Upacara Mapurwa Daksina
bertujuan menstanakan Sang Pitara di balai Payadnyan atau disebut juga
Petak pada tempat yang paling atas.Setelah Sang Pitara disimbolkan berstana di
Balai Payadnyan tibalah saatnya dilangsungkanya Upacara pokok atau inti untuk
Sang Pitara. Upacara inti inilah yang disebut Upacara Atma Wedana yaitu
mengupacarai Sang Hyang Atma untuk mencapai tingkatan yang lebih suci
.Pertama-tama dilangsungkan berbagai kegiatan untuk menumbuhkan suasana Upacara
menjadi suci dan terarah menuju kondisi meningkatkan kesucian Sang Hyang Pitara
yang akan diupacarai. Gamelan Angklung.dan Gambang di kumandangkan. Wayan Gedog
dipentaskan umumnya dengan lakon Bhima Swarga.Semuanya itu untuk menumbuhkan suasana
melankolis sebagai expresi dari kesenduan hati sebagai lambang kehalusan Sang
Hyang Atma.Pitara itu adalah sesuatu yang paling halus dalam diri
manusia.Karena itu melepaskan Atman dari belenggu Suksma Sarira itu dengan cara
yang halus.Ibarat menghaluskan patung yang sudah terwujud lengkap cukup dengan
dipoles politur atau yang sejenisnya.Tidak perlu patung yang sudah terwujud
lengkap itu dikerjakan dengan kampak lagi.Selanjutnya oleh Sang Pandita
dilangsungkan Puja Dewa Pratistha di
Padmasana. Tahapan ini bertujuan untuk menghadirkan para Dewa sebagai
manifestasi Tuhan yang akan menyaksikan Upacara Atma Wedana tersebut. Setelah
itu barulah dilakukan Puja Pitra Prastistha
yaitu menstanakan Sang Pitra untuk diupacarai Atma Wedana dihadapan Sang
Pandita. Tahap berikutnya dilangsungkan pemujaan kepada Sang Hyang Prajapati
sebagai penguasa Atman. Pemujaan ini bertujuan untuk mohon ijin dan restu Sanga
Hyang Prajapati atas dilangsunkanya Upacara Atma Wedana tersebut. Terus
dilanjutkan untuk Puja penyapa Sang Hyang Atma dengan Puja “ pambhagiastu “.
Atma dihias dengan Puja “ahyastu”. Puja tersebut sebagai doa untuk menyampaikan
rasa bahagia kepada Sang Pitara atas
upacara penyucianya oleh Sang Pandita dengan
berbagai kelengkapan Upacaranya.
Selanjutnya Pandita
memohonkan dengan Puja untuk melebur lara,roga,dan papa Sang Pitara.
Dengan puja tersebut diharapkan berbagai belenggu yang menutupi Atman menjadi
sirna.Kemudian Sang Pitara dapat menerima sinar suci Sang Hyang Paramaatma
yaitu Tuhan Yang Mahaesa.Selanjutnya Sang Pitara diberikan Banten Pengeresikan
sebagai simbol Sang Pitara di sucikan secara lahiriah.Banten
Pengeresikan itu lambang pembersihan lahirah .Karena itu dalam Banten tersebut
dilengkapi dengan ambuh sebagai sarana
keramas,air kumkuman,sisir,sisig,cermin dll perlengkapan orang mandi dan
keramas. Setelah secara simbolis Sang Pitara selesai bendandan maka Sang Pandita mempersilahkan Sang Pitara
melihat-lihat Partisentananya yang hadir. Selanjutnya Sang Pitara disuguhkan
hidangan.Ngaturan Sekul liwet dan selanjutnya Sang Pandita memberikan Sang
Pitara Pawisik suci sebagai tuntunan menuju alam Niskala yang lebih suci. Pada
awalnya Sekul Liwet (sejenis nasi bubur) itu disirati Tirtha terus diaduk dan
dibagi delapan.Kemudian disirati Tirtha lagi terus dibagi lima.Disirati lagi
terus dibagi tiga,disirati lagi diaduk terus disatukan baru dipersembahkan
kepada Sang Pitara. Peningkatan pengadukan Sekul Liwet dari delapan terus
kelima ,tiga dan satu sebagai lambang
pendakian dari alam bawah terus menuju alam yang lebih tinggi dan lebih suci.
Pada tingkatan yang suci itulah diberikan Pawisik oleh Sang Pandita untuk
mengantarkan Sang Pitara ke Sunia Loka.
Setelah Sang Pitara sudah berada ditingkatan yang lebih
suci dan sudah diberikan Pawisik oleh
Sang Pandita barulah Sang Pandita melakukan Puja Tirtha Pralina untuk
mengantarkan Sang Atma menuju alam Sunia yang lebih suci. Ini berarti Sekah
atau Puspa Lingga sebagai simbol badan Sang Hyang Atma telah ditinggalkan oleh
Sang Hyang Atma.Karena itu Sekah itu kemudian digeseng atau dibakar bagaikan
membakar abu tulang jenazah saat upacara Ngaben. Adapun alat-alat Ngeseng Puspa
Lingga antara lain; Sesenden sebagai alas Ngeseng Puspa Lingga. Kayu nagasari
sebagai kayu bakar,kayu menengen, kayu dan bunga menori putih,kayu cendana,kloping kelapa gading,dua potong tebu
hitam, untuk melumat Puspa Lingga.Setelah lumat menjadi abu diperciki
wangi-wangian terus dimasukan ke Bungkak kelapa gading. Bungkak kelapa gading
itu ditutupi kojong putih dibungkus dengan udeng putih maperada.Setelah itu
Sekah ini diletakan kembali di balai Payadnyan atau Petak untuk diberikan
persembahan canang sodaan seadanya. Setelah itu barulah dipersiapkan upacara
Nganyut Sekah ke segara atau kesungai. Nganyut Sekar ini boleh pakai bukur atau
boleh juga diusung biasa saja tanpa Bukur.
Dari : Ni Made Yuliani.
Hal : Naskah Untuk Rubrik Kembang Rampe di Nusa
Tenggara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar