan, kemudian
barulah kepentingan orang lain. Kadang-kadang saja ia berbakti kepadaTuhan. Itu
pun kalau dalam keadaan susah baru ingat kepada Tuhan. .Kalaupun berbakti
kepada Tuhan untuk menyampaikan permohonan hal-hal yang bersifat duniawi.
permohonan yang demikian itulah disebut dalam Kekawin suta soma, memperkosa
kehendak Tuhan.Tuhanpun akan membalikkan permohonan itu dan orang yang demikian
akan disiksa oleh rajah tamah-nya sendiri.
Kekuasaan
Raja pada jaman Kerajaan yang Theokratis sesungguhnya yang paling baik.Mengapa
demikian , karena Raja berkuasa untuk mengamalkan ajaran Agama yang diajarkan
dalam kitab suci Weda. Dalam kitab Sastra Hindu pada kitab Kautilya Artha
sastra di sebut Chakra wrtti
Dharma Prawartaka: Artinya kekuasaan Raja hanya untuk
mengamalkan dan menegakan Dharma. Kalau
Raja berbuat diluar Dharma Raja tersebut adalah Dosa. Orang yang boleh diangkat
sebagai Raja adalah orang yang sudah pernah terbukti membahagiakan rakyat. Atau
disebut sudah pernah melakukan Rajintah.
Ada
politis yang dengan sengaja menjauhkan diri dari kegiatan rohani.Alasannya,
agar ia tidak takut berbuat dosa dan nanti setelah pensiun barulah ia akan
khusus menebus dosa.Dalam proses menegakkan prinsip berpolitik ada sementara
pihak berpandangan medikotonomi agama dan politik. dengan pandangan politik
kotor dan agama suci.Hakikat politik adalah luhur dan suci kalau dilakukan
sesuai dengan prinsip berpolitik yaitu berbakti dan mengabdi kepada Tuhan,
mengabdi pada sesama hidup dan dari kegiatan hidup untuk berbakti
kepada Tuhan serta mengabdi pada sesama sesuai dengan swadharma masing-masing
seseorang akan mendapatkan kehidupan.Demikian pulalah seyogianya seorang
politis.Namun dalam praktiknya prinsip itu sering diballik. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk
menyebutkan politik itu kotor.Pandangan ini yang terlalu pragmatis empiris.
Pandangan politik kotor dapat menimbulkan pengaruh pisikologis yang
negatif,seolah-olah orang politik syah-syah saja berbuat kotor. Karena itu
pandangan tentang berpolitik harus dikembalikan pada filosofisnya yaitu
pengabdian pada kebenaran dan rakyat.Kalau berpolitik dilakukan sesuai dengan norma-norma
berpolitik yang ideal untuk tetap berbakti kepada Tuhan dan mengabdi pada sesama berdasarkan dharma
maka citra pada politisi pun akan menjadi baik.Gejolak dalam dinamika politik
pun akan makin teratasi.
Berpolitik Dengan Hati Nurani
Politik
akan menjadi alat pengabdian bagi para politisi apa bila para politisi itu
menyucikan hati nuraninya dengan melakukan kegiatan Agama.Atau dengan kata lain
politisi itu adalah seorang yang religius. Politisi yang rligius itulah yang
akan berpolitik dengan hati nurani yang
suci.
Kehidupan
beragama dan kehiduoan sehari-hari sering dipisahkan dengan tegas.Sepertinya
berdagang,berpolitik,berorganisasi,kerja dikantor pemerintah ataupun swasta
tidak ada hubunganya dengan Agama.Beragama itu seolah-olah saat sembahyang atau
ada upacara agama ataupun merayakan hari
besar agama .Demikian juga pemilu yang diadakan setiap lima tahun di Indonesia
dewasa ini sepertinya kurang dikaitkan dengan agama.Lebih-lebih saat kampanye
sebagai salah satu tahapan pemilu,norma-norma agama seperti tidak
diperhatikan.Ajaran Karmapala,Tri Kaya Parisudha,Yama,Niyama Tatwamasi, Asta
Brata dan lain-lainnya itu sepertinya hanya perlu didengarkan saat ada ceramah
agama.Setelah itu tidak perlu dihiraukan lagi.
Hal
ini karena adanya paradigma " beragama
itu suci dan berpolitik itu kotor." Prilaku kotor dalam berpolitik seolah sah-sah saja.Sesunguhnya prilaku kotor
dalam bidang apa saja tidak dibenarkan. Apalagi dalam bidang politik yang
paling menentukan nasib bangsa. Kebencin,dendam,kebohongan,fitnah dan
sejenisnya itu harus dihindari dalam kegiatan berpolitik .Mempengaruhi rakyat,
mencari kekuasaan hal itu sah-sah saja
dalam kehidupan berpolitik
dan memang itulah wujud empiris dari kegiatan politik .Karena kedua hal itu
memang merupakan ciri utama dalam kegiatan
berpolitik.Yang harus diperhatikan adalah hakikat mencari pengaruh dan kekuasaan itu jangan
dilupakan.Hakikat mencari pengaruh adalah untuk mewujudkan suatu kondisi masyarakat
agar diajak bersatu dan bekerja sama
dalam menegakkan kebenaran dan keadilan demi kepentingan bersama mewujutkan
rasa aman dan sejahtera (raksanam
dhanam).. Demikian juga hakikat mencari
kekuasaan sebagai ciri kedua kegiatan berpolitik bukan untuk memenuhi
kepentingan individu dan kelompok yang sempit.Tujuan berkuasa adalah untuk
mengapdi pada yang dikuasai .Pada zaman kerajaan agamalah yang dijadikan
landasan berpijak dalam melaksanakan kekuasaan. sedangkan zaman demokrasi
kehendak rakyatlah yang dijadikan landasan untuk menyelenggarakan
kekuasaan.Timbulnya penyimpangan pada zaman kerajaan karena banyak raja lupa
akan ajaran agama sebagai pegangan untuk menyeleng garakan kekuasaan. Sedangkan
pada zaman demokrasi sering hukum yang dibuat oleh rakyat diabaikan.
Kekuasaan
semestinya dijadikan berdasarkan hukum. Namun dalam kenyataan hukum itu
dilaksanakan atas kehendak penguasa.Kalau hukum itu menguntungkan penguasa maka hukum ditegakkan .kalau dianggap tidak
menguntungkan penguasa,diabaikan. karena itu dalam zaman apa saja kalau
nilai-nilai Agama dilupakan dalam kehidupan berpolitik maka politik itu akan
menjadi kotor.karena itu agama harus selalu menyertai kehidupan berpolitik agar
politik kembali dapat mengabdi pada kepentingan masyarakatluas.Agama harus
selalu dibeerikan porsi yang besar untuk dapat memberikan kontribusi yang tepat
dalam kehidupan berpolitik.berpolitik harus dengan hati nurani.Kesucian hati
nurani para politisi harus dijaga oleh nilai-nilai morar agama.
Para
politis harus berpolitik dengan hati nurani.. Para politis harus orang yang
aktif dalam menjalankan agama yang dianutnya.Jangan sengaja pimpinan politik
merekrut ahli-ahli berkelahi untuk menjadi pengawal kegiatan berpolitik
.Lebih-lebih jika para ahli berkelahi itu bertangan gatal dengan hati yang
garang.Hal ini menyebabkan pemilu sebagai salah satu bentuk kegiatan
politik untuk mewujutkan demokrasi,selalu diwarnai dengan
kekerasan.Dalam suasana kekerasan itu
tentunya rakyat tidak bebas menyalurkan aspirasinya
sesuai dengan suara hati nuraninya.Kampanye partai politik sesungguhnya suatu
proses mencari pengaruh untuk bersaing merebut hati rakyat.Bersaing itu bukanlah untuk
saling membunuh atau arena untuk balas
dendam.
Bersaing
adalah suatu proses untuk meningkatkan kualitas.Kualitas yang tinggi itulah yang harus ditampilkan di
hadapan rakyar.Pusatkan segala potensi untuk mewujudkan kualitas yang
tinggi.Janganlah ada potensi yang di arahkan untuk meredahkan kualitas yang lain. .Jangan
membuang energi untuk menghantam lawan
bersaing .Hal ini kurang disadari oleh para politisi di indonesia.Dalam
debat capres saja ada capres yang menghantam pribadi lawan debatnya. Sehingga
debat itu berubah menjadi arena pertengkaran capres.
Persaingan
politik haruslah merupakan persaingan
dalam merebut hati rakyat. para politik itu hendaknya menunjukkan kepintaran
merumuskan masalah yang terjadi dalam masyarakat. Perumusan masalah
tersebut dilanjutkan dengan memilih landasan teori yang tepat, yang akan
dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut.Dari landasan teori itu
dilahirkan solusi-solusi pemecahan masalah ,dilanjutkan dengan menawarkan progam-progam yang
prakmatis untuk dilaksanakan seandainya menang dalam pemilu .Masyarakat jangan dikerubuti dengan bendera,spanduk
secara berlebihan dengan mengabaikan faktor keindahan,keamanan dan
kenyamanan.Akan lebih baik jika dana
atribut itu sebagaian dijadikan bantuan
untuk menyukseskan
progam-progam rakyat yang lebih
bermanfaat untuk mengentaskan kemiskinan
ekonomi dan kemiskinan moral.
Agama
harus diberikan porsi yang jelas dan terprogram untuk menjarga agar prilaku
para politis dari parpol bersangkutan memiliki hati nurani dalam melakukan politik praktis. parpol haruslah
mengadakan seleksi yang tepat pada
kader-kadernya yang akan terjun ke
masyarakat. Dalam seleksi itu nilai-nilai moral agama haruslah
dijadikan unsur yang sangat penting dalam menentukan seleksi tersebut.Parpol haruslah memiliki program pembinaan rohani yang jelas dan berkesinambungan untuk
kader-kadernya.Sementara ini ada parpol
yang memiliki Biro Kerohanian dalam susunan pengurusanya .Namun kurang
diberikan peran untuk membangun keluhuran moral dan daya tahan mental pada
kader parpol tersebut.
Biro
Kerohanian tersebut hanya formalitas semata. Kiprahnya sangat insidental dan
hanya
untuk
basa-basi saja.Membina kader yang miilitan
dan bermoral tingi menguasai visi politik
yang
benar kurang diperhatikan.Berpolitik hanya bersifat hura-hura untuk mencarikan
kedudukan para kadernya agar dapat hidup
mapan. Selama mereka mempunyai kedudukan
dan hidup mapan, akan setia pada parpol bersangkutan Begitu mereka tidak mempunyai kedudukan merekapun loncat dengan
alasan aspirasinya tidak tertampung oleh parpol bersangkutan. Karena perhatian
parpol mengejar kedudukan semata, membentuk kader yang militan kurang
mendapat perhatian.Karena itu parpol sangat miskin kader permanen yang
bermoral luhur dan bermental tangguh menghadapi godaan hidup berpolitik.
Partai Politik Hindu.
Mengenai
lembaga untuk mengamalkan idialisme dan konsepsi berpolitik menurut perspektif
Hindu memang perlu diwacanakan lebih luas.Apa lagi menyangkut masyalah
penanganan konflik.Dapatkan melalui Partai yang bernuansa Hindu untuk memanagement
konflik sehingga akibat negatif yang ditimbulkabn oleh konflik itu dapat
dicegah . Apakah umat Hindu di Indonesia sudah membutuhkan sebuah Partai
Politik Hindu untuk mengamalkan
idialisme dan konsepsi politik yang
bernuansa Hinduisme. Dalam kondisi umat Hindu sebagai golongan yang
minoritas di Indonesia nampaknya membangun Partai Politik Hindu belum begitu
mendesak. Yang saya maksud dengan minoritas dalam artian kwantitas umat bukan
dalam artian kwalitas ajaranya.Akan lebih baik umat Hindu yang terjun dalam
bidang politik dibekali pengetahuan politik Hindu yang baik dan memadai untuk dijadikan bekal dalam
kiprahnya sebagai politisi.. Dengan
bekal pemahaman ilmu politik menurut
perspektif Hindu itu para politisi Hindu
akan dapat memberikan kontribusi positif dalam dinamika perpolitikan Nasional
maupun regional.
Umat
Hindu dalam menerapkan idialisme politik
Hindu itu dapat dilakukan dalam partai
politik yang menjadi pilihanya. Tentunya idialisme politik Hindu yang dapat
diterapkan dalam Partai politik pilihanya
adalah aspek universal dari idialisme politik Hindu tersebut. Umat Hindu
dalam melakukan kegiatan berpolitik dipartai pilihanya menjadi ajaran Hindu
sebagai landasan moral,mental dan etika berpolitik..Dengan demikian kader-kader
politik suatu partai yang bergama Hindu dapat menampilkan diri sebagai kader
politik yang berkwalitas.Tidak gila jabatan,tidak mudah frustasi,tidak
rakus,tidak suka mengadu domba.tidak menghalalkan semua
cara mencapai tujuan politik dan tidak sombong.Disamping itu politisi Hindu
harus mampu mendaya gunakan ajaran Hindu untuk menyerap, merumuskan dan
menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi oleh-rakyat.Dalam bentuk lembaga keumatan Hindu seperti LSM,kelompok
spiritual maupun ormas Hindu baik yang
tradisional maupun yang modern sebaiknya
jangan menjadi onderbaw suatu
partai politik.Lebih-lebih Parisada Hindu Dharma janganlah menjadi onderbaw
suatu partai politik. Ini bukan berarti Lembaga-Lembaga Hindu tersebut
anti partai politik. Lembaga-lembaga Hindu dapat saja bekerja sama dalam
kesetaraan dengan berbagai partai politik dalam rangka meningkatkan peran
masing-masing dalam pengabdiannya dengan kepentingan rakyat banyak.Independensi
bukan berarti tidak boleh berhubungan dengan siapa saja..Sepanjang untuk menegakan fungsi masing-masing dalam
kesetaraan Lembaga-lembaga keumatan Hindu dapat saja bekerja sama dalam
kesetaraan untuk kepentingan rakyat.Dalam kerjasama itu Lembaga-lembaga
keumatan Hindu itu tidak membeda-bedakan partai politik. Kerja sama itu dapat
saja dilakukan dengan partai politik manapun sepanjang kerja sama tersebut
untuk menegakan fungsi masing-masing
tidak menghilangkan independensi untuk mengabdi pada masyarakat yang
menderita.Meskipun demikian bukan berarti kalau ada umat yang memiliki gagasan
untuk membentuk Partai Hindu harus dimusuhi.Setiap orang tentunya dijamin
kemedekaanya untuk memunculkan ide-ide yang diyakininya sangat mulia.Namun
demikian diharapkan setiap gagasan sebaiknya di kaji secara mendalam berbagai
aspeknya.Mengkajinya itu mungkin dengan sistim Management SWOT seperti yang
lazim berlaku dewasa ini.Janganlah ada yang mentabukan orang untuk memunculkan
gagasan-gagasan yang dianggapnya baik dan mulia.
Hakekat Politik Tidaklah Kotor.
Slogan
Politik Kotor Agama Suci perlu dicermati dengan hati-hati.Slogan
tersebut kemungkinan berasal dari pemikiran barat.Slogan tersebut dapat
menimbulkan akibat pisikologis yang negatif bagi para politis.Karena politik
itu di sebut kotor maka seolah-olah sah-sah saja bagi para politisi untuk
berbuat kotor.Memang kenyataannya banyak politisi yang menghalalkan segala
cara untuk mencari tujuan pribadi yang
sempit,yang di anggap sebagai tujuan politik. Politik dan agama sesunguhnya
sama-sama suci namun kadar dan sumbernya berbeda.
Politik
adalah hasil upaya manusia mewujudkan kebijaksanaan menata kehidupan bersama
agar semua unsur dan potensi dapat
berperan sesuai dengan kemampuannya
untuk mengabdi menciptakan
kehidupan yang aman, damai dan
sejahtera.Sedangkan agama berasal dari sabda Tuhan yang supra empiris. Jadinya
hakikat politik sangat mulia untuk mengabdi pada rakyat demi kepentingan bersama. Jadinya tujuan berpolitik adalah
untuk mengabdi pada mereka yang menderita dan mewujudkan kepentingan
bersama mencapai hidup bahagia..Kalau kenyataannya ada politis melakukan kegiatan berpolitik
untuk mencapai tujuan pribadi yang sempit,
misalnya mendapatkan kedudukan agar
dapat hidup berfoya-foya menikmati
fasilitas kedudukan dengan menggunakan uang rakyat.Hal itu bukanlah prinsip
politik. Hal itu adalah penyelewengan dari
prinsip politik yang benar.Berpolitik adalah kegiatan untuk mendaya gunakan lembaga-lembaga politik
sebagai wadah untuk menyerap dan merumuskan aspirasi rakyat untuk diperjuangkan dalam kehidupan
bersama. Perjuangan itu menjadi kebijaksanaan
bersama dalam rangkai mencapai tujuan bersama mewujudkan kehidupan yang sejahtra lahir
batin.
Untuk
mewujudkan kebijak sanaan bersama itu agar menjadi kenyataan
dibutuhkan orang yang diberikan kekuasaan
untuk memimpin agar kebijaksanaan
tersebut menjadi kenyataan yaitu
mewujudkan keamanan, kedamaian dan kesejahteraan bersama. Berpolitik adalah mewujutkan norma-norma untuk
memunculkan kekuasaan dan penguasa yang
dikehendaki bersama. Lembaga-lembaga politik seperti partai politik bukanlah
lembaga untuk memperjuangkan
kepentingan pribadi dan golongan
yang sempit Karena itu seorang politisi adalah seorang pengabdi.. Politisi
hendaknya sebagai profesi pengabdian kepada rakyat dan kebenaran. .Dalam
pandangan Hidup pengabdian melalui profesi
sebagai politisi dapat digolongkan sebagai Ksatria Varna.Dalam Manawa Dharmasastra 1,89 disebutkan kewajiban
pokok politisi tersebut adalah untuk
menciptakan rasa aman dan sejahtera bagi masyarakat (Prajanam Raksanam
Danam). Kewajiban itulah yang ditugaskan oleh Tuhan kepada para politisi
(Kasatria). Karena demikian mulianya kewajiban seorang politisi maka Manawa
Dharmasastra menekankan agar seorang
politis juga mempelajari kitab suci
dengan baik, dan mengendalikan hawa
nafsunya, termasuk melangsungkan upacara keagamaan yang bernilai spiritual..
Pada hakikatnya seorang politisi juga
seorang negarawan .Politisi berpolitik
bukan mementingkan diri dan
golongannya namun demi kepentingan negara dan kebenaran (Dahrma).
Jadinya partai politik hanyalah wadah untuk
menjaring aspirasi, merumuskan dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Rumusan aspirasi tersebut diwujudkan menjadi program yang praktis sampai dapat dinikmati oleh rakyat. Kalau
dari pengabdian tersebut politisi
mendapat imbalan berupa penghormatan,
jabatan ,fasilitas dan lain-lainnya itu saya kira wajar wajar saja..Namun
jangan lah itu dijadikan motivasi berpolitik.Kalau kedudukan pribadi tersebut
dijadikan dasar berpolitik,hal itulah
yang patut digolongkan perilaku politik yang menyimpang dari prinsip politik
yang benar.Karena perilaku politik yang menyimpang itulah menyebabkan banyak
pihak berpendapat politik itu kotor.
Sesungguhnya
perbuatan kotor dapat dilakukan diberbagai bidang.Dalam bidang agama pun banyak
orang melakukan perbuatan kotor.Namun
tidaklah berarti agamanya yang disebut kotor.Manusianya yang berpolitik
atau beragama itulah yang kotor.karena
itu parapolitis wajib mengembalikan citra politik itu agar kembali citranya
mulia.
Agar
politik kembali mulia para politisi haruslah menjadikan moral agama sebagai
landasan berpolitik.Janganlah agama dan politik dipisahkan dan dipertentangkan. Namun posisi dan fungsi
antar agama dan politik itulah yang harus didudukkan pada posisi dan fungsi
yang tepat dan benar. Agama menjaga politik dengan moral yang luhur dan mental
yang tanguh.Sedangkan politik sebagai
pengawal agama agar jangan agama diselewengkan untuk kepentingan yang sempit.Membangun agama demi bangsa dan
membangun bangsa untuk melindungi
agama. Nilai-nilai agama akan menjadi
kekuatan untuk meluhurkan moral dan
mental bangsa. Negara dan bangsa yang kuta akan da[pat menjamin
kebebasan umat beragama untuk melakukan
ajaran Agama sesuai dengan pilihanya.
Bangsa
yang kuat akan memberikan pengayaoman pada kehidupan beragam yang baik. Motif
pribadi yang sempit sebagai dasar berpolitik, kalau gagal akan menimbulkan kekecewaan. Kalau berhasil
mencapai kedudukan akan timbul
kecongkakan dan penyalah gunaan
wewenang.Jabatan dan wewenang yang diperoleh bukan untuk mengabdi pada mereka yang menderita,namun untuk
menimbulkan kekayaan demi kepentingan diri dan keluarga..Iulah penyelewengan politik yang menimbulkan dosa sosial. Mahatma
Gandhi adalah contoh pemimpin perjuangan politik yang sangat mulia. Mahatma
Gandhi berjuang melawan penjajah inggris menggunakan
landasan Satya Graha,Ahimsa dan Swadesi
sebagai filosofi perjuangannya.Atas landasan
filosofi tersebut Mahatma Gandhi mendapat dukungan dari seluruh rakyat india.Setelah
perjuangannya berhasil justru Mahatma Gandhi tidak mau memgang jabatan
empuk dikursi kekuasaan.. Yang diperjuangkan justru Nehru,seorang Pandita Hindu menjadi Perdana
Mentri pertama India. Radha Krisna seorang suci akhli Darsana (Filsafat Hindu ) yang sangat
terkenal dijadikan Presiden pertama India. Auro Bindo yang dijadikan ketua
Parlemen India pertama .Auro Bindo juga seorang Resi..Jdinya mahatma Gandhi
adalah seorang politisi,negarawan dan rokhaniawan Hindu yang komplit..Karena
perjuanganya itu Mahatma Gandhi sampai mencapai keadaan hidup tanpa nafas.
Artiny meskipun Mahatma Gandhi sudah tidak bernapas lagi,apa ayang pernah
beliau lakaukan itu menjadi teladan dan sumber inspirasi dari jutaan manusia di
dunia.Pikiran,ucapan dan tindakanya benar-benar memberikan penerangan jiwa pada banyak manusia dan para pemimpin
di dunia ini.
Satya
Graha adalah salah satu Wrata dari Mahatma Gandhi yang artinya suatu sikap yang berpegang teguh
pada kebenaran Weda..Ahimsa adalah Wrata
berikutnya yang artinya Mahatma Gandhi pantang menggunakan cara-cara
kekerasan atau kasar dalam
memperjuangkan cita-citanya..Wrata berikutnya adlah Swadesi artinya suatu sikap
hidup mandiri tidak tergantung pada pihak lain.Dari tiga belas Wrata yang
dijadikan pegangan dalam perjuangan oleh
Mahatma Gnadhi. Tiga dasar perjuangan itulah yang menyebabkan penjajah Inggris
menjadi takluk dan menjadikan India merdeka dari penjajahan.
Dalam Itihasa dan Purana banyak juga tokoh-tokoh politik yang juga seorang
Negarawan yang dapat dijadikan contoh dalam mengembangkan paradigma politik
Hindu. Dalam Sastra Weda kita mengenal Ilmu Arthasastra atau Nitisastra sebagai
Ilmu yang mengandung muatan ilmu politik .Karena dalam kitab Sastra Weda tersebut ada konsep untuk
membangun suatu kehidupan bernegara yang sejahtra..Seperti adanya kewajiban
untuk mengamalkan ajaran Catur Widya atau empat Ilmu untum membangun Negara
sejahtra. Catur Widya itu adalah Anwiksaki = Ilmu Idiologi..Weda Trayi = ilmu
untuk membangun moral yang luhur. Wartta =ilmu untuk membangun
kesejahtraan ekonomi dan Dandha Niti
=ilmu management.
Demikian
juga dalam Ilmu Nitisastra dikenal adanya konsep pemukiman yang idial .Agar
pemukiman itu menjadi wadah kehidupan yang kondusive membangun kehiduapn yang sejahtra
lahir batin..Dalam kitab Kautilya Athasastra dan juga Manawa Dharmasastra terdapat bagaiamana membangun suatu negara dengan unsur-unsurnya
yang lengkap.Hal ini agar kehiduopan politik disuatu negara dapat memberi kontribusi untuk
membangun stabilitas hidup dalam artian yang luas. Dengan mengikuti
ajaran Nitisastra ini dalam melakukan kegiatan berpolitik maka politik itu
tidaklah kotor.
Hubungan Agama Dan Negara.
Sumber ajaran Agama Hindu adalah kitab suci Veda. Kitab
suci Veda adalah Sabda Tuhan sering juga
disebut Apuruseya Sabda. Apuruseya Sabda
artinya bukan ucapan manusia. Isi kitab suci Veda adalah “Sanatana Dharma “
artinya kebenaran yang kekal abadi.Swami Siwananda menyatakan bahwa isi Veda
yang kekal abadi itu penerapannya selalu “Nutana “ artinya selalu dapat
diperbaharui sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan jaman.Syair-syair kitab
suci Veda disebut Mantra sedangkan tafsir Veda yang disebut kitab Sastra Veda
syairnya disebut Sloka.
Mantra-Mantra Veda itu sebagai Sabda
Tuhan dinyatakan dalam Mantra Atharvaveda X.7.20.,Mantra Yajurveda XXXI,7.
Kitab suci Veda sebagai Sabda Tuhan dinyatakan pula dalam kitab suci Bhagawad
Gita XV.15 dan Manawa Dharmasastra I.23.Karena itulah tidak benar di dunia ini
ada Agama langit dan agama bumi dan Agama Hindu selalu digolongkan Agama
bumi.Penggolongan itu sama sekali tidak berdasar.
Kebenaran Veda yang kekal abadi itu agar
selalu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman maka
penerapanya agar sukses (Dharma Sidhyartha) harus terus diperbaharui (Nutana
Dharma).Karena itu Agama Hindu dalam pengamalanya ada aspek yang tidak boleh
dirubah dan ada aspek yang dapat dirubah. Karena itu penerapan Agama Hindu agar
sukses, Manawa Dharmasastra VII.10 menunjukan lima pedoman untuk dijadikan
dasar pertimbangan menerapkan ajaran Agama Hindu. Lima pedoman sebagai dasar
bertimbangan menerapkan ajaran Hindu itu adalah : Iksha,Sakti,Desa, Kala
danTattwa. Maksudnya Agama Hindu itu boleh disesuaikan dengan cita-cita hidup
seseorang atau masyarakat (Iksha).disesuaikan dengan kemampuan umatnya
(Sakti),disesuaikan dengan keadaan setempat (Desa) dan disesuaikan dengan waktu
dan jaman (Kala).Namun demikian tidak boleh bertentangan dengan kebenaran yang hakiki dari Veda (Tattwa). Jadinya Tattwa
inilah yang harus kekal abadi. Inilah menyebabkan Agama Hindu bentuk luarnya
dimana-mana berbeda-beda.Namun intinya pasti sama dan universal.Inilah yang
sekarang disebut berpikir universal bertindak lokal.
Prof DR.S.Radhakrishnan akhli ilmu
filsafat dan Presiden India pertama menyatakan Hindu itu bukan semata-mata “The Hindu Religion” tetapi intinya adalah
“The Hindu Way Of Life “.Pernyataan S.Radhakrishnan ini dikutip oleh Sri Swami
Siwananda dalam bukunya All About Hinduisme. Maksudnya pernyataan Radhakrishnan
ini adalah Hindu itu bukanlah semata-mata Agama sebagia ajaran rokhani untuk
mencapai Tuhan yang bersifat Supra Empiris.Tetapi ajaran Hindu itu adalah
merupakan tuntunan hidup yang universal yang menuntun umat manusia menapak
kehidupanya di dunia ini sampai di dunia yang lain. Karena itu Sri Swami
Siwananda juga menyatkan bahwa kitab Catur
Veda memuat 20389 Mantra atau syair suci. Seluruh Mantra Veda itu
mengandung empat kelompok untuk menuntun empat tahapan hidup yaitu:
1.Mantra Samhita: memuat tuntunan
hidup Brahmacari (tahapan hidup berguru)
2.Brahmana : memuat tuntun
hidup Grhastha (tahapan hidup berumah tangga)
3.Aranyaka :memuat tuntunan
hidup Wanaprastha (tahapan hidup saat pensiun)
4.Upanishad :memuat tuntunan hidup Sanyasin (tahapan hidup untuk
meninggal
kan kehidupan di dunia ini menuju
dunia yang lain.
Untuk menata tuntunan hidup tersebut
manusia harus berkerja sama satu sama lainya.Kerjasama itu pada awalnya dalam
bentuk yang sederhana sampai terbentuknya Negara dalam bentuk Kerajaan.Untuk
menata hidup bersama itu Tuhan menciptakan manusia unggul yang memiliki
sifat-sifat Dewata dan melebihi dari sifat-sifat manusia yang
dipimpinnya.Inilah yang disebut Raja dalam kitab Manawa Dharmasastra VII dalam
beberapa Sloka (syairnya). Raja dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata Raj
artinya memimpin pengamalan ajaransuci Veda dalam masyarakat Kerajaan.Karena Raja
itu manusia tentunya disamping memiliki kelebihan ada juga kekuranganya. Untuk
memelihara kelebihanya itu dan menekan kekuaranganya Tuhan menurunkan Putranya
yang disebut Dharma sebagai pegangan Raja dalam menjalankan kewajibanya
memimpin pengamalan Veda.Dalam Manawa
Dharmasastra.VII.14 menyatakan :
Demi untuk itu Tuhan menciptakan Putranya
Dharma,pelindung semua makhluk, penjelmaanya dalam bentuk Undang-undang
(hukum).Inilah wujud kemuliaan dari Tuhan.
Dalam Sloka berikutnya yaitu Manawa
Dharmasastra VII,17 dinyatakan bahwa :
Undang-Undang (hukum) itu adalah suami
bagi Raja yang mengatur berbagai hal dari penguasa.Dan itu disebut kepastian
bagi keempat tingkatan hidup yang tunduk kepada undang-undang.
Selanjutnya dalam Manawa Dharmasastra
VII,18 dinyatakan tentang kedudukan hukum dalam kehidupan bersama dalam
Kerajaan sbb:
Hukum itu sendiri yang memerintah
(menggerakan) semua makhluk.hukum itu sendiri yang melindungi mereka,hukum yang
berjaga selagi orang tidur.Orang-orang bijaksana menyamakanya (hukum) itu
dengan Dharma.
Memperhatikan beberapa pernyataan kitab
suci Manawa Dharmasastra itu bahwa Agama Hindu sebagai Sabda Tuhan juga
mengatur kehidupan umat manusia di dunia ini dari tahapan hidup Brahmacari
Asrama yaitu tahapan hidup berguru sampai pada tahapan hidup mempersipakan diri
untuk meninggalkan hidup di dunia Sekala (nyata) dan menuju kehidupan di dunia
lain yaitu di dunia Niskala (dunia rokhani).
Untuk mensukseskan tujuan hidup pada
setiap tahapan hidup dibutuhkan kerjasama dalam wujud Negara yang pada jaman
dahulu disebut Kerajaan.Kehidupan bersama dalam Kerajaan itu dipimpin oleh
seorang Raja.Raja dalam memimpin itu tidak boleh menuruti kehendaknya sendiri
.Kekuasaan Raja dan aparat bawahanya dibatasi oleh Dharma atau undang-undang
sebagaimana dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VII,Sloka 14 dan 17 tersebut.
Hal ini menyatakan bahwa Agama Hindu tidak mengenal Negara kekuasaan tetapi
Negara Hukum.Karena menurut kutipan Manawa Dharma sastra diatas bahwa Hukum itu
suami bagi Raja. Ini artinya kedudukan hukum lebih tinggi dari Raja. Hukum itu
adalah ciptaan Tuhan dan orang yang boleh menjadi Raja adalah orang yang
memiliki sifat-sifat Kedewataan.Ini artinya Raja itu harus orang yang
religius.Raja yang religius itu adalah
orang yang memiliki delapan sifat-sifat Dewa sebagai manifestasi Tuhan.
Hal ini dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VII.7.Delapan sifat-sifat Dewa
inilah dalam kitab Ramayana disebut Asta Brata.Dalam Asta Brata Ramayana
Walmiki dan Ramayana Kekawin hal ini dijelaskan lebih jelas dan rinci.
Jadinya menurut konsep Hindu ,Agama
memberikan landasan moral dan etika untuk mengatur kehidupan manusia didalam
kehidupan bersama dalam Negara agar umat manusia dapat mewujudan tujuan
hidupnya dengan tertib dan benar.
Dalam sistim pemerintahan Kerajaan
menurut ajaran Hindu Raja itu harus selalu didampingi oleh Pandita yang disebut
Purohita.Puro hita ini bukan dibawah kekuasaan Raja. Raja juga bukan bawahan
dari Purohita.Hal ini diuraikan secara panjang lebar dalam kitab Kautilya
Arthasastra. Kesejajaran Raja dan Purohita sebagai Pandita istana nampak dalam sistim pengangkatan seorang Raja dan
Purohita. Kalau menobatkan Raja dilakukan oleh Pandita istana (Purohita) dengan
suatu Upacara yang disebut Raja Suya.Jadinya Purohitalah yang menobatkan Raja.
Sebaliknya pelantikan Purohita dilakukan oleh Raja. Raja melantik Purohita
dengan suatu Upacara yang disebut Brhaspati Sawa.
Kesejajaran kedudukan Raja dan Purohita
ini menggambarkan bahwa ajaran Hindu memandang membina kehidupan duniawi
sejajar dengan membina kehidupan rokhani.Jadinya Agama menurut pandangan Hindu
bukan mengurus hal-hal rokhani semata.Kehidupan
duniawi dan rokhani harus dibuat bersinergi.Raja dan Purohita itulah
yang berkewajiban untuk mensinergikan dua kehidupan itu.Atasan Raja dan Purohita
adalah Dharma (undang—undang).Dharma itu artinya sangat luas.Namun dalam hal
ini Dharma itu artinya undang-undang yang bersumber dari Sabda Tuhan.
Jadinya menurut pandangan Hindu kehidupan
bernegara dan beragama memang berbeda tetapi tidak terpisah. Namun perbedaan
itu bukan perbedaan yang berdikotomi. Perbedaan itu adalah perbedaan yang
komplementatif sinergis.Artinya perbedaan yang saling lengkap melengkapi dan
saling memperkuat satu sama lainya.
Konsep Negara Menurut
Pandangan Hindu.
Negara dalam ajaran Hindu di sebut
Rajya.Yang memimpin Rajya inilah disebut Raja. Menurut ketentuan Manawa
Dharmasastra IX,294 suatu kehidupan bersama dapatdisebut Rajya atau Negara apa
bila memiliki tujuh unsur yaitu : Swamin (Raja).Amatya (para Mentri), Puram (IbuKota),Rastra
(wilayah),Kosa(perbendaharaan),Danda (angkatan
bersenjata) dan Suhrittatha ( Negara
sahabat yang mengakui ).Namun dalam Manawa DharmasastraVII,157 unsur Negara itu ada lima yaitu Amatya ( pemerintahan = semacam kabinet ),Rastra
(wilayah),Artha (harta benda) juga berarti tujuan,Durgha (benteng) dan
Dandakyah (angkatan bersenjata).Dalam kitab Kautilya Arthasastra konsep Negara
itu harus memenuhi tujuh unsur yaitu :Swamin (Raja) ,Amatya ( pemerintahan),
Janapada(wilayah dan penduduk),Durgha (benteng pertahanan) ,Kosa
(perbendaharaan Negara).Bala (angkatan bersenjata) dan Mitra (Negara sahabat
yang mengakui).
Unsur Negara inilah kemungkinan menjadi
konsep Catur Bhuta Negara pada jaman Majapahit yaitu Prabhu (Raja),Praja
(penduduk), Mandala (wilayah) dan Dharma Negara (tujuan Negara). Dalam beberapa
contoh konsep Negara menurut Hindu tidak dimasukanya unsur Putohita.Ini artinya
sistim kehidupan beragama tidak secara langsung berada dibawah sistim
pemerintahan negara.Namun demikian sistim kehidupan beragama itu tidak
berdikotomi dengan sistim pemerintahan Negara.Sistim beragma itu memberikan
sinergi dan kontrol pada sistim pemerinthan Negara.Ini artinya sistim beragama
itu hendaknya bukan subordinasi dari sistim pemerintahan Ngegara.Meskipun
demikian bukan berarti sistim beragama berada diluar Negara. Sistim beragama
itu menjadi sumber inspirasi dari kehidupan pemerintahan Negara.
Raja dalam ajaran Hindu disebut sebagai
golongan Ksatria. Dalam ajaran Hindu dinyatakan Raja itu wajib berbuat untuk
menciptakan rasa aman dan mengusahakan kesejahtraan bagi rakyatnya. Dalam
Manawa Dharmasastra I,89 dinyatakan : Prajanam raksanam daanam. Artinya para
Ksatria diwajibkan oleh Tuhan untuk memberikan rasa aman (Raksanam) dan
terciptanya kesejahtraan (Daanam) bagi rakyatnya (Prajanam). Dalam Sloka
tersebut dinyatakan pula Raja sebagai Ksatria untuk melakukan Upacara
keagamaan,mendalami kitab suci dan mengendalikan hawa nafsunya. Jadinya secara Sekala
Raja itu berbuat untuk mengusahakan rasa aman dan sejahtra bagi rakyatnya.
Sedangkan secara Niskala Raja hendaknya melakukan Upacara keagamaan
untuk mendoakan keselamatan rakyat ,membekali dirinya dengan pengetahuan suci dengan mendalami kitab suci dari
Agama yang dianutnya.Dan yang sangat penting Raja memberikan contoh dalam
hidupnya tidak hidup untuk menghumbar hawa nafsu.
Konsep Negara Sekuler dan Negara Agama.
Istilah Negara Sekuler dan Negara Agama
sepanjang pengetahuan saya tidak dikenal dalam pandangan Agama Hindu. Istilah
Sekuler dan Sakral sering membuat kita terkecoh pada suatu debat yang tidak tentu ujung pangkalnya.
Istilah itu harus dibatasi pengertianya.Dalam kenyataanya Negara Sekuler itu
adalah Negara yang tidak menjadikan ajaran suatu Agama tertentu sebagai dasar
menata pemerintahan Negara. Sedangkan Negara Agama adalah Negara yang
menjadikan ajaran Agama tertentu sebagai dasar Negara. Dinegara yang tidak
menjadikan ajaran Agama tertentu sebagai dasar bernegara kehidupan beragama
malahan ada yang baik dalam artian Agama mampu memberikan kontribusi yang
positif pada prilaku penduduknya baik
yang duduk menjadi pejabat Negara maupun yang
menjadi pengusaha dan lain-lainya.Menurut pandangan Agama Hindu kehidupan bernegara dalam
artian oprasional hendaknya diciptakan manusia sendiri.Namun demikian ajaran
Agama sebagai sabda Tuhan dapat dijadikan sumber inspirasi dalam menciptakan
berbagai hal dalam kehidupan bernegara yang baik dan benar.Dalam pengertian ini
konsep Sakral dan Sekular tidak dicampur adukan namun dibuat saling bersinergi dalam kehidupan
bersama dalam kehidupan bernegara. Kehidupan Sekuler tidak menentang kehidupan
beragama yang Sakral dan kehidupan beragama yang Sakral tidak melupakan
kehidupan yang duniawi yang Sekular.Dengan bersinerginya kehidupan Sakral dan
Sekular ini dapat membangun manusia seutuhnya. Namun kalau yang Sakral dan yang Sekular dicampur adukan
lebih-lebih dibuat dikotomis maka semua sistimpun akan menjadi rusak. Ibarat
bubur kacang hijo di isi kecap dan saos.
Namun kalau mie kuah diisi kecap dan saos, setelah makan mie kuah kita makan
bubur kacang hijo hal itu justru menjadi semuanya enak.
Hubungan Sakral dan Sekular ini mungkin
mirip dengan konsep Sekala dan Niskala dalam ajaran Hindu.Seperti kalau umat
Hindu bikin rumah.Setelah rumah selesai secara fisik terus diupacarai secara
keagamaan Hindu. Rumah yang diselesaikan secara fisik itu disebut langkah
Sekala. Sedangkan Upacara keagamaan Hindu untuk meresmikan rumah itu disebut
langkah Niskala. Ini artinya mensinergikan yang nyata dan yg tak nyata
Jadinya Negara Sekular dan Negara Agama
itu tidak dikenal dalam sistim bernegara menurut ajaran Agama Hindu. Dalam
kehidupan bernegara menurut ajaran Agama
Hindu itu menata kehidupan pemerintahan Negara disebut langkah Sekala ,sedangkan Upacara keagamaan
bagi pemimpin Negara dan untuk keselamatan Negara hal itu disebut langkah
Niskala.
Demikian juga menyangkut kehidupan
berpolitik. Hindu tidak mengenal istilah “ politik kotor Agama suci “.
Berpolitik itu tujuanya juga suci seperti tujuan beragama.Karena politik itu
hahekatnya adalah mengabdi pada kepentingan rakyat banyak dan mengabdi kepada
mereka yang menderita.Mengabdi kepada rakyat
terutama kepada mereka yang menderita dengan konsep yang dianut oleh
politisi bersangkutan. Karena itu berpolitik itu ada dua wujud kegiatanya yaitu
mencari pengaruh (hegemoni) dan mencari kekuasaan (dominasi). Mencari pengaruh
untuk tujuan mulia dan mencari kekuasaan untuk mengabdi kepada yang dikuasai
hal itu justru mulia.Mencari pengaruh itu sesungguhnya untuk mendapatkan
kepercayaan dan dukungan akan gagasan mulia dari politisi bersangkutan.Demikian
juga mencari kekuasaan untuk mendapatkan kesempatan mewujudkan gagasan
pengabdianya kepada rakyat.Itulah prinsip politik.Karena itulah Mahatma Gandi
menyatakan bahwa : “Politik tanpa prinsip menimbulkan dosa sosial”. Mengapa
timbul istilah “Agama suci politik kotor
“.Hal itu muncul sebagai pernyataan atas kenyataan yang terjadi dalam praktek
kehidupan berpolitik. Politisi mencari pengaruh dan kekuasaan untuk mendapatkan
fasilitas publik untuk mengumbar hawa nafsu dan popularitas untuk kepuasan
hidup duniawinya.Bahkan dalam kehidupan berpolitik itu mereka menghalalkan
semua cara.Yang penting tujuan tercapai soal cara tidak perlu diperhitungkan
landasan moralnya. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip politik.Kalau
saja politisi itu mau bertapa artinya tidak berpolitik dengan hawa nafsu tetapi
berpolitik dengan hati nurani,maka politik itu suci karena untuk mengabdi kepada
rakyat.Pengabdian politisi kepada rakyat itulah yang akan membawa politisi
suci.
Kesimpulan.
1. Kehidupan politik di
Indonesia dewasa ini semakin jauh dari
idialisme politik untuk mengabdi pada kehidupan masyarakat yang dinamis dan stabil.Karena hanya
dalam keadaan stabil itulah masyarakat dapat berdinamika membangun
dirinya mendapatkan kehidupan yang aman dan sejahtra lahir batin.
2.Pembangunan bidang Agama
/moral di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi yang berarti pada kemajuan berpolitik di Indonesia.
3.Politik dalam Negara
Theokrasi Hindu sesungguhnya dapat
membangun kehidupan politk.Karena ajaran Agamalah yang dijadikan pegangan utama
oleh para politisi dalam melakukan kegiatan politik. Runtuhnya Negara Kerajaan
yang Theokrasi karena para politisi (para Ksatria) tidak lagi berpegang pada
ajaran Agama dalam melakukan kegiatan
politik.
4. Untuk mengembalikan
kehidupan politik yang sehat hendaknya dikubur slogan politik kotor Agama suci.
Karena Politik dan Agama itu sama-sama suci cuma sumbernya yang berbeda.
Politik hasil upaya hati nurani
manusia.Sedangkan Agama adalah Sabda Tuhan. Prilaku kotor itu dapat saja
dilakukan oleh politisi maupun oleh tokoh Agama.
5.Politik dan Agama dalam artian
spiritualitasnya harus disinegikan dalam kehidupan berpolitik.Dengan demikian
orang berpolitik itu akan menjadikan
Agama sebagai pedoman prilaku dalam berpolitik
yang lebih riil dalam masyarakat.
6. Jangan mentabukan politik dalam
kehidupan beragama,sepanjang berpolitik itu dilakukan berdasarkan prinsip
politik yang benar yaitu mengabdi pada mereka yang menderita.
Demikianlah pandangan Hindu tentang politik dalam kehidupan bernegara.
.
PUSTAKA YANG
DIGUNAKAN.
Bibek Debroy,Dipavali
Debroy :
Padma Purana
Th 2000.
Narada Purana
Brahma
Purana.
Darmayasa,I
Made
: Canakya Niti Sastra,alih bahasa dan
Th 1995.
komentar.
Penerbit.Yayasan
Dharma Naradha
Cetakan Pertama.
Kajeng.I
Nyoman.
: Sarasamuscaya.alih bahasa.
1970/1971
Penerbit Ditjen Bimas Hindu dan Budha.
Mantra.Prof DR
Ida Bgs. :
Bhagawad Gita,Alih Bahasa
Th 1967. Penerbit : PHDI Pusat.
Ngurah Bagus.Prof DR I
Gusti (Penyunting) : Hindu
Dharma (Kumpulan Naskah)
Th.1995.
Penerbit: Upadasastra Denpasar
N.Kasturi.Prof.DR.
: Dharma Wahini.disunting/terjemahan
oleh: Dra RetnoS.Buntoro.
Th.1993 Diterbitkan Oleh:Komite Penerbitan
Buku Yayasan Sri Sathya Sai Indo
nesia.Jl.Pasar Baru Selatan N0:26
Jakarta.
Oka. I Gusti Agung.
: Slokantara,Alih Bahasa
Th..1992. Penerbit:
Hanoman Sakti
.
Jakarta.
Purwita.Drs Ida Bagus : Pengertian
Padharman di Bali.
Th 1980
Naskah Sekripsi.
Putra.dkk.Drs
I.Gst Agung Gede. :
Sejarah PerkembanganAgama Hindu
Th.1987.
di Bali. Penerbit.Pemda Bali
Puja.MA.I Gde
dan Tjok.Rai Sudharta.MA. : Manawa
Dharmasastra,alih bahasa.
Th.1977/1978. Penerbit :
Dep. Agama.R.I.
Poerbatjaraka,R.Ng. Prof
DR. Nitisastra
Kekawin,alih bahasa
Th,1971.
Diperbanyak oleh P.G.A Hindu Negeri
Radhakrishnan.DR.S.Terjemahan
oleh Tri,B.Sastrio : Pencarian Kebenaran
Th.2000.
Penerbit:F.Penyadaran Dharma
R.Goris.TerjemahanProf.Dr.Koentjaraningrat. : Sekte-Sekte di Bali.
Th.1974.
Penerbit : Bhratara.Jakarta.
Sri Swami
Siwananda.
: All About Hinduism.Diterjemahkan
oleh
Th.1988. Yayasan Sanatana
Dharmasrama.Surabaya
dengan judul.Intisari Ajaran Hindu. 1993.
Penerbit : Paramita Surabaya.
Sura.
Drs .I Gede. :
Pengendalian Diri dan Etika
Dalam Kehidupan.
1987 Penerbit.Ditjen Bimas
Hindu danBudha
Titib.
DR I Made. :
Ketuhanan Menurut Weda.
Th 1994
: Penerbit : Pusataka Manik Geni.
Titib.
DR. I Made.
:Teologi Hindu Dan Simbol-Simbol
Th.2000.
Dalam Agama Hindu.
Penerbit. Paramita
Suarabaya.
Titib.Drs. I Made.
: Weda Walaka.
Th.1986.
Penerbit:PT. Dharma Nusantara
Bahagia.
Jakarta.
Titib.DR I
Made.
: Veda Sabda Suci.
Th.1996.
Pedoman Praktis Kehidupan
Penerbit : Pramita Surabaya.
Titib.DR.I
Made.
: Purana.
Th.2001/2002. Penerbit:
STAH.Negeri Denpasar.
Vivekananda(terjemahan) :
Suara Vivekananda
Th. 1972.
Stensilan Institute Hindu Dharma
Vivekanada (terjemahan,Yogamurti.M.R. : Karma Yoga.
Th.1973
Penerbit:Murnianda.Brotherhood
Wiana.
Drs I Ketut. :
Berbhakti Kepada Leluhur,
Th.1998
Upacara Pitra Yadnya dan Upacara
Nuntun Dewa Hyang.
Penerbit :
Paramita Surabaya.
Wiana.Drs I Ketut :
Memelihara Tradisi Weda
Th. 2002.
Penerbit Bali Post.
Wiana.I Ketut. :
Nitisastra,Ilmu Bangun Negara.
Th.1982.
Penerbit: Ditjen Bimas Hindu dan Budha.
Dep.Agama.R.I. Jakarta.
Wiana.
Drs .I Ketut :
Veda Vakya.Tuntunan Praktis Memahami
Th. 2002.
Veda.Jilid Pertama.
Penerbit.
Bali Post.
Wiana.I
Ketut : Veda Vakya: Mendalami Isi Veda.
Th.2003.
Jilid Kedua
Penerbit : Bali Post.Denpasar.
Wiana.DKK
. Drs. I Ketut
: Acara. III.
Th 1989.
Penerbit .Upada Sastra.
Wiana.
Drs I Ketut
Yadnya Dan Bhakti Dari Sudut Pandang
Th. 1995.
Penerbit. PT. Pustaka Manik Geni.
Wiana.Drs I Ketut.
: Beragama Pada Zaman Kali
Th.1999.
Yayasan Dharma Naradha.
Wettam
Mani.
: Puraanic Ensyclopaedia.
Th.1989. Penerbit.Motilal Banarsidhass Dehli,Ind
Wiana.Drs.I
Ketut
: Pelinggih di Pamarajan.
Th.1992.
Penerbit.Upadasastra.Denpasar.
Wiana.Drs
.I Ketut. :
Cara Belajar Agama Hindu Yang Baik.
Th.1997.
Penerbit: Yayasan Dharma Naradha.
Wiana.Drs I Ketut.
: Beragama Pada Zaman Kali
Th.1999.
Yayasan Dharma Naradha.
Wiana.Drs I Ketut : Memelihara Tradisi Weda
Th. 2002.
Penerbit Bali Post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar