Tahapan
hidup berumah tangga dapat ditempuh apa bila sudah berhasil menjalankan
Swadharma sebagai Brahmacari.Menurut Nitisastra Kekawin menyatakan hidup
berumah tangga melalui perkawinan dapat ditempuh setelah berumur diatas dua
puluh tahun.Smara wisaya ruang puluhing ayusa,Demikian dinyatakan
dalam Nitisastra tersebut. Syarat tersebut mungkin baru secara fisik.Nanum
secara mental masih perlu diperhitungkan lebih matang.Setelah kawin
terbentuklah rumah tangga. Tahapan hidup berumah tangga ini disebutkan hidup
dalam tahapan Grhastha Asrama.Dalam kitab Agastia Parwa dinyatakan sbb: Grhastha
ngarania sang yatha sakti kayika Dharma.
Artinya Grhastha namanya adalah orang yang telah mampu mandiri mengamalkan
Dharma.Kemandirian mengamalkan Dharma dalam artian yang luas. Kemandian disini
tidak saja dalam artian fisik dan ekonomi.Kemandirian seorang Grhastha dalam
artian moral,mental dan wawasan.Dalam istilah populernya kalau sudah dewasa.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa istilah dewasa dalam bahasa Indonesia
sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekerta dari kata “dewasya” artinya terang
bersinar atau memiliki sinar. Orang dianggap dewasa apa bila sudah mampu memiliki
pendirian yang terang,jelas dan tentu dalam bersikap.Tidak ragu-ragu dalam
menyikapi perjalanan hidup ini. Itulah ciri kedewasaan sebagai modal memasuki
Grhastha Asrama.Salah satu fungsi Agama juga membangun sikap hidup yang
terang,,jelas dan tentu.Orang yang sudah dewasa itulah yang sangat tepat
memulai memasuki tahapan hidup Grhastha Asrama.Tanpa kedewasaan seseorang akan
lebih banyak mengalami kesulitan dalam menempuh tahapan hidup Grhastha.Setelah
menempuh Grhastha Asrama persoalan hidup bukan semakin sedikit dan semakin
gampang.Justru dalam kehidupan Grhastha orang akan lebih banyak menghadapai
beraneka ragam persoalan hidup.Namun hal itu tidak akan dirasakan sebagai beban
hidup yang memberatkan kalau dihadapi dengan sikap yang dewasa.Sikap dewasa ini
ditempa saat dalam tahapan hidup Brahmacari.Menguasai ilmu pengetahuan rokhani
(Para Vidya) dan ilmu pengetahuan duniawi (Apara Vidya) sebagai kekuatan yang
menyebabkan seorang - Grhastha
siap untuk mandiri.Kemandirian seorang Grhastha adalah menjalankan Dharmanya
sebagai Grhastha.Grhastha harus sudah siap melakukan dua macam kewajiban
utamanya yaitu Bhastri dan Pati.Bhastri artinya memiliki kemampuan untuk
menjamin secara mandiri kehidupan ekonomi keluarga.Karena itu saat masih dalam
tahapan hidup Brahmacari wajib mendalami Guna Vidya yaitu ilmu pengetahuan yang
mampu memberikan ketrampilan atau profesi sebagai modal utama untuk mencari
nafkah.Guna Vidya itu ilmu yang tergolong Apara Vidya .Kalau saat Brahmacari
hal ini tidak disiapkan dengan baik maka kehidupan Grhasthapun akan sulit dapat
dilakukan dengan baik dikemudian hari.Kuranglah baik kalau saat Grhastha masih
tegantung pada orang tua.Orang tua sifatnya hanyalah membantu menciptakan
kondisi agar seorang Brahmacari siap memasuki tahapan hidup Grhastha.Bhastri
ini adalah kewajiban pertama dari seorangGrhastha.Sedangkan kewajiban yang
juga sangat penting adalah kewajiban
yang kedua yang disebut Pati. Pati adalah kewajiab Grhastha untuk memberikan
perlindungan kepada keluarga sehingga setiap anggota keluarga memproleh
rasa aman dalam menjalani hidupnya.Dalam hal memberi rasa aman inilah para
Grhastha membutuhkan pandangan yang luas baik mebngenai pengathuan keagamaan
maupun pengetahuan sosial lainya.Karena Grhastha itu diawali dengan menyatukan
dua orang uang berbeda yaitu swami dan instri.Kalau perkawinan itu terjadi
hanya didorong oleh kebutuhan biologis seperti terpenuhinya kebutuhan nafsu
sex, maka perkawinan itu akan mudah goyah.Swami
maupun istri sama-sama membutuhkan keyakinan akan pasanganya selalu setia.Kalau
kepercayaan pada masing-masing pasangan itu merasa terancam maka rumah tangga
itu akan goyah.Kalau saling percaya mempercayai itu keropos maka rasa aman
dalam pasangan itu tidak dapat dijamin.Kalau salah satu pihak merasa tidak
terlindungi cinta kasihnya maka Grhastha yang demikian itu akan menurun
kemampuanya untuk mandiri menjalankan Swadharmanya sebgai Grhastha.Karena itu
masing-masing pihak harus menjaga diri untuk tidak saling melukai perasaan
pasanganya sehingga masing-masing pihak merasa aman dalam kehidupan Grhastha
itu.Demikian juga halnya dengan anak-anak kepercayaan kepada kedua orang tuanya
bahwa orang tuanya akan bertanggung jawab akan kehidupanya sampaiaia mampu
menjadi Grhastha baru.Memberikan perlindungan itulah yang disebut Pati
Dari
: I Ketut Wiana.
Hal : Naskah Untuk Mimbar Agama Hindu di Bali
Post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar