Kamis, 29 Desember 2016

MEMBANGUN RUMAH DENGAN CARA SAKALA DAN NISKALA

Rumah bagi umat Hindu bukanlah tempat tinggal bagi keluarga yang sedang hidup saja.Rumah adalah tempat tinggal bagi mereka yang sedang hidup,yang telah meninggal dan yang akan lahir. Yang telah meninggal,kalau sudah sampai dalam tingkatan Dewa Pitra distanakan di Ulun Karang yang disebut Sanggah atau Merajan Kamulan.Menstanakan leluhur yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara melalui proses upacara yang disebut Nuntun atau Dewa Pitara Pratistha.Mereka yang sedang hidup mengadakan rumah untuk tempat tidur,dapur tempat melangsung upacara Agama seperti Saka Pat  atau juga Bale Gede.Mereka yang akan lahir sebagai generasi penerus harus juga diperhitungkan. Karena itu segala aset  yang ada dalam rumah itu tidak boleh hanya dinikmati oleh mereka yang sedang hidup saja. Semua aset milik rumah itu harus diperuntuka bagi tiga aspek tersebut.Untuk mereka yang sedang hidup,untuk mereka yang telah suci sebagai Dewa Pitara dan mereka yang nantikan akan lahir melanjutkan kewajiban suci keluarga.Bangunan rumah itu didirikan dalam suatu areal tanah tertentu.Bangunan rumah itu didirikan dengan cara Sekala dan Niskala. Secara Sekala atau nyata disiapkan areal tanah tertentu untuk mendirikan berbagai bangunan seperti dapur, rumah,Merajan, bangunan Penunggun Karang dll. Secara Niskala hal ini selalu ada proses ritualnya yang sakral yang mangandung muatan spiritual dengan makna filosofinya yang dalam. Sebelum dilakukan pengukuran untuk mendirikan masing-masing bangunan tersebut,terlebih dahulu dilakukan upacara yang disebut “Upacara Ngeruwak Karang “. Fungsi Upacara Ngeruwak ini adalah merobah status tanah secara ritual formal. Misalnya dari tanah tegalan untuk kebun misalnya dirobah menjadi Karang Paumahan.Atau dari  tanah sawah menjadi Karang Paumahan. Upacara Pangeruwak ini cukup menggunakan Caru Pangeruwak dengan seekor ayam brumbun diolah menjadi 33 tanding. Terus menghaturkan Banten Durmengala dan Prayascita kehadapan Sang Bhuta Bhuwana dan menghaturkan Segehan Agung dengan Sang Bhuta Dengen. Upacara ini agar kedua Bhuta tersebut tidak lagi menjadi penghuni daerah tersebut.Karena setelah menjadi bangunan rumah tinggal daerah tersebut akan dihuni oleh Sang Kala Raksa  dan Bhatara Ghana sebagaimana sudah dimuat dalam rubrik kembang Rampe yang baru lalu..Setelah status tanah berubah terlebih dahulu diukur sedemikian rupa untuk tempat-tempat bangunan seperti dapur, rumah tempat tinggal, areal untuk tempat pemujaan leluhur atau untuk mendirikan Merajan Kamulan sebagai Ulun Karang,ada untuk mendirikan Panunggun Karang dsb.Pengukuran luas jarak antara satu bangunan dengan bangunan yang lainnya.Jarak antara bangunan dengan pagar atau tembok kelilingnya dsb menggunakan petunjuk Lontar Asta Bhumi.Dilanjutkan dengan menggali lobang untuk mendirikan masing-masing bangunan. Upacara berikutnya adalah Upacara nasarin bangunan dengan menggunakan  banten  Tumpeng Merah,bata merah yang diisi lukisan (rerajahan) Bedawang Nala. Kelungah Nyuh Gading yang sudah dibungkus dengan kain putih. Semua bahan  Upakara  tersebut  ditimbun  sebagai  dasar  Niskala  dari  bangunan tersebut.Kalau itu bangunan suci diatasnya lagi  disusuni lagi dengan bata merah yang berisi gambar Padma serta tulisan Dasaksara.Lalu batu bulitan dengan lukisan Tri Aksara.Diatasnya diisi Kwangen berisi Ongkara Merta dan Canang Pendeman. Mengenai Upacara Nasarin ini ada  variasi sesuai dengan besar kecilnya upacara. Kalau bangunan sudah selesai dilakukan lagi upacara Meprayascita dan  Durmenggala. Upacara berikutnya adalah upacara Memakuh dan Melaspas untuk bangunan rumah biasa.Kalau banguna suci seperti Pura misalnya dilanjutkan dengan Upacara Mendem Pedagingan dan Ngenteg Linggih. Upacara Memakuh dan Melaspas itu berfungsi sebagai menyatukan dan menyucikan semua unsur-unsur bangunan sehingga menjadi suatu kekuatan yang hidup secara Niskala.Dengan penyatuan kekuatan unsur-unsur bangunan itu akhirnya  bangunan  tersebut menjadi berbentuk dan memiliki fungsi yang jelas. Dengan Upacara Memakuh dan Melaspas itu bangunan tersebut tidak lagi merupakan timbunan bangkai dari bahan-bahan bangunan tersebut.Setelah Memakuh dan Melaspas lalu semua unsur besatu dan memiliki nama,bentuk dan fungsi tertentu. seperti apakah ia disebut Tugeh,Lambang,Saka,Usuk . Langit-langit, Kap  dll. Upacara Memakuh ini ditandai dengan mengoleskan Tugeh yang bertemu dengan lambang dan langit-langit dengan darah ayam merah,darah ayam hitam atau arang dan kapur. Juga diikatkan Sap sap atau Bakang-bakang suatu jenis jejahitan yang  dibuat dari daun janur muda serta berisi mata lambang kehidupan. Pengolesan darah ayam merah,hitam/arang dan kapur sebagai lambang suatu harapan dan permohonan kepada Tuhan semoga penghuni rumah tersebut dapat hidup kreatif untuk menciptakan ,memelihara dan meniadakan sesuatu yang patut diciptakan,dipelihara dan ditiadakan. Karena tiga hal itulah merupakan ciri dari pada hidup yang baik dan benar. Dalam Pemakuhan ini Sunduk dan adegang lambang Bhatara Semara dan Dewi Ratih.Ini lambang bahwa rumah itu tempat mengembangkan cinta kasih. Banten Pemakuhan menggunakan Banten Peras,lis, soroan,Daksina, eteh-eteh Pemakuhan,Bagia,Orti,sap-sap,ulap-ulap dengan carunya menggunakan Caru Ayam putih. Tujuan upacara Memakuh dan Melaspas ini untuk menyatukan unsur Sekala dan Niskala dari bangunan tersebut. Ada beberapa yang patut kita garis bawahi dalam upacara mendirikan rumah ini. Ada ulap-ulap  yang dibuat dari kain putih.Kalau untuk bangunan rumah gambarnya menggunakan gambar Naga Basuki.Ini lambang permohonan agar di rumah itu penghuninya mendapatkan “Kerahayuan” Naga Basuki artinya  Rahayau atau Selamat. Disamping itu ada tiga jenis  “Orti” yang biasanya ditancapkan diatas bangunan. Ada Orti Temu,Orti Ancak dan Orti Bingin. Orti Temu bermakna bahwa bangunan tersebut setelah dipelaspas   sudah bertemu antara unsur Sekala atau Predananya sudah bertemu dangan unsur Niskala yaitu unsur Purusanya. Dengan demikian bangunan tersebut menjadi hidup sebagai bangunan tempat tinggal. Orti Ancak lambang bahwa bangunan itu tempat “Ngawerdiang urip” artinya rumah sebagai wadah untuk mengembangkan hidup yang baik dan bahagia berdasarkan kebenaran.Sedangkan Orti Bingin adalah lambang Kelanggengan artinya semoga Kerahayuan yang sudah dikembangkan (Kawerdiang) dapat Langgeng atau kontinue memberikan kebahagiaan hidup penghuni bangunan.

  
Dari : Iketut Widyananda

Hal  : Naskah Untuk Kembang Rampe di Nusa Tenggara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net