Setiap Upacara
yadnya umumnya selalu diawali dengan Upacara pembersihan atau penyucian tahap
awal. Penyucan itu meliputi dua macam.Ada penyucian yang bermakna lahiriah dan
ada penyucian yang bermakna rokhaniah. Banten Byakala adalah Banten yang
melambangkan upacara penyucian lahiriah.Upacara yang melambangkan penyucian
lahiriah ini dilengkapi dengan Upacara penyucian rokhaniah dengan menggunakan
upakara atau Banten Prayascitta.Banten Byakala ini terdiri beberapa unsur yang hampir semuanya melambangkan suatu
proses penyucian yang bersifat lahiriah.Banten Byakala ini dibuat dengan alas
menggunakan Ayakan dalam bahasa Bali
namanya Sidi. Penggunaan Sidi atau ayakan ini sangat
jelas fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Ayakan ini alat untuk menyaring
tepung beras untuk mendapatkan tepung yang halus. Hal ini melambangkan tujuan
Banten Byakala ini adalah untuk menyaring wujud yang kasar menjadi lebih halus.Upacara Byakala untuk
meningkatkan sifat-sifat Bhuta Kala dari yang kasar menjadi lebih halus untuk
membantu manusia dalam menangani berbagai perkerjaan dalam rangka beryadnya.
Diatas Ayakan itu diletakan Kulit Sesayut. Kulit Sesayut itu
dibuat dari daun janur yang masih hijau yang disebut Selepan. Kulit Sesayut itu
bentuknya bundar dengan garis tengah antara dua puluh lima sampai tiga puluh
cm. Dibuat dari Selepan dengan cara Maiseh berkeliling sehingga bentuknya
menjadi bundar. Bentuk ini juga melambangkan hidup di dunia Sekala ini
diusahakan dengan cara bertahap dengan rencana yang matang menuju tujuan yang
semakin baik.Bentuk Kulit Sesayut itu memang sejalan dengan arti istilah
Sesayut. Istilah Sesayut ini berasal dari kata “Ayu “ yang artinya selamat atau
Rahayu. Kata “Ayu” ini mendapat penganter Dwi Purwa lalu menjadi Sesayu. Dari
sesayu itu mendapat reduplikasi “t “ lalu menjadilah Sesayut yang artinya
menuju kerahayuan..Dengan Kulit Sesayut itu telah tergambar bahwa tujuan Banten
Byakala itu adalah merobah keadaaan dari yang kurang baik menjadi lebih baik.Dari yang kotor menjaadi bersih
dan suci tahap demi tahap.Perlengkapan berikutnya adalah menggunakan Kulit Peras Pandan
berduri.Pandan
berduri itu disebut Pandan Wong.Istilah Peras dalam Lontar Yadnya Prakerti artinya Prasidha. Prasidha artinya sukses
dengan mengendalikan Tri Guna. Dengan mengendalikan Tri Guna di Bhuwana Alit
dan Bhuwana Agung kita akan mendapat kekuatan yang tangguh untuk menyucikan
kekotoran yang bersifat Sekala ini.Pandan Wong adalah pandan lambang senjata
untuk melindungi kebenaran yang diperjuangkan oleh maanusia. Bersih dalam
artian Sekal adalah segala sesuatunya berada dalam keadaan seimbang sesuai
dengan posisi,proporsi dan fungsi masing-masing. Misalnya dalam pekarangan
rumah.Meskipun ada sampah dan kotoran lainya,sepanjang semuanya itu berada pada
tempatnya masing-masing ,seperti sampah berada pada tempat sampah,kotoran
manusia berada pada tempat pembuangannya,limbah keluarga tersalur lewat
saluranya yang sudah disiapkan untuk itu.Hal yang seperti itulah yang disebut
bersih. Bersih dalam artian Sekala bukanlah berarti sama sekali tidak ada yang
kotor dalam lingkungan hidup kita.
Banten Byakala
dilengkai dengan Nasi Metajuh dan Nasi Metimpuh. Nasi ini dibuat dengan Nasi
dan garam dan lauk pauk lainya.Nasi tersebut dibungkus dengan daun pisang sedemikian rupa sehingga ada yang
berbentuk segi empat (Nasi Metajuh ) dan Segi Tiga (Nasi Metimpuh ). Membungkus
Nasi dengan lauk pauknya dalam dua bentuk tadi dengan menggunakan daun pisang.
Nasi dalam dua bentuk itu melambangkan isi alam yang dibutuhkan oleh manusia
sehari-hari. Isi alam tersebut patut dilindungi dari pencemaran Bhuta Kala. Daun
pisang yang dijadikan pembungkus itu lambang perlindungan dari pengaruh Bhuta
Kala.Hal ini diceritrakan dalam Maha
Bharata. Dalam perang Bharata Yudha diceritrakan Duryudana dipanggil oleh
ibunya Dewi Gandhari. Duryudana disuruh olehibunya menghadap waktu malam hari
dalam keadaan telanjang bulat. Atas nasehat Sri Kresna Duryudana tidak jadi
menghadap ibunya dalam keadaan telanjang bulat.Karena hal itu sangat tidak
pantas dilakukan oleh seorang anak yang sudah dewasa bahkan sudah beristri
dihadapan ibunya. Hal ini memang atas nasehat Sri Krisna. Duryudana
akhirnyamenghadap ibunya dengan menutup bagian badanya yang terlarang dengan
daun pisang. Begitu Duryudana menghadap ibunya.lalu Dewi Gandhari membuka tutup
matanya untuk memancarkan kesaktian pada Duryudana agar Duryudana menjadi teguh
tidak tembus segala macam senjata.
Karena ada bagian tubuhnya yang tidak telanjang maka bagian itulah yang
tidak teguh.Waktu Duryudana bertempur dengan Bima bagian tubuhnya yang tidak
teguh itulah yang dipukul oleh Gadanya Bima.Duryudanapun rubuh dan terus gugur
dalam medan pertempuran. Hal inilah yang menyebabkan daun pisang diyakini
memiliki kekuatan untuk menolak kekuatan negatif seperti Bhuta Kala itu agar
dapat di somia. Banten Byakala juga menggunakaan Sampian yang disebut Lis Alit
atau Lis Bebuu sebagai Lis Pabyakalaan.
Lis Bebuu ini sangat berbeda dengan Lis Senjata atau juga Lis Amu Amu yaang
dipergunakan dalam Banten Prayascitta. Sampian Lis Bebuu ini lambang alam dalam
keadaan seimbang.Dalam Sampian Lis ini terdapat beberapa sampian jejahitan
seperti “tangga menek,tangga tuwun,jan sesapi, ancak bingin,alang-alang,tipat
pusuh,tipat tulud, basang wayah basang nguda,,tampak,tipat lelasan,tipat lepas
dllnya itu dibungkus dijadikan satu dengan sebuah jejahitan yang bernama Takep
Jit terus diikat menjaadi satu sehingga berbentuk Base tampelan. Diisi urung tipat Kukur.Menurut Mantram Lis Bebuu
ini tujuan pernggunaan Lis ini untuk menghilangkan Dasa Mala yaitu sepuluh
perbuatan yang kotor yang tidak layak dilakukan. Dasa Mala ini diuraaikan dalam
kitab Slokantra 84 yaitu
Tandri,Kleda,Leja,Kutila,Kuhaka,Metraya,Megata,Ragastri,Bhaksa Bhuwana dan
Kimburu. Itulah sepuluh jenis perbuatan yang dianggaap kotor atau Mala yang
menghalangi seseorang mencapai karunia Tuhan.Dalam Banten Byakala digunakan
juga Sampian Padma lambang senjata Dewa Siwa sebagai pembasmi yang bersifat
negatif seperti Dasa Mala tersebut.Dengan Banten Byakala ini kita wujudkan
kesucian secara Sekala dengan menata segala sesuatunya sesuai dengan
posisi,proporsi,fungsi dan profesi maasing-masing. Keadaan itulah yang akan
melahirkan keadaan yang harmonis.Keadaan yang har monis itulah keadaan yang dianggap bersih untuk ditingkatkan
menuju kesucian Niskala.
Dari : I Ketut Wiana
Hal : Naskah Untuk Majalah Homa Yadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar