Dalam mitologi
Siwagama diceritrakan Bhatara Siwa
menikmati perjalanan bersama Dewi Uma terbang di udara diatas samudra.
Perjalanan tersebut semata-mata untuk melihat-lihat keindahan alam ciptaaNYA sambil bersantai-santai
bersama Dewi Uma. Diceritrakan kain Dewi
Umat tersingkap sedikit oleh angin yang berembus kencang. Dengan
tersingkapnga kain yang dipakai oleh Dewi
Uma maka kelihatanlah sedikit
paha mulus Dewi Uma. Kejadian itu menyebabkan Bhatara Siwa menjadi sedikit
terkesima dan ereksi. Karena ereksi
keluarlah Kama Petak Bhatara Siwa dan jatuh disamudra. Kama Petak
Bhatara Siwa yang jatuh disamudra itu dipelihara oleh Dewa Bharuna dilaut.
Setelah beberapa lama Kama Petak itu lahir menjadi Bhatara Kala. Wujud Bhatara
kala tinggi besar berbentuk Raksasa. Bhatara Kala terus kedarat untuk menanyakan siapa
sesungguhnya orang tuanya. Ternyata didarat tidak ada seorang pun yang
menegtahui orang tua yang melahirkan
BHatara Kala.Karena itu Bhatara
Kala sangat marah. Siapapun yang ditanya ,kalau tidak dapat menjawab
pertanyaanya terus dibunuhnya. Para Rajapun ditanya oleh Bhatara Kala. Setiap
Raja yang tidak dapat menjawab juga dibunuhnya .Kemarahan Bhatara Kala semakin
menjadi-jadi. Karena di bumi ini tidak ada yang dapat menjelaskan siapa yang
mengetahui orang tua Bhatara Kala maka Bhatara Kalapun sampai bertanya ke Sorga
Loka. Di Sorga Loka pun tidak ada Dewa-Dewa yang mengetahui orang tua Bhatara
Kala. Dewa-Dewa di Sorga Loka itupun diperangi oleh Bhatara Kala. Sorga Loka
menjadi heboh dan geger karena ngamuknya Bhatara Kala Bhatara Kala memang
sangat tangguh dalam setiap peperangan. Tidak ada Raja maupun
Dewa yang mampu mengalahkanya Bhatara Kala.Tidak ada senjata yang dapat
melukai Bhatara Kala.Akhirnya Bhatara Kala berhadapan dengan Bhatara Siwa. Bhatara Kala juga menanyakan kepada
Bhatara Siwa siapa sesungguhnya ayah dan ibunya. Bhatara Siwa memberi tahu
Bhatara Kala agar Bhatara Kala memotong
terlebih dahulu taringnya yang tajam itu. Kalau taring yang tajam itu sudah
hilang atau datar maka secara otomatis Bhatara Kala akan ketemu dengan siapa
yang menciptakanya. Nasehat Bhatara Siwa
diikuti oleh Bhatara Kala. Setelah Bhatara Kala memotong taringnya yang lancip---lancip itu Bhatara kalapun bertemu dengan penciptanya sendiri. Ternyata
yang menjadi ibu dan ayah sebagai
penciptanya adalah Dewi Uma dengan Bhatara Siwa sendiri. Katika Bhatara Kala
mengetahui bahwa yang menciptakan dirinya adalah Bhatara Siwa dengan Dewi uma
barulah Bhatara Kala berdatang sembah kepada Bhatara Siwa dan Dewi Uma.Dengan
bertemunya Bhatara Kala dengan Bhatara Siwa sebagai penciptanya maka redalah
marahnya Bhatara Kala. Ceritra ini memiliki nilai-nilai filosofi yang
dicerminkan oleh beberapa simbolis yang terdapat dalam ceritra ini.Pertemuan
Bhatara Siwa dengan Dewi Uma di tempat yang tidak wajar melahirkan anak yang
tidak wajar. Bhatara Kala berbadan raksasa dan pemarah.. Ini mengandung nasehat
janganlah bertemu asmara dengan istri disembarang tempat.Pertemuan ditempat
yang tidak layak akan dapat melahirkan anak yang tidak wajar. Marah dan suka
menyerang salah satu sifat anak yang dilahirkan oleh suami istri yang bertemu
pada tempat yang tidak wajar. Marah dan suka menyerang sifat yang dimiliki oleh
Bhatara Kala sebelum bertemu dengan Bhatara Siwa. Perjuangan Bhatara Kala untuk
menemukan siapa ayah dan ibunya yang sebenarnya mengandung suatu nilai
simbolik. Nilai simbolik yang dikandungnya adalah nilai perjuangan mencari Sang
Pencipta. Perjuangan Bhatara Kala mencari ibu dan ayahnya itu sesungguhnya
perjuangan untuk bertemu dengan Tuhan. Cuma Bhatara Kala ingin bertemnu dengan
Tuhan dengan nafsu marah dan dengan
kekerasan. Nafsu marah dan dengan kekerasan tidak akan membawa orang dapat
bertemu dengan Tuhan. Karena itu kemanapun ia menanyakan penciptanya Bhatara
Kala tidak mendapat jawaban. Setealh mendapat nasehat dari Bhatara Siwa dan nasehat itu dilaksanakan dengan baik.
Nasehat itu adalah memotong taringnya. Setelah itu barulah Bhatara Kala tahu bahwa
Bhatara Siwalah penciptanya.Yang dimaksud
nasehat Bhatara Siwa itu tiada lain adalah wejangan kitab suci Weda. Memotong
taring adalah simbolis memotong keserakahan dan gejolak hawa nafsu. Salah satu
isi ajaran Weda adalah mengendalikan nafsu marah dan nafsu serakah. Gejolak
hawa nafsu itu menjelma menjadi apa yang disebut Sad Ripu
(Kama,Lobha,Kodha,Mada.Moha dan Matsarya).Jadinya memotong gigi (terutama
taring) adalah memotong berkobarnya enam
musuh yang bersemayam dalam diri tsb.
Dari : I Ketut
Widyannda
Hal : Naskah Untuk
Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar