Kata Kajang
berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya tirai atau tutup.Jadinya Kajang
dalam hal ini sebagai pengganti selubung Atman yang disebut Panca Maya Kosa
dalam kitab Taiterya Upanisad atau Tri Sarira
dalam kitab Wrehaspati Tattwa. Dalam Kekawin Bharat Yuda Pupuh XIX ,bait 14 disebutkan Dewi Hidimbi meminta diberikan
kerudung untuk menutup diri oleh Hidimbi tatkala dijalan yang panas menuju
ketempat Nenek Moyang supaya tidak ada rintangan menuju ke Sorga.Ini dapat kita
setarakan dengan pengertian
Kajang.Karena Hidimbi ketika Gatotgaca gugur ingin ikut mati dengan cara Satya
yaitu mati dengan cara menceburkan diri
keapi unggun mengikuti kepergian Gatotgaca putranya menuju alam Niskala yang
langgeng. Dari pengertian ini maka
Kajang itu sebagai pelindung Sang Pitara
menuju alam Niskala. Kerudung Dewi Drupadi yang diminta sebagai kerudung untuk
melindungi diri dari kepanasan. Hal ini nampaknya sbagai kias.Panas itu tiada lain dari dosa-dosa yang
pernah dibuat.Untuk melindungi diri itu artinya mengurangi kwantitas dan
kwalitas dosa yang pernah di buat. Menurut Manawa Dharmasastra III.37 dan 38
menyatakan bahwa seorang anak yang lahir dari Brahma atau Daiwa Wiwaha,kalau ia
berbuat baik ,maka perbuatan baiknya itu akan dapat menebus dosa-dosa leluhur
atau keturunanya.Kerudung yang diminta oleh Dewi Hidimbi kepada Dewi Drupadi pada hakekatnya adalah perbuatan
baik keluarga untuk melawan panasnya dosa-dosa yang menyertainya ke alam
Nisakala. Dari sisilah namapaknya Kajang itu dapat diberikan oleh leluhur atau
Pandita dan selanjutnya dilengkapi oleh keluarga .Hal ini menyebabkan ada
istilah nyait Kajang. Saat nyait kajang
yang sudah diberikan oleh Kawitan atau Pandita dijarit lagi
beramai-ramai oleh seluruh keluarga atau handai tolan. Cara menjaitnya dengan
menusukan jarum kecil-kecil pada Kajang tersebut dengan cara bergantian. oleh
keluarag dan teman-teman orang yang akan diaben. Doa lewat nyait Kajang itu
sebagai lambang perbuatan baik keluarga untuk mengantarkan Sang Pitara menuju
jalan Brahman. Ini lambang keluarga dan handai tolan dapat memberikan bekal doa
kepada yang akan di aben. Karena itu
Kajang sebagai sarana sakral mengantarkan Atman menuju Brahman. Dilihat dari
penggunaan Aksaranya ,Kajang itu simbol
Bhuwana Alit dan Bhuwana Agung. Misalnya
digunakanya Aksara Rwa Bhineda sebagai Rerajahan Kajang..Dalam kitab Jnyana Sidhanta
disebutkan Aksara Ang Ah adalah simbul urip artinya bersatunya unsur Purusa
dengan Pradana. Unsur Purusa dengan Predana inilah yang melambangkan
terbentuknya Bhuwana Alit wadah Sang Hyang Atma dan Bhuwana Agung Stana Hyang
Widhi atau Brahman.. Kalau Aksara Rwa
Bhineda itu di balik menjadi Ah dan Ang menjadi lambang Pralina. Dalam Bhuwana
Alit dan Bhuwana Agung ada Sapta Loka,Sapta Patala dan Sapta Pada. Di Bhuwana
Agung Sapta Loka itu adalah dari bawah keatas yaitu Bhur L:oka, Bhuwah Loka
Swah Loka, Tapa Loka,Jana Loka, Maha Loka dan Satya Loka. Sapta Loka di Bhuwana
Alit yaitu: Pusat Bhur Loka, Hulu hati Bhuwah Loka,Leher Swah Loka, Muluit Tapa
Loka.Hidung Jana Loka, Mata Maha loka dan Ubun-ubun Satya Loka. Sedangkan Sapta Patala pada diri
manusia adalah: Paha lambang Sutala,lutut Atala, betis Witala,pergelangan kaki
Sutala-tala.,Tumit Santala, Jari kaki Tala-tala, dan tapak kaki lambang Tala.
