Dalam areal tempat
tinggal umat Hindu di Bali tidak hanya
bangunan rumah saja yang didirikan.Terdapat juga bangunan suci yang
disebut Ulun Karang.Bangunan suci Ulun Karang itu didirikan Merajan atau
Sanggah Kamulan sebagai pelinggih pokok tempat memuja Dewa Pitara atau rokh
suci leluhur.Pemujaan Dewa Pitara ini melalui suatu proses Upacara yang disebut
Nuntun Dewa Hyang atau Dewa Pitara Pratistha.Upacara ini dilangsungkan pada
Pitara yang telah diupacarai Pitra
Yadnya yaitu Sawa Wedana dan Atma Wedana.Disamping ada tempat suci yang disebut
Ulun Karang terdapat juga bangunan suci yang disebut Panunggun Karang.Setiap
pekarangan rumah umumnya dilindungi dengan tembok keliling.Ada juga yang belum
mampu cukup memakai pagar hidup.Sudut-sudut pekarangan disbut “Jungut atau Padu
Raksa “ Rumah tempat tinggal umat Hindu
adalah replika dari Bhuwana Agung. Dalam kitab
Yajurveda Bhuwana itu adalah stana Tuhan dengan segala
ciptaanya.Demikian juga rumah lambang Bhuwana juga stana Tuhan dengan segala
ciptaanya. Karena itu rumah juga dikelilingi oleh Dewa-Dewa. Dewa-Dewa itu
sebagai Padu Raksaa. Padu artinya terpadu dan Raksa artinya menjaga atau
melindungi.Dengan demikian setiap sudut pekarangan rumah sebagai Padu Raksanya
kesucian dan kekuatan Tuhan melindungi kehidupan dalam pekarangan rumah
tersebut.Di sudut Timur laut di jaga oleh Sang Sari Raksa sebagai perwujudan
Bhatara Sri.Di Tenggara dijaga oleh Sang Aji Raksa sebagai perwujudan Bhatara
Guru .Di Barat daya dijaga oleh Sang Rudra Raksa sebagai perwujudan Bhatara
Rudra.Di Barat Laut dijaga oleh Sang Kala Raksa sebagai perwujudan Bhatari Uma.
Penyengker Padu Raksa tersebut harus dihidupkan secara riitual.Menurut Lontar
Hasta Kosala Kosali menyebutlkan kalau Padu Raksa itu tidak dihidupkan dengan
ritual Agama maka tidak akan ada
maknanya rumah itu.Dalam Lontar disebutkan: Aywa
nora Padu Raksa bilang jungut,yan tan mangkana , hala sang maumah mabwat. Artinya janganlah tanpa Padu Raksa
setiap sudut pekarangan,kalau tidak demikian celaka orang yang punya rumah
dibuat.Tentang penempatan Palinggih Panunggun Karang disebutkan diarah Barat
Laut.Dalam Lontar Hasta Kosala Kosali disebutkan sbb:
Wayabya natar ika,iku Panunggun Karang paumahan. Artinya Di sudut
Barat Laut pekarangan itu disebut Panunggun Karang Paumahan. Menurut Lontar
Hasta Kosala Kosali tersebut diatas yang distanakan di Palinggih Panunggun
Karang itu adalah Sang Kala Raksa. Kala disamping berarti waktu Kala juga
berarti energi.Yang distanakan pada Palinggih Panunggun Karang adalah energi
suci dari Tuhan untuk melindungi kehidupan didalam wilayah pekarangan
tersebut.Dalam Pengider-ider Asta Wara . Wara Kala terletak disudut Barat Laut
atau Wayabya. Dalam salah satu versi ceritra Wayang Sapuh Leger ada
diceritrakan tentang Stana Kala di Barat Laut. Dikisahkan Sang Sudha lahir pada
hari Sabtu Kliwon Wuku Wayang atau hari Tumpek Wayang.Sang Sudha memiliki adik
bernama Diah Adnyawati. Bhatara Kala mendapat
Panugrahan dari Bhatara Siwa yang mengijinkan Bhatara Kala untuk menjadikan santapan bagi orang yang lahir pada hari
Tumpek Wayang.Sang Sudha
dikejar-kejar oleh
Bhatara Kala karena ia lahir pada hari
Tumpek Wayang. Sang Sudha terus lari dan dapat
bersembunyi dirumpun bambu yang sangat lebat.Bhatara Kala terus mencari-carinya
kemana-mana. Diah Adnyawati adik Sang Sudha memohon pada Raja Mayaspati yang bernama Sang Arjuna Sastrabahu
agar melawan Bhatara Kala. Atas permintaan Diah Adnyawati itu Raja Mayaspati
memerangi Bhatara Kala. Bhatara Kala dalam peperangan tersebut dapat
dikalahkan.Setelah Bhatara Kala dikalahkan akhirnya diberikan tempat di setiap
sudut barat laut atau Wayabya dari pada pekarangan rumah penduduk.Raja Arjuna
Sastrabahu memerintahkan pada Bhatara
Kala sbb:Hai Bhatara Kala mangke ring Wayabya
ungguhanta wus kita angrebeda. Artinya: Hai
Bhatara Kala sekarang di Barat Laut tempatmu berstana janganlah lagi engkau mengganggu.
Demikianlah Kala itu adalah energi alam semesta yang berasal dari Tuhan akan
menjadi pelindung yang positif bagi manusia apa bila dirangkul dikasihi
diberikan tempat yang wajar. Jadinya pekarangan
rumah dilindungi oleh Bhatara
Ghana dan Bhatara Kala. Banten Resi Ghana itu ditanam dinatar rumah
berfungsi sebagai pelindung yang aktif menyerang kalau ada anasir-anasir yang
mau mengganggu ketentraman keluarga yang bertempat tinggal dirumah
tersebut.Penanaman Banten Resi Ghana di natar rumah itu sangat sesuai dengan
tradisi umat Hindu di India. Bagi mereka yang mampu memiliki rumah yang wajar
dan memadai dinatar rumahnya menghadap ke pintu masuk rumah umumnya
didirikanlah Patung Ghanesia sebagai Wighna-ghna Dewa. Untuk umat Hindu di Bali
rumah disakralisasi dengan upacara Resi Ghana, juga didirikan Pelinggih
Panunggun Karang. Palinggih Panunggun Karang tersebut sebagai stana Bhatara
Kala sebagai pelindung yang menyatukan kekuatan yang disebut Paduraksa dalam
Lontar Hasta Kosala Kosali tersebut. Palinggih yang digunakan umumnya Palinggih
Tugu. Tinggi Palinggih Tugu Panunggun Karang tersebut ruang tempat menempatkan sesajen jangan sampai
lebih tinggi dari alis mata pemilik rumah yang sudah dewasa. Menurut Lontar
Hasta Kosala Kosali Bhumi sbb: Panunggun Karang
paumahan ( Bhupati Bhuta Kala Dengen ) sarwa durjana tan yukti dadi kasih.. Maksud kalimat tersebut adalah Panunggun Karang Paumahan sebagai stana penguasa Bhuta
Kala agar semua manusia jahat tidak
melakukan kejahatan dan berbalik menjadi belas kasihan. Sehubungan dengan
Palinggih Penunggun Karang ada juga pekarangan yang memiliki Palinggih Tugu
Capah Pelinggih Sang Hyang Indra Belaka.Tugu Capah Pelinggih Indra Belaka
didirikan apa bila rumah itu terdapat firasat buruk misalnya rumah kebakaran,tertimpa
kayu besar yang roboh,ada penghuni rumah yang disambar petir dan
kejadian-kejadian lainya yang tidak wajar.Kalau tidak ada kejadian sepertii itu
tidaklah perlu ada Tugu Capah lagi dalam atau diluar pekarangan rumah.
Palinggih Tugu Capah juga di letakan kalau ada rumah tumbak rurung atau parit
atau pangkung atau berada posisi
siku-siku atau dilingkari oleh jalan Pekarangan rumah yang seperti itu dianjurkan untuk didirikan Pelinggih Tugu
Capah sebagai Palinggih Sang Hyang Durga Maya. Jadinya berbedalah sebenarnya
antara Palinggih Panunggun Karang yang wajib ada pada setiap pekarangan umat
Hindu di Bali,Palinggih Sang Hyang Indra Belaka dan Palinggih Sang Hyang Durga
Maya yang tidak mutlak harus ada disetiap Pekarangan rumah.
Dari : I Ketut
Widyananda
Hal : Naskah Untuk Rubrik Kembang Rampe di Nusa
Tenggara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar