Rabu, 25 Januari 2017

UPACARA NGESENG PUSPA LINGGA

Upacara Mapurwa Daksina  bertujuan menstanakan Sang Pitara di balai Payadnyan atau disebut juga Petak pada tempat yang paling atas.Setelah Sang Pitara disimbolkan berstana di Balai Payadnyan tibalah saatnya dilangsungkanya Upacara pokok atau inti untuk Sang Pitara. Upacara inti inilah yang disebut Upacara Atma Wedana yaitu mengupacarai Sang Hyang Atma untuk mencapai tingkatan yang lebih suci .Pertama-tama dilangsungkan berbagai kegiatan untuk menumbuhkan suasana Upacara menjadi suci dan terarah menuju kondisi meningkatkan kesucian Sang Hyang Pitara yang akan diupacarai. Gamelan Angklung.dan Gambang di kumandangkan. Wayan Gedog dipentaskan umumnya dengan lakon Bhima Swarga.Semuanya itu untuk menumbuhkan suasana melankolis sebagai expresi dari kesenduan hati sebagai lambang kehalusan Sang Hyang Atma.Pitara itu adalah sesuatu yang paling halus dalam diri manusia.Karena itu melepaskan Atman dari belenggu Suksma Sarira itu dengan cara yang halus.Ibarat menghaluskan patung yang sudah terwujud lengkap cukup dengan dipoles politur atau yang sejenisnya.Tidak perlu patung yang sudah terwujud lengkap itu dikerjakan dengan kampak lagi.Selanjutnya oleh Sang Pandita dilangsungkan  Puja Dewa Pratistha di Padmasana. Tahapan ini bertujuan untuk menghadirkan para Dewa sebagai manifestasi Tuhan yang akan menyaksikan Upacara Atma Wedana tersebut. Setelah itu barulah dilakukan Puja Pitra Prastistha  yaitu menstanakan Sang Pitra untuk diupacarai Atma Wedana dihadapan Sang Pandita. Tahap berikutnya dilangsungkan pemujaan kepada Sang Hyang Prajapati sebagai penguasa Atman. Pemujaan ini bertujuan untuk mohon ijin dan restu Sanga Hyang Prajapati atas dilangsunkanya Upacara Atma Wedana tersebut. Terus dilanjutkan untuk Puja penyapa Sang Hyang Atma dengan Puja “ pambhagiastu “. Atma dihias dengan Puja “ahyastu”. Puja tersebut sebagai doa untuk menyampaikan rasa bahagia kepada  Sang Pitara atas upacara penyucianya oleh Sang Pandita dengan  berbagai kelengkapan Upacaranya.
Selanjutnya Pandita  memohonkan dengan Puja untuk melebur lara,roga,dan papa Sang Pitara. Dengan puja tersebut diharapkan berbagai belenggu yang menutupi Atman menjadi sirna.Kemudian Sang Pitara dapat menerima sinar suci Sang Hyang Paramaatma yaitu Tuhan Yang Mahaesa.Selanjutnya Sang Pitara diberikan Banten Pengeresikan sebagai simbol Sang Pitara di sucikan secara lahiriah.Banten Pengeresikan itu lambang pembersihan lahirah .Karena itu dalam Banten tersebut dilengkapi dengan  ambuh sebagai sarana keramas,air kumkuman,sisir,sisig,cermin dll perlengkapan orang mandi dan keramas. Setelah secara simbolis Sang Pitara selesai  bendandan maka  Sang Pandita mempersilahkan Sang Pitara melihat-lihat Partisentananya yang hadir. Selanjutnya Sang Pitara disuguhkan hidangan.Ngaturan Sekul liwet dan selanjutnya Sang Pandita memberikan Sang Pitara Pawisik suci sebagai tuntunan menuju alam Niskala yang lebih suci. Pada awalnya Sekul Liwet (sejenis nasi bubur) itu disirati Tirtha terus diaduk dan dibagi delapan.Kemudian disirati Tirtha lagi terus dibagi lima.Disirati lagi terus dibagi tiga,disirati lagi diaduk terus disatukan baru dipersembahkan kepada Sang Pitara. Peningkatan pengadukan Sekul Liwet dari delapan terus kelima ,tiga dan satu  sebagai lambang pendakian dari alam bawah terus menuju alam yang lebih tinggi dan lebih suci. Pada tingkatan yang suci itulah diberikan Pawisik oleh Sang Pandita untuk mengantarkan Sang Pitara ke Sunia Loka.

Setelah Sang Pitara sudah berada ditingkatan yang lebih suci dan  sudah diberikan Pawisik oleh Sang Pandita barulah Sang Pandita melakukan Puja Tirtha Pralina untuk mengantarkan Sang Atma menuju alam Sunia yang lebih suci. Ini berarti Sekah atau Puspa Lingga sebagai simbol badan Sang Hyang Atma telah ditinggalkan oleh Sang Hyang Atma.Karena itu Sekah itu kemudian digeseng atau dibakar bagaikan membakar abu tulang jenazah saat upacara Ngaben. Adapun alat-alat Ngeseng Puspa Lingga antara lain; Sesenden sebagai alas Ngeseng Puspa Lingga. Kayu nagasari sebagai kayu bakar,kayu menengen, kayu dan bunga menori putih,kayu  cendana,kloping kelapa gading,dua potong tebu hitam, untuk melumat Puspa Lingga.Setelah lumat menjadi abu diperciki wangi-wangian terus dimasukan ke Bungkak kelapa gading. Bungkak kelapa gading itu ditutupi kojong putih dibungkus dengan udeng putih maperada.Setelah itu Sekah ini diletakan kembali di balai Payadnyan atau Petak untuk diberikan persembahan canang sodaan seadanya. Setelah itu barulah dipersiapkan upacara Nganyut Sekah ke segara atau kesungai. Nganyut Sekar ini boleh pakai bukur atau boleh juga diusung biasa saja tanpa Bukur.



Dari : Ni Made Yuliani.

Hal  : Naskah Untuk Rubrik Kembang Rampe di Nusa Tenggara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net