Upacara Ngajum Puspa Lingga diawali dengan Upacara Mendak
Lingga yaitu memohon kepada Sang Siwatma yang
sudah menjadi Sang Pitara karena sudah diaben untuk berstana di Puspa
Lingga yang akan dibuat.Lingga yang dipendak ini akan dibuatkan simbol Stananya
yang disebut Puspa Lingga.Lingga itu lambang Purusa sedangkan Puspa sebagai
stananya adalah lambang Predana. Untuk menstanakan Lingga itulah ada prosesi
upacara membuat Puspa Lingga.Prosesi membuat Puspa Lingga inilah yang disebut
dengan Upacara Ngajum Puspa Lingga atau sering juga disebut Ngajum Sekah.Ngajum
berasal dari bahasa Bali yang artinya memuji.Ngajum Puspa Lingga itu pada
hakekatnya adalah mewujudkan Puspa dengan cara melakukan pujian-pujian kepada
Sang Pitara yang tiada lain adalah Sang Siwatma sendiri.Pujian itu adalah
doa-doa agar Sang Pitara yang akan diupacarai menjadi bangkit kesucianya untuk
berstana di Puspa atau Sekah yang buat.Doa pujaan itulah sesungguhnya sebagai
stana Sang Siwatma atau Lingga itu
sebagai sarana mengantarkan Sang Pitara yang diupacarai mencapai alam
Dewa.Adapun bahan-bahan Puspa Lingga itu adalah Bambu Gading sepanjang satu
asta Linjong.,bunga sulasih,menori putih,ratna putih,tunjung putih,pelawa dan
bunga kelapa yang disebut “bangsah nyuh”. Daun beringin yang di angget melalui upacara tadi,daun
menori,padi bebek,menyan astanggi,buah pala,canang tampinan,uang 11 kepeng,33
kepeng atau 66 kepeng.Pererainya dari kayu cendana atau mukanya menggunakan
kara wista.Tungked Sekah sedapat mungkin menggunakan kayu “aa” dengan panjang
satu asta.Di puncaknya diikat dengan lalang sehet mingmang dan tali benang
Tridhatu.Benang Tridhatu itu adalah tiga helai benang dengan warna putih,merah
dan hitam disatukan terus diikatkan diujung Tungked Sekah tersebut.Puspa Lingga
di wujudkan disebuah bokor selaka berisi beras dan uang kepeng 254 kepeng,canang
tampinan dan dialasi dengan kekasang. Kekasang itu adalah selembar kain lebih
lebar dari sapu tangan yang dihiasi dengan perada sebagai alas Sekah atau Puspa
Linga.Semua bahan-bahan tersebut dirangkai sehingga membentuk kerucut yang
memanjang serta diujungnya dihiasi dengan bunga emas dan bunga-bunga lainya.
Didalam Sekah itu lah distanakan prerai dan pipil nama orang yang akan
diupacarai.Pipil itu adalah sepotong daun lontar ditulisi nama orang yang akan di upacarai.Umumnya
nama orang yang diupacarai itu ditulis dengan aksara Bali.Demikian prosesi
upacara Ngajum Puspa Lingga atau Ngajum Sekah. Setelah Puspa Lingga itu selesai
terus distanakan di Sanggar sejenis
Sanggar Tawang yang khusus untuk menstanakan Puspa Lingga. Setelah itu
dilanjutkan dengan Nyukat Karang (bumi) dengan puja Pandita dilaksanakan di
muka Sanggar Tawang diukur panjang dan lebarnya sama atau berbentuk segi empat.
Upacara Nyukat Karang ini adalah simbol untuk memproyeksikan Bhuwana Agung
diareal yang sudah diupacarai Bumi Sudha. Karena dari Bhuwana Agung inilah Sang
Pitara menuju alam Sorga yaitu alamnya para Dewa. Acara berikutnya adalah
“Upacara Mapurwa Daksina yaitu upacara untuk mengusung Puspa Lingga
mengelilingi Balai Payadnya tiga kali. Upacara ini lambang pendakian Sang Hyang
Atma dengan Stana Puspa Lingga berangkat dari alam Bhur Loka terus menuju alam
Bhuwah Loka terus sampai pada alam Swah Loka. Karena Puspa Lingga diusung
mengelilingi balai Payadnyan sampai tiga kali. Kalau upacara Atma Wedana dalam
tingkatan yang lebih besar atau setidak-tidaknya Madya ,upacara Mapurwa Daksina
ini mengikuti seekor lembu berangkat
dari barat daya menuju timur laut.Dari barat laut menuju tenggara .Upacara
mengelilingi sudut-sudut mata angin ini bermakna untuk mengelilingi sembilan penjuru alam atau Padma Bhuwana.
Setelah itu barulah mengelilingi balai Payadnyan dari Purwa (timur ) menuju
Daksina (keselatan) sebanyak tiga kali.Hal inilah yang menyebabkan Upacara ini
disebut Upacara Purwa Daksina .Kalau upacaranya yang lebih utama lagi Banten
Titi Mamah yang menggunakan kepala kerbau.Saat mengawali Upacara itu lembu dan
orang yang menjinjing Puspa Lingga menginjakan kakinya dikepala kerbau dan emas
mirah. Kerbau adalah lambang alam semesta dalam tradisi Hindu dan emas mirah
lambang kemegahan duniawi yang segera akan ditinggalkan oleh Sang Hyang
Atma. Lembu yang diikuti oleh orang yang
menjinjing Puspa Lingga itu dihiasi dengan kain putih.banten suci,tebu
hitam,sesantun (sejumlah uang kepeng yang dimasukan kedalam kantong tapis) dan kain seperadeg.Setelah upacara
Mapurwa Daksina ,Puspa Lingga terus diusung dan diletakan diatas Petak
diletakan pada bagian teratas bersama tapakan pelinggih dan rantasan. Hal ini
sebagai simbolis bahwa Sang Pitara yang akan di Upacara Atma Wedana sudah
berstana dalam areal upacara yang melambangkan Bhuwana Agung yang sudah di Bumi
Sudha.
Dari ; Ni Made Yuliani.S.Sos.
Hal : Naskah
Untuk Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar