Mantra Brhadaranyaka Upanisad.VI.4.10
menyatakan bila Upacara Yadnya dilakukan dengan kebodohan, maka orang yang
melakukan upacara Yadnya tersebut akan dibawa memasuki alam kegelapan.Alam
gelap itu bukan alam tanpa mata hari.Alam gelap itu adalah alamnya hati nurani
yang disebut “ timira ”. Dalam bahasa
Sansekerta “timira” artinya
kegelapan.Yang dimaksud “timira” itu adalah kegelapan hati nurani. Dalam
Bhagawad Gita XVII,11s/d 13 dinyatakan bahwa ada tiga kwalitas Yadnya yaitu ada Satvika Yadnya.Rajasika
Yadnya dan Tamasika Yadnya. Yadnya itu ada yang dilakukan dalam wujud Upacara
Agama. Ada tujuh syarat Yadnya yang tergolong Satvika Yadnya. Misalnya Yadnya
itu harusnya dilakukan berdasarkan Sastra Drsta. Drsta berasal dari kata “ drs”
artinya memandang atau pandangan. Sastra Drsta artinya berdasarkan pandangan
Sastranya. Purwa Drsta,Loka Drsta dan Desa Drsta dapat dipakai dasar sepanjang
tidak bertentangan dengan Sastra Drstanya.Dalam Bhagawad Gita Sastra Drsta itu
disebut”vidhidrsta”.Vidhi disamping berarti Tuhan Maha Pencipta atau yang
menakdirkan, Vidhi juga berarti Mantra Veda yang masih murni
(Vedicpure).Vidhidrsta artinya menurut pandangan kitab suci Veda atau Sastra Veda.Ini artinya
Satvika Yadnya itu hendaknya dilaksanakan berdasarkan pandangan kitab suci Veda
atau Sastranya. Sampai saat ini masih banyak Upacara Yadnya yang
diselenggarakan bertentangan dengan ketentuan ajaran Veda atau
Sastranya.Misalnya ada Upacara Yadnya yang diselenggarakan dengan menonjolkan
egoisme kelompok atau soroh.Pada hal salah satu syarat Upacara Yadnya yang
Satvik adalah diselengarakan dengan “naasmita” artinya tidak boleh upacara
Yadnya itu diselenggarakan untuk pamer
egoisme.Ada Upacara Yadnya yang dilangsungkan tanpa memahami apa arti dan
fungsi Upacara Agama yang dilangsungkan itu.Ada Upacara Yadnya yang
dilangsungkan tanpa keikhlasan.Buktinya banyak umat yang mengeluh karena
Upacara yang diselenggarakan begitu banyak menghabiskan biaya ,waktu dan tidak melestarikan alam
lingkungan. Keluhan ini banyak muncul dalam dialog-dialog dengan umat dibergai
pelosok.Dengan demikian Upacara itu dilakukan tidak dengan kepercayaan dan
keikhlasan yang penuh.Apa lagi ada Upacara Yadnya untuk merendahkan pihak lain
dan menonjolkan kelompok sendiri.Upacara Yadnya yang
demikian itu tergolong Upacara yang Rajasika dan Tamasika.Upacara yang
diselenggarakan dengan kebodohan itu akan menjerumuskan umat pada kegelapan
sebagaimana disebutkan dalam Brhadaranyaka tersebut. Ada tujuh kegelapan yang
disebutkan dalam Kekawin Nitisastra IV.19. Yang dapat menimbulkan tujuh
kegelapan atau kemabukan itu disebut Sapta Timira yaitu Surupa artinya
ketampanan, Guna artinya kepintaran,Dhana artinya kekayaan,Kula Kulina artinya
meninggi-ninggikan kewangsaan, Yowana artinya kemudaan,Sura artinya minuman
keras,Kasuran artinya keberanian. Itulah tujuh hal yang dapat menimbulkan
kegelapan atau Timira.Barang siapa yang tidak mabuk karena tujuh hal itu dialah
yang dapat disebut ;Sang Mahardika” dan dapat diberikan gelar Sang Pinandita.
Demikianlah tujuh jenis kemabukan.Kalau
Upacara Yadnya dilangsungkan dengan kebodohan maka orang akan terancam
menderita salah satu atau sebagain dari tujuh kegelapan itu. Bahkan mungkin
semua dari Sapta Timira tersebut.Karena itu marilah kita dalami arti dan makna
dari upacara Yadnya tersebut dengan sebaik-baiknya.Karena Yadnya itu diwujudkan
dalam bentuk Upacara dengan sarana Upakara. Upacara dalam bahasa Sansekerta
artinya “mendekat”. Dengan Upacara sebagai wujud dari yadnya harus dapat
diupayakan agar kita manusia semakin dekat dengan alam lingkungan, semakin
akrab dengan sesama manusia terutama dilingkungan sosial kita.Dan yang
tertinggi kita merasa sangat dekat
dengan Hyang Widhi Wasa. Upacara Yadnya itu dilangsungkan dengan sarana
“Upakara” .Istilah Upakara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “melayani
dengan ramah tamah “.Ini berarti tujuan utama Upacara keagamaan Hindu itu
adalah timbulnya rasa dekat dengan alam dalam wujud mengasihi alam dengan
melestarikan isi alam ini.Dekat dengan sesama dengan saling mengabdi sesuai
dengan Swadharma kita masing-masing dengan konsep Cakra Yadnya. Dekat dengan
Tuhan melalui Sradha dan Bhakti sesuai dengan tuntunan kitab suci. Sikap dekat
itu akan muncul dalam diri kita apa bila kita menanamkan nilai-nilai
“pelayanan” kedalam lubuk hati sanu bari dengan membangun rasa kasih sayang
dalam diri.Kita datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Hal inilah
yang hendaknya senantiasa didengungkan dalam diri.Karena itulah sarana Upacara
Agama itu disebut Upakara. Sarana Upakara itu untuk membangun sikap melayani
dengan hati yang tulus.
Dari : I Ketut Wiana.
Hal : Naskah Untuk Mimbar Agama Hindu di Bali
Post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar