Kehidupan beragama Hindu tidak dapat
dilakukan sepotong-sepotong. Karena yang disebut Agama Hindu itu adalah
menyangkut Tattwa,Susila dan Upacara Yadnya.Ini diibaratkan sebutir telor.
Kuning,putih dan kulit telor itu merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan.Demikian jugalah dalam mengamalkan ajaran Hindu.Pengamalan ajaran
Agama Hindu yang sepotong-sepotong itu akan menimbulkan masyalah kalau ia tidak
dipahami secara seimbang.Kalau kita hanya pentingkan Tattwanya tanpa diwujudkan
dalam kehidupan bersusila dan berupacara Yadnya maka Tatwa itu akan kering
sulit dijangkau oleh berbagai lapisan sosial yang beraneka ragam itu.Pada hal
ajaran Agama itu untuk menuntun semua lapisan masyarakat dengan beraneka ragam
type dan kahrakter itu.Kalau susila dan
Upacara Yadnya tanpa Tattwa maka Susila dan Yadnya itu akan semakin kehilangan
makna.Pada hal beragama itu yang paling puncak adalah pemaknaanya dalam
menuntun kehidupan umat penganutnya. Susila dan Upacara Yadnya tanpa didasarkan
pada Tattwa yang benar dan tepat justru Susila dan Upacara Yadnya itu akan
kehilangan jiwa.Tattwa itulah rokh dari pengamalan Agama Hindu. Susila dan
Upacara Yadnya seharusnya merupakan pengejawantahan Tattwa.Berprilaku sopan
santun lemah lembut dengan bahasa yang sangat bertata krama itu sangat
utama.Kalau hal itu dilakukan untuk tujuan yang sempit seperti untuk menjilat
agar keinginan pribadi yang sempit dapat tercapai maka prilaku sopan santun lemah lembut dengan
bahasa yang penuh dengan tatakarama itu menjadi kehilangan makna.Itulah suatu
contoh Susila Agama yang tidak nyambung dengan Tattwa. Sikap sopan santun
dengan bahasa yang sangat bertata krama pada hakekatnya sebagai pengejawantahan
hati yang suci dan tulus.Ada juga orang gede berbahasa memuji-muji dengan
penampilan penuh perhatian kepada orang kecil seperti Dewa penolong datang
kemasyarakat bawah.Namun dibalik itu untuk menyembunyikan citra buruknya
sebagai orang yang mengkorup uang
rakryat dengan menyalah gunakan jabatannya. Penampilan manis itu untuk meredam
sikap kritis yang sering muncul dari masyarakat
belakangan ini. Upacara Agama janganlah digunakan untuk menyulap
kepalsuan seperti itu.Kadang-kadang ada Upacara Agama
digelar dengan suatu seremoni setelah ritual utamanya selesai.Seremoni itu
disertai dengan mengundang berbagai
pihak terutama para pejabat atau orang-orang gede lainya.Seremoni seperti itu
tentunya syah-syah saja.Namun dewasa ini ada pihak-pihak tertentu yang
menggeser hahekat seremoni tersebut .Seremoni dalam bentuk resepsi itu
bertujuan untuk mempertajam hahekat dan makna suatu hari raya Agama Hindu.Salah
satu hahekat dan makna hari raya keagamaan adalah untuk membangun kerukunan
hidup sesama manusia dengan tidak melihat perbedaan suku,ras,kepercayaan dan
aliran politik.Karena kerukunan itu sebagai suatu terminal sosial mengantarkan
manusia pada kehidupan yang aman dan damai.Hal prinsip itu sering digeser oleh
oknum-oknum tertentu menjadi ajang jual muka kepada penguasa atau pejabat untuk
membangun akses loby.Banyak orang yang gede dalam suatu jabatan tertentu
mendadak menjadi tokoh Agama dan pidato soal Agama dalam seremoni tersebut.
Dalam pidato tersebutpun diselipi pujian-pujian kepada penguasa yang hadir dan
selalu disesuaikan dengan selera sang penguasa.Kritik terhadap berbagai
ketimpanganpun ditiadakan ,takut kehilangan akses loby.Untuk mengadakan
seremoni seperti itu dibutuhkan dana ratusan juta rupiah.Pada hal untuk datang
kedaerah-daerah memberikan pelayanan kepada umat secara langsung bukan main
sulitnya mendapatkan dana.Kalau untuk dana mengadakan seremoni sebagai ajang
jual muka seperti itu orang-orang gede ramai-ramai menyodorkan sumbanganya agar
bisa ikut hadir dalam seremoni tersebut.Inilah seremoni Agama yang tidak menajamkan Tattwa atau
hahekat ajaran Agama.
Agar jangan pelaksanaan Susila dan
Upacara Yadnya terus menerus semakin menjauh dari makna Tattwanya perlu
diadakan Dharma Tula atau Dharma Wacana tentang suatu Upacara yadnya yang akan
dilangsungkan. Dharma Wacana dan Dharma Tula tersebut hendaknya dilakukan jauh
sebelum Upacara Yadnya itu dilaksanakan.Dharma Wacana dan Dharma Tula tersebut
hendaknya diikuti oleh semua pihak yang akan terlibat langsung atau tidak
langsung dalam Upacara Yadnya tersebut. Penulis sendiri sering diundang oleh
umat untuk menjelaskan Suksma atau Tattwa dari suatu Upacara Yadnya yang akan
dilangsungkan.Acara tersebut kadang-kadang diadakan beberapa kali sebelum
Upacara Yadnya itu dilangsungkan.
Dari
: I Ketut Wiana.
Hal : Naskah Untuk Mimbar Agama Hindu di Bali
Post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar