Rangkaian upacara Nuntun Dewa Hyang yang paling penting adalah menyiapkan Banten
Daksina Pelinggih.Berdasarkan petunjuk Lontar Purwa Bhumi Kamulan maupun Lontar
Pitutur Lebur Gangsa sama-sama menyatakan bahwa sebagai “pengadegan” Sang Dewa
Pitara digunakan Daksina Pelinggih. Secara garis besarnya rangkaian Upacara
Nuntun Dewa Hyang berdasarkan Lontar Purwa Bhumi Kamulan dapat dibagi menjadi
sembilan tahapan. Pada mulanya menyiapkan sarana upacara terutama Daksina
Palinggih. Tempurung kelapa yang dijadikan bahan pokok untuk membuat Daksina
Palinggih ini umumnya dikerik bersih sampai diminyaki dengan minyak kelapa
gading.Karena untuk lambang stana Sang Dewa Pitara tentunya kelapa itu supaya
benar-benar tidak ada bekas serabutnya sama sekali.Serabut kelapa itu adalah
lambang ikatan indria.Karena sudah berstatus Dewa Pitara tentunya sudah tidak
ada lagi lambang ikatan indria.Tahap berikutnya adalah menghaturkan Sang Dewa
Pitara Puja Tarpana lewat sarana Daksina Palinggih tersebut.Setelah Sang Dewa
Pitara dihaturkan Puja Tarpana seluruh Pratisentana menghaturkan bhakti kepada
Sang Dewa Pitara.Setelah Pratisentana itu menghaturkan bhakti barulah Sang Dewa
Pitara dituntun distanakan di Palinggih Kamulan. Cara menstanakan Sang Dewa Pitara itu dengan menstanakan
Daksina Palinggih diPalinggih Kamulan.Kalau Sang Dewa Pitara meraga lanang
Daksina Palinggih distanakan pada bagian kanan palinggih Kamulan.Kalau meraga
istri Daksina Palinggihnya distanakan di bagian kiri dari Palinggih
Kamulan.Setelah itu Sang Dewa Pitara mendapatkan Puja Mantra Jaya-jaya dari
Pandita yang memimpin upacara Dewa Pitara tersebut.Setelah mendapatkan Puja
Mantra jaya-jaya dari Pandita Pratisentana Sang Dewa Pitara kembali
menghaturkan bhakti kepada Sang Dewa Pitara.Acara selanjutkan Pandita
memanjatkan Puja Pralina dan Mantram Penyimpenan untuk mempersilahkan Sang Dewa
Pitara kembali berbadan Suksma atau Niskala. Daksina Palinggih atau Pengadegan
Sang Dewa Pitara di”lukar” terus dibakar.Abunya dimasukan kedalam kelapa gading
disertai kwangen.Acara terakhir adalah kelapa gading tersbut ditanam dibelakang
palinggih Kamulan.
Namun rangkaian Upacara Nuntun Dewa Hyang itu sedikit
berbeda kalau berdasarkan isi Lontar Pitutur Lebur Gangsa. Upacara Nuntun diawali dengan
Upacara “ Nuwur Danda Kalepasan “.Upacara ini bermakna melepaskan segala
dosa,noda dan tanggung jawab Sang Dewa Pitara yang pernah diperbuat semasa
hidupnya.Upacara tersebut juga bermaksudkan untuk mengambil segala tanggung
jawab leluhur oleh Pratisentananya.Hal
ini dimaksudkan agar Sang Dewa Pitara benar-benar suci adanya.Karena segala
dosa,noda dan berbagai tanggung jawab leuhur semaih hidupnya semuanya diambil
alih oleh Pratisentananya .Krena semua tanggung jawab leluhur itu hanya dapat
diperbaiki lewat perbuatan di dunia nyata ini.Sedangkan leluhur yang sudah
menjadi Dewa Pitara tidak mungkin dapat memperbaikinya karena sudah tidak hanya
berbadan Niskala dan tidak ada di dunia ini. Dunia ini ibarat Sekolah untuk
memperbaiki berbagai kekurangan yang
terjadi.Karena itu segala dosa,noda dan berbagai kekuranga leluhur itu
sudah menjadi kewajiban Pratisentananya yang mengambil tanggung jawabnya.
Pengambil tanggung jawab leluhur itu juga sebagai pembayaran hutang moral
(Rina) kepada leluhur.Dalam Lontar Purwa Bhumi Kamulan Upacara yang berfungsi mengambil oper tanggung jawab
Sang Dewa Pitara itu tidak dinyatakan secara secara khusus. Namun dengan
ditingkatkanya kedudukan Sang Pitara menjadi Dewa Pitara hal itu sudah tersirat
segala pengalihan tanggng jawab leluhur kepada Pratisentananya.Upacara
selanjutnya tidak begitu berbeda dengan tatacara Nuntun Dewa Hyang selanjutnya
seperti yang di nyatakan dalam Lontar Purwa Bhumi Kamulan. Karena Lontar
Pitutur Lebur Gangsa juga menyatakan bahwa Pelinggih Sang Dewa Pitara juga
menggunakan Daksina Palinggih seperti disebutkan dalam Lontar Purwa Bhumi
Kamulan. Karena itu setelah melangsungkan upacara Upacara “Nuwur Danda
Kalepasan dilangsungkan membuat Daksina Palinggih seperti diuraikan di
depan.Diteruskan dengan melangsungkan Puja Mejaya-jaya dari Pandita sebagai
ritual untuk menyatukan Dewa Pitara dengan Daksina Pelinggih sebagai simbol
stananya.Setelah Dewa Pitara berstana di Daksina Palinggih semua Pratisentana
kembali melakukan sembah bhakti kepada Sang Dewa Pitara. Setelah itu barulah
Sang Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan.Sebagai penutup kembali
Pratisentana menghaturkan Bhakti kepada Dewa Pitara terus Sang Pandita
melakukan Puja Pralina untuk Mralina secara fisik wujud Daksina Palinggihnya.
Sedangkan Sang Dewa Pitara terus menuju Stananya di Niskala bersama-Dewa Pitara
sebelumnya.Stana tersebutlah yang disebut Pelinggih Kamulan.
Dari : Ni Made Yuliani.
Hal : Naskah Untuk Kembang Rampe di Harian Nusa
Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar