Jumat, 11 November 2016

MAKNA SARWA PRANI SEBAGAI SARANA UPACARA

Upacara Yadnya dalam Agama Hindu sebagai suatu visualisasi nilai-nilai ajaran Agama Hindu agar mudah dapat dijangkau oleh seluruh lapisan umat dengan segala keaneka ragamannya.Untuk memvisualisasikan nilai-nilai ajaran tersebut  ada yang disebut Yantra.Yantra artinya  nilai yang abstrak disimbolkan dengan sarana yang nyata.Salah satu wujud sarana tersebut adalah Banten atau ada juga yang menyebutkan sesaji.Dalam Lontar Yadnya Prakerti Banten itu memiliki tiga makna.Banten lambang diri manusia yang memuja Tuhan (pinaka raganta tuwi).Banten berarti juga simbol Kemahakuasaan Tuhan(pinaka warna rupaning Ida Bhatara).Banten juga lambang alam semesta (pinaka Anda Bhuwana). Untuk membuat Banten itu digunakanlah tumbuh-tubuhan ,hewan dan bahan alam lainya. Penggunaan Sarwa Prani (tumbuh-tumbuhan dan hewan) itu sebagai sarana Upacara Yadnya  memiliki tujuan yang sangat mulia. Manawa Dharmasastra V.40 menyatakan bahwa  tujuan penggunaan Sarwa Prani itu adalah bertujuan untuk mendoakan agar semua jenis Sarwa Prani tersebut menjadi meningkat penjelmaanya yang akan datang demikian juga kwalitas dan kwantitas keturunanya  selanjutnya.Penggunaan Sarwa Prani sebagai sarana Upacara keagamaan adalah suatu upaya Niskala dalam wujud ritual keagamaan.Setiap langkah Niskala seyogyanya ditindak lanjuti dengan langkah  Sekala atau nyata. Ini artinya doa itu harusnya diwujudkan dalam tindakan  yang lebih nyata oleh umat Hindu dengan dengan langkah-langkah nyata menjaga kwalitas dan kwantitas populasi Sarwa Prani tersebut. Kalau populasinya sudah menurun semestinya penggunaan tumbuh-tumbuhan dan hewan itu juga dikurangi dalam kegiatan Upacara Yadnya. Apa lagi dalam petunjuk melaksanakan  Upacara Yadnya itu ada tingkatan Nista,Madya dan Utama. Tiga tingkatan Upacara Yadnya itu hanya berarti wujud fisik dari Upacara tersebut. Kalau Bantennya besar dan lengkap disebut Utama.Kalau sedang disebut Madya dan kalau kecil disebut Nista.Hal ini hanya mengandung makna duniawi nya.Sedangkan makna rokhaninya sangat tergantung pada kwalitas keyakinan dan ketulus ikhlasan yang melangsungkan Upacara tersebut .Kalau keadaan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang dijaidkan sarana Upakara  sudah semakin langka semestinya wujud Banten yang sedang atau yang kecil sajalah yang diambil. Dengan demikian Upacara  Yadnya tidak justru ikut memperburuk populasi kwalitas dan kwantitas Sarwa Prani yang ada.

Menurut Manawa Dharmasastra I.86 prioritas beragama pada jaman Kali bukanlah pada Upacara Yadnya namun melakukan Dana Punia. Beragama dengan memprioritaskan Upacara Yadnya  sebagai hal yang utama adalah cara beragama pada jaman Dwapara Yuga.Ini artinya pada jaman apapun Upacara Yadnya itu harus ada namun yang berbeda adalah skala prioritasnya.

Di Bali keadaan alam lingkungan sudah semakin memprihatinkan.Pohon kelapa.pisang ,bunga-bungaan,buah-buhan sudah  sangat merosot produksinya.Demikian juga kwalitas dan kwantitas populasinya.Kalau prioritas beragama masih saja mengutamakan Upacara yadnya yang besar,hal itu sudah tidak didukung oleh alam Bali. Akhirnya umat lebih banyak menggunakan sarana import. Seperti buah-buahan luar negeri, janur,pisang, bunga dan sejenisnya  sudah mendatangkan dari luar Bali.Hal ini tentunya tidak menimbulkan pasaran di daerah Bali sendiri.Dari sudut pandang ekonomi ini sudah patut dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.Karena sarana Upacara sudah semakin banyak  mendatangkan dari luar Bali,maka semangat penduduk untuk melestarikan buah-buahan asli Bali demikian juga tumbuh-tumbuhan dan hewan yang lainya akan menjadi memudar.Upacara Yadnya sesungguhnya memiliki dimensi  mendinamisasikan Dharma, Artha dan Kama.Kalau dimensi ini dapat dijaga maka Upacara Yadnya itu bukanlah suatu pemborosan,meskipun ada yang karena kemampuanya membuat Upacara Yadnya yang besar atau Utama. Karena keadaan alam sudah semakin tidak mendukung, Upacara Yadnya dalam bentuk Banten dipilih yang kecil saja.Yang lebih diutamakan melakukan langkah nyata untuk mengusahakan lestarinya berbagai tumbuh-tumbuhan yang semakin langka itu. Sedangkan tekanan beragama dikembalikan pada konsep beragama pada jaman Kali yaitu  berdana punia sebagai mana telah diajarkan dalam Manawa Dharmasastra tersebut diatas.Dana Punia itu diarahkan untuk membangun Suputra.Seperti membantu anak-anak cerdas berbakat tetapi ekonomi orang tuanya kurang mampu mendukung pendidikan anaknya. Karena menurut Slokantara lebih utama memiliki seorang Suputra dari seratus kali berupacara yadnya.


Dari : I Ketut Wiana.

Hal  : Naskah Untuk Mimbar Agama Hindu di Bali Post. Sudahdimuat tgl 11-6-2002 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net