Rabu, 23 November 2016

UPACARA POTONG GIGI BAGI ORANG YANG MENINGGAL

Umat Hindu di Bali sangat yakin bahwa orang yang belum melangsungkan upacara Mepandes atau Potong Gigi akan mendapat siksaan di alam Neraka. Karena itu kalau sudah meningkat remaja orang tua sianak akan berusaha agar anaknya  sudah melangsungkan upacara Mepadnes tersebut. Bahkan banyak juga umat yang berusaha agar putra-putranya sudah potong gigi sebelum anaknya memasuki jenjang perkawinan..Kewajiban untuk melangsungkan Upacara Potong Gigi ini tercantum dalam Lontar Atma Prasangsa. Dalam Lontar tersebut dinyatakan bahwa kalau orang meninggal namun belum diupacarai Potong Gigi maka setelah di alam Sunya rohnya akan ditugaskan  mengigit bambu Petung. Di Bali disebut " Pedagalan Tiying Petung ". Dapat dibayangkan betapa tersiksanya kalau gigi itu terus disuruh memgigit bambu petung.Betapa gigi menjadi ngilu kalau terus menggigit bambu .Bunyi Lontar Atma Prasangsa inilah yang menyebabkan orang yang meninggal diupacarai potong gigi kalau waktu hidupnya belum sempat diupacrai potong gigi. Sesungguhnya memaknai isi Lontar Atma Prasamngsa itu tidaklah  sebatas  dengan upacara semata. Maksud Lontar tersebut mendidik umat agar sebelum ia meninggal berusahalah berbuat baik menghilangkan keserakahan. Menghilangkan keserakahan itu adalah tujuan utama dari upacara potong gigi itu. Siapa dapat menghilangkan keserakahanya dengan menguasai Sad Ripunya ia pasti terjamin tidak masuk neraka.Menggigit bambu petung itu adalah lambang hukuman di Neraka karena semasa hidupnya belum mampu menghilangkan keserakahan atau Sad Ripunya. Mengapa upacara potong gigi umumnya diupayakan sebelum orang itu melangsungkan perkawinan.Ini juga suatu pendidikan bahwa kalau belum dewasa atau belum mampu menguasai Sad Ripu janganlah  membangun rumah tangga terlebih dahulu.Berumah tangga tanpa kedewasaan akan menjadikan rumah tangga itu sebagai wadah penderitaan. Demikian dalam sesungguhnya makna dari tradisi beragama Hindu tersebut yang dituangkan dalam bentuk ritual. Tradisi ritual tersebut mengandung makna untuk memotivasi setiap orang atau keluarga agar berusaha terlebih dahulu mendewasakan putra-putranya.Salah satu cara mendewasakan putra-putranya itu adalah dengan  dorongan ritual keagamaan yang sakral. Upaya Sekala mendewasakan anak - anak dan upaya Niskala dengan upacara potong gigi ini harus dilakukan secara sinergis.Seandainya belum sempat dilakukan karena keburu meninggal maka saat itupun dapat dilakukan secara simbolis. Upacara tersebut sesungguhnya wujud dari doa atau Puja Mantra sebagai upaya kita yang masih hidup. Upacara Potong Gigi bagi mereka yang telah meninggal ada yang menganggap melukai jazad .Menurut ketentuan Lontar Sang Hyang Aji Proktah sangat dilarang melukai jazad orang yang meninggal itu. Dalam Lontar  Sang Aji Proktah disebutkan "ngeluding wangke ".Perbuatan ini diyakini sebagai perbuatan dosa kepada mereka yang meninggal itu. Menyangkut perbedaan antara ketentuan Lontar  Atma Prasangsa dengan Lontar Sang Hyang Aji Proktah telah diambil suatu keputusan oleh  PHDI yang didahului oleh suatu seminar kesatuan tafsir. Kesataun tafsir itu dilakukan berdasarkan pada konsep mati menurut ajaran Hindu. Ada dua pengertian mati yaitu mati menurut Tattwa dan mati menurut Upacara Agama. .Menurut kitab Wrehaspati Tattwa orang disebut mati apa bila Atman telah lepas dari  badan kasar yang berasal dari Panca Maha Bhuta. Mati itu disebut mati menurut Tatwa..Tatwa artinya hakekat.Sedangkan menurut Upacara  orang tersebut belum syah matinya menurut ketentuan Lontar Pratekaning Wong Pejah.Menurut ketentuan lontar tersebut orang baru syah meninggal setelah melalui prosesi upacara. Pada awalnya  jenazah itu dimandikan layaknya orang hidup. Diberi pakaian seperti masih hidup. Prosesi ini menggambarkan sebagai orang yang masih hidup. Terus disembahyangkan  ke Surya mohon persaksian Tuhan, ke Kahyangan Tiga  terus ke Kawitanya . Saat i meninggal secara Tatwa itu  upacara potong gigi dilangsungkan. Alat yang dipakai mapar giginya adalah bunga tunjung sehingga tidak melukai jazadnya. Upacara selanjutnya adalah melangsungkan Upacara Mapepegat simbol mati secara Upacara Agama. Upacara ini sebagai simbol  perpisahan dengan keluarga yang masih hidup. Setelah upacara Mapepegat barulah jazadnya digulung dengan kain kafan. Barulah syah orang tersebut dinyatakan meninggal secara upacara Agama. Dengan cara seperti itu kedua ketentuan Lontar tersebut dapat  dijalankan dengan baik.

penulis : I Ketut Wiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net