Tujuh bagian Bhuwana Alit itu
diurip dengan Sapta Ongkara
Mertha. dalam Kajang agar memiliki kekuatan suci mengnatarkan Atman menuju
Brahman. Sapta Ongkara Mertha itu sangat
jelas dalam kajang Tri dan juga Kajang Brahmana Wala..Sapta Ongkara Mertha itu
adalah tujuh Aksara suci sebagai lambang kesucian Tuhan untuk menghidupkan
kembali unsur-unsur kesucian diri Pitara agar dapat menjadi panutup Sang Pitara.Kalau sebelumnya Sang Pitara ditutup oleh badan kasar yang
sudah rusak. Dengan Kajang itu badan yang sudah rusak itu diganti dengan badan
suci dalam bentuk Kajang.Diharapkan dengan badan suci itu Atman dapat mencapai
Brahman. Tujuh Akasara suci yang disebut Sapta Ongkara itu adalah sbb: Ang Ung
Mang Om,Ardha Chandra.Windhu dan Nadha. Aksara Ang sebagai Pusar . Dewanya
Brahma .Aksara Ung menjadi hati Sang Pitara . Dewanya Wisnu. Aksara Mang
sebagai kerongkongan .Dewanya Sang Hyang
Iswara. Aksara Omkara sebagai lambang tujuh lobang di bagain kepala yaitu dua
lobang mata.dua lobang hidung,dua lobang telinga dan satu mulut.Dewanya Maha
Dewa. Aksara Arda Chandara,Windu dan Nada sebagai alis, batas dahi, dan
kepala.Dewanya Rudra,Sada Siwa dan Parama Siwa. Di Bhuwana Agung Satpa ongkara
itu berada pada Jagra Pada,Swapna Pada,Susupta Pada,Turya Pada,Turyanta
Pada,Kewalya Pada dan Parama Kaiwalya
pada. Itulah lambang Kajang sebagai badan pengantar Atman menuju Brahman di alam Niskala
Dari : I Ketut Widyananda.
Hal : Naskah Untuk
Rubdrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
LATAR
BELANG PEMBAGIAN JENIS KAJANG.
Meskipun makna
filosofis Kajang sama ,namaun bentuk dan nama Kajang itu berbeda-beda. Mungkin
dapat dipersamakan dengan pakaian. Fungsi pakaian itu sama.Namun pakaian itu
ada banyak jenisnya dan banyak pula
ragam bentuknya. Memperhatikan berberapa bentuk Kajang yang umum dipakai
dalam Upacara Pengabenan Kajang itu
dibedakan berdasarkan kedudukan orang yang diaben..Ada Kajang untuk umat yang
berkedudukan sebagai Pandita atau Brahmana ,ada Kajang bagi mereka yang duduk sebagai pemegang kekuasaan atau Kajang
Ksatria dan ada Kajang untuk umat kebanyakan. Latar belakang yang membedakan
jenis Kajang ini sangat wajar.Keberadaan diri dari orang yang
duduk sebagai Pandita tentunya
sangat berbeda dengan orang yang duduk sebagai pemimpin Negara atau pemerintah..Demikian
juga akan berbeda dengan orang yang
menjadi pengusaha ataupun menjadi
orang kebanyakan. Nampaknya perbedaan profesi dan fungsi itulah pada
mulanya yang menjadi dasar pembagian jenis Kajang tersebut. Tetapi belakangan
perbedaan jenis Kajang itu didasarkan pada Wangsanya. Ini bisa terjadi karena
di Bali adanya pergeseran sistim Catur Varna menjadi Tri Wangsa. Yang nyata ada
di Bali adalah Tri Wangsa yaitu Wangsa Brahmana,Wangsa Ksatria dan Wangsa Jaba.
Wangsa artinya keturunan.Saya tidak mau mengatakan adanya Wangsa Wesya.Karena
kenyataanya sampai saat ini hal itu tidak jelas dalam masyarakat.Kalau sistim
Varna dibagi berdasarkan Guna dan Karma seseorang. Pembagian Catur Varna
berdasarkan Guna dan Karma itu dinyatakan dalam berbagai kitab suci Hindu
misalnya Bhagawadgita IV.13..Dalam kitab tersebut dinyatakan bahwa
pembagian Varna menjadi Brahmana Varna,Ksatria Varna ,Wesia Varna dan Sudra
Varna berdasarkan Guna dan karma. Guna itu adalah sifat dan bakat.Sedangkan
Karma artinya perbuatan dan pekerjaan. Seseorang disebut Brahman bukan karena
berdasarkan keturunanya. Tetapi berdasarkan Guna dan Karmanya. Seorang disebut
Brahmana bukan karena ayahnya seorang Pandita.Seorang menjadi Pandita atau
Brahmana karena melalui proses pendidikan mendalami ajaran suci Weda dan
Satra-Satranya..Proses pendidikan tersebut baik melalui sistem tradisional
maupun melalui sistem modern. Demikian juga seorang disebut Ksatria bukan karena ia ayahnya seorang pejabat Kerajaan atau
pemerintahan.Seorang disebut Ksatria karena ia berbakat sebagai Ksatria
dan bekerja sebagai seorang Ksatria
seperti pemimpin di Pemerintahan atau di masyarakat sebagai politisi dll.
Perbedaan bentuk Kajang sesungguhnya pada mula berdasarkan perbedaan Varna.
Karena intervensi Kerajaan untuk mempertahankan
stus quonya.Disamping itu pada jaman Kerajaan apa kata Raja itulah yang
disebut Undang-Undang atau hukum yang harus ditaati. Rakyat sengaja tidak
diajarkan pengetahuan ajaran Agama secara turun temurun. Akhirnya sistem Varna
yang digeser menjadi sistem kewangsaan berlangsung berabad-abad. Inilah kesalah
pahaman berabad-abad yang meracuni umat Hindu sampai merasuki sistem Upacara
Agama yang suci itu. Dewasa ini sesungguhnya
dapat kita kembalikan sistem penggunaan Kajang itu kembali kepada sistem
Catur Varna. Karena itu penggunaan kajang Brahmana misalnya sesungguhnya dapat
digunakan oleh beliau yang benar-benar berfungsi sebagai Brhamana. Seperti Pandita dengan tidak usah melihat lagi asal
usul leluhur dari Pandita tersebut.Karena seseorang yang akan di upacarai Diksa
sebelumnya mohon diri atau "mepamit " pada keluarganya.Karena setelah
beliau di Diksa sebagai Pandita sudah tidak dimiliki oleh keluarganya
lagi.Beliau dimiliki oleh semua umat Hindu dengan tidak membeda-bedakan asal
-usulnya. Oleh karena itu umat perlu mengembalikan paradigmanya atau pandanganya untuk kembali berpegang
pada Sastra Drstha. Sastra Drsta artinya
pandangan yang memiliki landasan Sastra atau hukum-hukum Agama yang bersumber
dari kitab suci. Weda. Karena itu sistem penggunaan Kajang dalam upacara
Ngaben tahap-demi tahap tidak lagi
berpegang pada sistem Wangsa. Umat harus ada keberanian untuk melepaskan dengan
penuh pengertian dan kesadaran tradisi atau Adat-istiadat yang bertentangan
dengan esensi kitab suci . Ini artinya
merobah sistem itu jangan dilakukan dengan cara grasa grusu.. Karena acuan
beragama bukanlah sembarang Adat istiadat. Kalau Adat istiadat itu masih
sebagai wujud pengamalan Agama yang berdasarkan kitab suci memang harus dipertahankan. Kalaupun ada Adat istiadat
yang tidak bersumber pada kitab suci dapat juga dipertahankan sepanjang Adat
istiadat itu mendukung pengamalan kitab suci.
Dari : I Ketut Widyananda.
Hal : Naskah Untuk
Rubrik Bunga Rampe di Nusa Tenggara.
PENGGUNAAN AKSARA SUCI
PADA KAJANG.
Aksara yang
dipakai untuk "Ngerajah" Kajang adalah Aksara Bali yang tergolong
Aksara suci. Ngerajah Kajang itu adalah melukiskan Aksara Sakral pada kain putih bahan
Kajang. Aksara suci itu diyakini
mengandung kekuatan "magis
rligius".. Aksara Bali yang kita kenal sekarang ini ada dua jenis yaitu Aksara biasa dan Aksara
suci..Aksara biasa itu dibagi menjadi dua lagi yaitu Aksara Wreastra dan Aksara
Swalelita.Aksara Wreastra untuk menuliskan bahasa Bali lumrah (biasa).Jumlah
Aksaranya 18 Aksara. Sedangkan Aksara Swalalita adalah Aksara untuk menuliskan
bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuna. dan bahasa Sansekerta. Jumlah hurufnya 47 hurup atau Aksara terdiri dari 14 huruf vokal dan 33 huruf konsonan. Jenisa Aksara yang kedua
adalah Aksara suci yang disebut dengan
Aksara Modre. Pengunaan Aksara Modre ini
untuk menuliskan simbol-simbol yang bersifat Kediatmikan atau yang mengandung magis rligius. Seperti simbol-simbol untuk
mencapai kelepasan Atman dari ikatan duniawi atau melukiskan Japa
Mantra..Aksara Modre ini dibagi lagi menjadi Aksara Lokanatha,Panten atau
Aksara mati dan Wijaksara. Menurut Prof DR Purbacaraka Aksara Bali itu
berasal dari Aksara Palawa. Aksara Palawa
masuk ke Indonsia pada abad ke 4 Masehi dengan persaksian Tugu Yupa
Yadnya di Kutai Kalimantan Timur. Sedangkan Aksara Dewa Nagari masuk ke
Indoensia pada abad ke 8 Masehi. dengan persaksian Prasasti Kalasan.Aksara Dewa
Nagari adalah Aksara yang berasal dari India untuk menuliskan Mantra-Mantra Weda dan Sloka-Sloka
Kitab-Kitab Sastra Weda. Dari perkembangan Aksara Palawa dan Aksara Dewa Nagari itu munculah Aksara Jawa
Kuna dan Aksara Bali Kuno. Dari Aksara
Bali Kuna dan Jawa Kuna itulah
berkembang menjadi Aksara Bali Modern dan Aksara Jawa Modern. Wijaksara
sebagai bagian dari Aksara suci itulah yang
dijadikan simbol-silbol magis religius yang melukiskan Kemaha Kuasaan
Tuhan..Wijaksara artinya asal mula dari
semua Aksara suci atau bibit dari Aksara suci yang lainya. Wijaksara juga disebut Omkara atau Pranawa. Omkara itu
terdiri dari huruf Okara diatasnya Ardha
Candra ,Windu dan Nada. Kalau dibaca menjadi
Om. Dari Wijaksara ini munculah menjadi
Tri Aksara sampai menjadi Dasaksara atau sepuluh huruf suci jiwa Bhuwana
Alit dan Bhuwana Agung.
Wijaksara inilah yang paling utama
menjadi Rerajahan atau lukisan sebagai simbol yang diyakini mengandung
kekuatan magis religius pada Kajang. Penulisan Wijaksara pada Kajang yang
tergolong Kajang Utama umumnya ditulis
dengan Makuuta artinya menggunakan
Kuuta.. Kata Kuuta ini menggunakan
"suku ilut " atau U panjang dalam Aksara Bali dan
Aksara "t"nya menggunakan "t" latik. Kata Kuuta pada
Makuuta dengan cara penulisan seperti
itu dalam bahasa Sansekerta artinya gaib atau Niskala. Kalau kata Kuta yang
tidak menggunakan suku ilut atau U
panjang dalam bahasa Sansekerta artinya benteng.Dalam Kajang Utama Wijaksaranya
selalu Makuuta. Wijaksara yang Makuuta itu adalah Wijaksara yang matedong dalam Aksara Bali. Bentuk lain
dari Wijaksara adalah gambar Padma.Pada Kajang Utama Padma ini
juga Makuuta atau menggunakan tedong.
Kajang Utama yang menggunakan Wijaksara
yang Makuuta umumnya Kajang Pandita
Putus. Sedangkan Kajang Utama bagi orang
yang Ngawa Raat atau penguasa negara umumnya menggunakan Padma Makuuta disertai dengan Rerajahan
Bedawang, Naga,Singa dan gambar manusia. Namun
Kajang Sang Ngawa Raat ada juga menggunakan Wijaksara Makuuta dan juga Padma Makuuta.
Kajang utama umumnya menggunakan 16
Aksara sehingga disebut Sadasaaksara.
Tapi bagi Kajang Brahmana Putus
menggunakan Wijaksara yang sangat
sederhana..Semakin suci tingkatan orang yang diaben semakin sederhana lukisan
Kajangnya.. Lukisan Kajang Brahman Putus menggunakan Wijaksara
yang sangat ringkas. Karena Kajang itu adalah simbol wahana suci untuk
menggentarkan Sang Hyang Atma menuju Brahman.Bagi orang yang sudah suci seperti
Brahmana Putus tentunya tidak perlu menggunakan banyak sarana. Ibarat orang
mandi.Kalau sudah bersih mungkin tidak banyak menggunakan air atau sabun untuk
membersihak kekotoranya.Karena Brahmana Putus itu sesungguhnya orang yang sudah
suci karena itu tidak perlu banyak
simbol yang digunakan untuk menyucikan diri Sang Brahmana Putus tadi.Sedangkan
bagi orang yang berkuasa adalah orang yang sangat disibukan oleh berbagai
urusan kehidupan duniawi.Untuk melepaskan ikatan duniawi itu dibutuhkan sarana
yang lebih banyak.Bagaikan melepaskan orang yang diikat oleh tali yang kuat
dibutuhkan juga alat yang kuat untuk memutuskan tali tersebut.
Dari : I Ketut Widyananda
Hal Naskah Untuk
Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
JENIS
KAJANG BRAHMANA
Pada kenyataanya
dilapangan Kajang Brahmana itu ada tiga jenis yaitu Kajang Brahmana
Putus,Kajang Brahmana Wala dan Kajang Brahmana. Secara formal ritual orang yang
dapat disebut Brahmana adalah umat Hindu yang telah menyelesaikan proses
Dwijati. Setelah Dwijati atau lahir untuk kedua kalinya barulah orang itu dapat
disebut Brahmana atau Pandita.Setelah beliau di upacarai Dwijati barulah
Brahmana itu mengambil peran dalam kehidupan di dunia ini sebagai Pandita. .
Ada yang Ngaloka palasraya dalam bidang Upacara Yadnya.Ada pula yang Ngaloka
Pala Sraya sebagai Acharya menjadi
pemberi penerangan jiwa pada masyarakat yang membutuhkan. Ada yang hanya menjadi Sanyasin yaitu hanya
bermeditasi untuk menumbuhkan vibrasi spiritual pada lingkungan alam dan
sosial. .Pada kenyataanya di Bali hanya ada
satu jenis Brahmana yang Ngalokapalasraya untuk memimpin (Muput) Upacara
Yadnya. Brahmana yang Muput Upacara Yadnya inilah yang digolongkan Brahmana
Putus. Beliau inilah yang menggunakan Kajang Brahmana Putus kalau diupacarai
Ngaben. . Bentuk Kajang Brahmana Putus dalam
transkripsi Lontar Kajang ada beberapa variasi. Ada yang
menggunakan beberapa Aksara saja. Ada
yang Aksaranya berisi Makuuta. Ada yang Aksaranya Makuuta
disertai dengan hiasan gambar Padma dan gambar lainya yang sesuai dengan
Wijaksara dan Padmanya...Ada juga dengan menggunakan Sadasa Aksara dengan
Wijaksaranya makuta dalam lingkaran gambar Padma. Nampaknya Pandita dibenarkan mengembangkan variasinya untuk
membuat Kajang Brahmana ini .Namun intinya adalah Sadasa Aksara (enam belas Aksara suci) terutama Wijaksara Rwa Bhineda,Omkara Makuuta ,
Omkaramerta Makuuta dan Okara. Disamping adanya
Kajang Brahmana Putus dikenal juga
Brahmana Wala. Wala artinya anak
atau putra. Menurut ketentuan Sastra Agama Hindu seorang putra yang
ayahnya menjadi Pandita belumlah dapat
disebut Brahmana.Namun tradisi di Bali
mereka yang ayah,atau kakeknya
menjadi Pandita disebut juga Brahmana.Sesungguhnya mereka itu adalah
Brahmana Bandu atau Keluarga Brahmana
.Sering juga disebut Brahmana Wangsa. Jadinya beliau itu hanya keluarga
Brahmana dalam artian sosial bukan
spiritual.
Kajang Brahmana
Wala ini menggunakan gambar manusia berdiri diatas Badawang Nala yang dibelit oleh dua ekor Naga. Ananta Bhoga
dan Basuki. Aksara yang digunakan adalah Wijaksara Rwa Bhineda. Aksara Ang
diletakan diatas ubun-ubun sedangkan
Aksara Ah terletak pada kaki. Peletakan Aksara Ang diatas dan Aksara Ah dibawah
atau pada kaki merupakan gejala umum dalam penulisan Aksara pada Kajang.
Lukisan manusia pada Kajang Brahmana Wala ini dari dada sampai perut dilukiskan
Omkaramrta Sumungsang. Disamping itu disebelah kiri dan kanan gambar manusia
itu dikelilingi oleh Aksara Makuuta. Lontar Kajang milik Ida Pedanda Putra
Telaga termuat lukisan tiga jenis Kajang Brahmana. Lontar tersebut pernah
diteliti oleh Drs Nyoman Warjana ( sekarang Dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu
Negeri Denpasar) disamping adanya Kajang Brahmana Putus dan Brahmana Wala juga
ada gambar Kajang Brahmana.Dalam Lontar tersebut Kajang Brahmana itu dilukiskan sangat
sederhana.Ada yang menggunakan lima Wijaksara saja. Paling atas Aksara Ang
.Paling bawah Aksara Ah,Diantara Aksara Ang dan Ah itu ditulis berurut dari
atas kebawah tiga Aksara Omkara.Omkara yang paling dibawah dilukis
dalam Omkara Makuuta atau pakai
tedong. Jadinya hanya menggunakan lima Aksara suci saja .Tidak ada hiasan
apa-apa lagi..Janisnya yang kedua jumlah dan tata letak Aksaranya sama namun
setiap Aksaranya dihias dengan variasi yang sederhana tapi indah .Meskipun demikian mengandung nilai
magis religius yang sangat kental.Ada juga Kajang Brahmana yang disebut Kajang
Utamaning Utama Wekasing Wekas,Sunya Tattwa..Sepanajang pengamatan saya Kajang
ini yang bentuknya paling sederhana.Hanya menggunakan tiga Aksara. Paling atas
Aksara Ang paling bawah Aksara Ah.Diatas
Aksara Ah terdapat Aksara Akara.Diatas Akara atau dibawah Aksara Ang terdapat
lukisan bulat mirip gambar
Padma.Semuanya tidak Makuuta. Nampaknya
Kajang inilah yang menunjukan
Kajang paling Utama menurut Lontar Kajang. Sebab Kajang yang lainya jenis Aksaranya maupun hiasanya tidak ada
yang sesederhana ini. Dari bentuk Kajang Utamaning Utama ini yang dimaksud
dengan keutamaan dalam spiritual Hindu bukan karena ramai dan hebatnya atribut
fisik atau duniawi.Yang panting nilai spiritualnya mengantarkan menuju Bhur,Bhuwah Swah Loka
Dari : I Ketut Wiana.
Hal : Naslkah Untuk
Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
JENIS
KAJANG KSATRIA.
Dalam Lontar
tentang Kajang tidak dijumpai adanya istilah Kajang Ksatria. yang dijumpai
adalah istilah Kajang Satryia.Hal itu mungkin disebabkan oleh kurang pahamnya
para penulis kita dimasa lampau tentang bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna.Dalam
tulisan ini akan ditulis dengan istyilah Kajang Ksatria.
Kajang Ksatria itu
ada enam jenis yaitu: Kajang Ksatria Utama, Kajang Ksatria Anyakrawrtti,Kajang
Ksatria Wesia Putus,Kajang Ksatria,Kajang Ksatria Madya,Kajang Para Ksatria..Perbedaan jenis Kajang Ksatria
ini didasarkan pada pemakaian Aksara sucinya dan pengarga. Istilah "pengarga" disini
sering diterjemahkan dengan sesantun yang harus menyertai banten Kajang
tersebut.Misalnya Kajang Ksatria Utama dengan "pengarga" 160.000. Istilah
Pengergga ini kemungkinan artinya nilai. spiritualnya bukan artinya sesari
dalam artian uang. Kajang Ksatria Utama sering juga disebut Utamaning Utama
artinya lebih utama dari yang utama. Sering juga disebut Wekasing Wekas artinya
akhir dari yang paling aklhir. Kajang Ksatria utama ini sebagai permohonan
yang sangat utama untuk mengantarkan
Sang Hyang Atma mencapai Sunya Tattwa artinya hahekat kebenaran yang tertinggi.
yaitu alam Brahman. Kajang Ksatria Utama ini mirip dengan Kajang Bramana
artinya Kajang ini menggunakan hiasan yang sangat sederhana.Kajang Ksatria Utama ini hanya menggunkan Aksara
Srwa Bhineda, Wijaksara hanya dengan Akara dan Widhu.Namun dalam Lontar
disebut dengan "pengargga 160.000.
Ini artinya hiasan Aksara yang sederhana ini nilainya paling tinggi.Dari segi
hiasan yang sangat sederhana inilah dapat ditarik kesimpulkan bahwa keutamaan
itu tidaklah dilihat dari kemewahan duniawi.Keutamaan rokhani itu justru
dilihat dari kesederhanaan duniawinya itu.Jadinya Ksatria Utama bukanlah Ksatria
yang dikerubuti oleh hiasan kemewahan. Kajang Ksatria Utama itu Wijaksaranya
dengan Makuta artinya menggunakan 'tedong " dibelangkang Wijaksaranya. Ada
juga jenis Kajang Ksatria Utama ini
dengan hiasan yang lebih banyak dengan Pengarga 4000.Disamping itu Aksara
sucinya lengkap sebanyak enam belas Aksara suci. disertai dengan hiasan. Yang
dimaksud dengan Ksatria Utama bukanlah ditentukan oleh jabatan yang
dipegangnya. Yang menentukan adalah sikap hidup yang tegar
selalu menegakan dan membela kebenaran.Ketegaranya itu sudah terbukti dalam
pengalaman hidupnya sebagai Ksatria. Karena itu orang yang menggunakan Kajang
Ksatria Utama pada masa yang lampau adalah Raja yang sudah pensiun atau Lingsir. Raja tersebut terbukti
sangat arif bijaksana dalam melaksanakan Swadharmanya sebagai Ksatria .Kajang
Ksatria utama sangat berbeda dengan Kajang Ksatria Anyakra Wertti artinya Raja
yang sedang menjabat dalam suatu
kerajaan.Kalau Raja yang sedang menjabat atau berkuasa meninggal menggunakan
jenis Kajang Anyakra Wertti..Jenis Kajang Ksatria Anyakra Wrtti inilah yang
dipakai dalam Upacara Pengabenan kalau Raja yang sedang menjaba itu meninggal
.Kajang Ksatria Anyakra Wertti ini seperti
Kajang pada umumnya menggunakan Aksara Rwa Bhineda atau Aksara Ang dan
Ah pada ujung atas dan bawah Kajang. Dibawah Aksara Ang terdapat Omkara Merta
dengan tujuh windu. Dibawah Omkara Merta itu ada lukisan Padma yang ditngahnya terdapat Aksara
Okara atau bagian dari Aksara Omkara
yang tanpa Ardha Candara,Windu dan Nada. Dibawah lukisan Padma dengan Okara itu
dilukiskan 16 Aksara suci ditulis sesuai dengan letaknya. Jadinya Ksatria yang
sedang berkuasa berbeda dengan Ksatria yang sudah Wanaprasta. Lukisan Padma
dengan Aksara Okara melambangkan bahwa Raja itu adalah sebagai pemimpin yang
memiliki kewajiban untuk melayani rakyat dalam kehidupan duniawi. Okara dalam
gambar Padma itu adalah bagian dari Aksara suci Omkara.Omkara itu terdiri dari Okara,Ardha Chandra,Windhu dan
Nada. Okara itu adalah lambang dunia Sekala
sedangkan Ardha Chandra,Windhu dan Nada adalah lambang alam Niskala yang
mengandung tiga kamahakuasaan Tuhan pada
Bhur,Bhuwah,Swah. Dalam sistem penataan sosial menurut ajaran Hindu ada dua
lembaga yang sejajar untuk menata kihidupan duniawi dan rokhani..Lembaga
Kerajaan untuk menata kehidupan duniawi sedangkan lembaga Kependetaan atau
Purohita untuk menata kehidupan
rokhani.Dengan demikian kehidupan duniawi dan kehidupan rokhani. saling
memperkuat. Oleh karena itu sangat tepatlah hanya Okaralah yang dicantumkan
dalam Kajang Ksatria Anyakra Wertti.Karena kewajiban Ksatria Anyakra Wertti
prioritasnya pada pelayanan hidup rakyat dibidang kehidupan duniawi.
Dari : I Ketut Widyananda
Hal : Naskah Untuk
Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
KAJANG KSATRIA WESYA PUTUS.
Istilah Ksatria
dan Wesya Putus digunakan untuk Ksatria dan Wesia yang sudah Lingsir atau
Wanaprasta.Ksatria setelah memegang
kekuasaan terus menempuh kehidupan rokhani sebagai Wanaprasthin disebiut
Ksatria Putus.Demikian juga Wesia yang sudah meletakan kegiatanya menggali uang terus menempuh hidup
Wanaprasthin juga disebut Wesia Putus. Kalau Ksatria dan Wesia yang sudah
Wanaprasta ini meninggal sering digunakan Kajang Ksatria Wesia Putus. Antara
Ksatria dan Wesia ini pada masa lampau sering disejajarkan dalam kedudukan
sosilanya. Karena keduanya dalam kehidupoan sehari-harinya saling tergantung.
Ksatria dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengayom dan pelayan masyarakat tentunya membutuhkan banyak dana.
Demikian juga seorang Wesia membutuhkan
peran Ksatria untuk melindungi kekayaanya.Mungkin sama dengan keadaan
sekarang sering terjadi saling keterkaitan antara birokrat dengan konglomerat.Birokrat
sering membutuhkan dana extra untuk melaksanakan fungsinya.Dalam hal
itulah birokrat sebagai pelayan masyarakat sangat memerlukan bantuan konglomerat.Karena
kerja Birokrat itu adalah kerja pelayanan pada masyarakat umum yang benar-benar
non profit.Demikian juga sebaliknya konglomerat membutuhkan perlindungan
birokrat untuk mengamankan bisnisnya.
Demikianlah dalam hal upacara Ngaben antara Ksatria dan Wesia yang sudah Wanaprastha dianggap sejajar. Kesejajaran ini
ditunjukan dalam penggunaan Kajang saat seorang Ksatria dan Wesia itu meninggal..Kajang Ksatria Wesia Putus ini
bentuknya cukup sederhana. seperti
digambarkan dalam Lontar Kajang .Namun tetap lebih banyak jenis Aksara suci
yang dipakai kalau dibandingkan dengan Kajang Brahamana Putus. Kajang Ksatria Wesia Putus ini menggunakan
Aksara Rwa Bhineda yaitu Aksara Ang pada
bagaian atas Kajang dan Aksara Suci Ah pada bagian bawah dari Kajang tersebut.
Dibawah Aksara Ang terdapat lingkaran
Padma yang bentuknya agak memanjang seperti bulatan telur,tidak seperti gambar
Padma pada umumnya yang bulat penuh.Didalam Bulatan yang berbentuk Padma itu terdapat Aksara
Omakara Ngadeg dan Sumungsang..Dibawah Ongkara Ngadeg dan Sumungsang terdapat Aksara suci
Ung,Mang dan Ang. Ini artinya setelah hidup yang
dilambangkan oleh Aksara Ung kita
akan mati yang dilambangkan oleh
Aksara Mang. Kalau belum mencapai Moksha
kitapun akan lahir kembali. Lahir kembali ini dilambangkan oleh Aksra Ang..Ini
artinya dalam hidup yang diakhiri dengan mati dan terus akan menjelma kembali
agar tetap kita menjdikan badan ini sebagai wadah kesucian para Dewa sinar suci
Tuhan. Dibawah Aksara Ung Mang dan Ang itu terdapat Sebelas Aksara suci membentuk lingkaran
Pengider-ider delapan penjuru dan tiga ditengah.Ini melambangkan Ekadasa
Aksara. Sebelas Aksara suci itu lambang uriping Bhuwana. Ini artinya dengan
Kajang tersebut diharapkan Atman dapat berbadan suci setelah melalui proses
Ngaskara atau penyucian Sang Pitara yang meninggal. Disamping Kajang
Ksatria Wesia Putus dalam Lontar kajang
dikenal juga adanya beberapa Kajang Ksatria. Misalnya Kajang Ksatria Madya,Kajang Ksatria.Kajang Preksatria dan
ada juga dikenal adanya Kajang Arya Mabala. Kata Arya artinya orang
besar.Mabala artinya memiliki anak buah sebagai kekuatan. bagaikan bala
tentara.Semua Kajang Ksatria ini menggunakan tatacara yang berbebda-beda dalam
meletakan Aksara suci dalam gambar kajang tersebut. Misalnya Kajang Ksatria
Madia satu-satunya Kajang yang tidak menggunakan Aksara Rwa Bhineda. Kajang
Ksatria Madia ini menggunakan Aksara Omkara Ngadeg Sumungsang dalam Lingakran yang
memanjang menyerupai Padma..Dibawah
Aksara Omkara Ngadeg dan Sumungsang itu terdapat Nawa
Aksara yang diletakan Ngider Bhuwana. disembilan penjuru..Kajang Ksatria
menggunakan enam belas Aksara suci yang
lengkap..Aksara Rwa Bhinedanya baik Aksara Ang maupung Aksara Ahnya keduanya-duanya berada dalam lingkaran gambar
Padma.Cuma bentuk Padmanya sedikit berbeda. Gambar Padma yang mengandung Aksra
Ah sedikit lebih meriah .Omkara yang terletak dibawah Aksara Ang tidak Makuta. Aksara Omkara yang makuta atau menggunakan tedong umumnya dipakai dalam Kajang Brahmana..Karena tanda Makuta itu melambngkan hal yang sangat
spiritual lepas dari pengaruh aspek duniawi. Jadinya sangat tepatlah kalau
Kajang Ksatria itu tidak ada yang Omkaranya Makuta.. Kajang Presatria bentuk
paling sederhana hanya menggunakan enam Aksra suci termasuk Aksara Rwa
bhineda..Sedangkan Kajang Arya Mabala menggunakan enam belas Aksara suci secara
lengkap.yang diletakan dalam gambar Kajang demikian indahnya.
Dari : I Ketut Widyananda.
Hal : Naskah Untuk
Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
KAJANG WESIA DAN KAJANG TRI.
Kajang Wesia ada tiga jenis.Ada kajang Wesia Putus sama
dengan Kajang Ksatria Putus sebagaimana
telah dijelaskan dalam rubrik ini
sebelumnya. Sedangkan kajang Wesia yang lainya ada dua jenis. Dua jenis Kajang
Wesia ini sama-sama menggunakan enam
belas Aksara suci secara lengkap.Bahkan kedua-duanya menggunakan Omkara Ngadeg
dan Omkara Sumungsang. Cuma Omakara
Ngdeg dan Sumungsang itu ada diletakan dibawah Aksara Ang. Sedangkan kajang
Wesia yang tidak menggunakan Aksara Rwa Bhineda meletakan Omkara Ngdeg dan Sumungsang
itu berada d iantara Aksara Tri Aksara aagak dibawahnya. Tri Aksara itu dibuat
mengepit Omkara Ngdeg dan Sumungsang tersebut..Tri Aksara dibagian kiri atas
dari pandangan kita di tulis Ung ,Mang dan Ang.Sedangkan Tria Aksara yang
ditulis dibagian kanan atas dari pandangan kita di tulis Ang Mang dan
Ung..Jadi letak perbedaanya yang paling
menonjol dari dua jenis kajang Wesia ini adalah pada penggunaan Aksara Rwa
Bhineda..Ada Kajang Wesia menggunakan Aksara Rwa Bhineda dengan letaknya
menyilang. Aksara Ang letaknya di
sudut kiri atas dari pandangan kita. Sedangkan Aksara Ah letaknya di sudut
kanan bawah dari pandangan kita. Kajang Wesia yang tidak menggunakan Aksara Rwa
Bhineda itu pada bagaian bawahnya menggunakan Eka Dasa Aksara dengan letak Ngider
Bhuwana atau sebelas jenis Aksara suci..
Sedangkan Kajang Wesia yang lainya meletakan
tiga belas Aksara suci disamping kanan
dari pandagnan kita Omkara Ngadeg dan Sumungsang .Mengapa ada yang
menggunakan Eka Dasa Aksara dan ada yang
menggunakan Trayo Dasa Aksara. Eka Dasa
Aksara melambangkan sebelas Dewata
manifestasi Tuhan sebagai urip Bhuwana.Sedangkan Trayo Dasa Aksara melambangkan
adanya penunggalan secara total antara Bhuwana dengan uripnya..Keberadaan Bhuwana itu dilambangkan
oleh Aksara Rwa Bhineda sedangkan keberadaan Urip Bhuwana itu dilambangkan oleh
sebelas Aksara suci. Jadinya Kajang Wesia itu termasuk kajang yang melukiskan bahwa seorang Wesia memerlukan
kekuatan Urip dari manifestasi Tuhan dalam
melakukan Swadharmanya sebagai Wesia.
Trayo Dasa Aksara atau tiga belas Aksara suci itu melambngkan Swadharama Wesia
itu dalam mengupayakan
kesejahtraan ekonomi masyarakat tidak boleh melupakan nilai-nilai religius atau
Ketuhanan yang dilambangkan oleh Eka
Dasa atau sebelas Aksara suci Dengan Kajang Wesia ini menggambarkan
para pengusaha atau profesi Wesia
ini tidak boleh dilakukan dengan lepas dari
nilai-nilai religius..Justru Wesia yang bergerak dalam bidang ekonomi ini harus dapat menjadiakn sikap religius itu sebagai sikap dasar yang
harus dimiliki oleh seorang Wesia sebelum melakukan Swadharmanya dalam bidang ekonomi.Karena keterikatan Wesia
pada nilai material dunia ini maka Wesia
itu harus dibebaskan dengan sarana yang lebih rumit.Sarana Kajang
yang dilukiskan lebih rumit dengan berbagai Aksara suci itu lambang
bahwa untuk melepaskan orang yang ber
Varna Wesia itu membutuhkan upaya penycuian yang lebih intensip.Karena
pekerjaanya sehari-hari sebagai Wesia adalah berurusan dengan harta benda atau
uang..Kalau tidak kuat pengendalianya uang atau harta itu akan dapat lebih
mudah mengikat orang dengan dunia ini Karena itu Kajang Wesia itu adalah kajang
yang lebih rumit kalau dibandingkan
dengan Kajang Brahamana. Disamping ada Kajang Wesia yang dua jenis itu ada
juga Kajang Tri..Kajang Tri ini untuk
mereka yang dari Varna Ksatria,Wesia dan Sudra..Kajang Tri ini diwujudkan
dengan rangkaian gambar Padma sejumlah enam. Diatas enam lukisan Padma itu ada
lukisan Nada lambang Parama Siwa
Sunyatma .Dibawah lukisan Nada dalam lukisan Padma terdapat lukisan Windu
lambang Sada Siwa Niskalatma, terus dibawahnya dalam lukisan Padma juga ada
Ardha Candra lambang Sada Rudra
Atyatma,terus Aksara Okara.lambang Maha
Dewa Niratma,terus Makara lambang Iswara Paraatma, Ukara lambang Wisnu
Antaratma dan yang paling bawah atau paling dasar Akara lambang Brahma
Atma..Disebelah kiri dari pandangan kita ditulis Aksara Sapta Omkara dimana Aksara Nada yang tertinggi. .Kajang
Tri ini menggambarkan adanya kesejajaran antara
Ksatria,Wesia dan Sudra dalam melukiskan badan jasmani dan rokhaninya
yang baru untuk menuju alam
Niskala..Dalam Lontar kajang memang sangat banyak jenis kajang itu dilukiskan.
Seperti dikenal adanya kajang Bendesa Pasek,kajang Bendesa, Kajang Pande madya,Kajang
Pande Utama, Kajang Sudra Utama, Kajang Sudara Yoni,Kajang Sudra Nista. Menurut
Bapak I Gst Ketut Kaler almarhum mantan
Kepala Bidang Bimas Hindu dan Budha Kanwil Depag Bali perbedaan itu konon
diberikan oleh Raja atau Dalem atas
pertimbangan pandita tentunya.
Dari : I Ketut Widyananda.
Hal : Naskah Untuk
Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar