Dalam tradisi umat Hindu di Bali mendirikan bangunan baik
untuk kepentingan hidup Sekala (duniawi)
maupun Niskala (rokhani) baru dianggap selesai apa bila sudah diupacarai dengan upacara keagamaan yang disebut
“Melaspas”. Melaspas artinya menyucikan bangunan itu secara ritual.Demikian
juga simbol Naga Bandha sebagai sarana keagamaan Hindu sangat wajib untuk di Upacarai dengan upacara
Melaspas. Setelah diupacarai “Melaspas” barulah Naga Bandha itu syah sebagai
sarana upacara Ngaben yang bertarap sangat utama. Upacara “Melaspas” itulah
yang menyebabkan Naga Bandha itu menjadi sarana sakral dan layak difungsikan
sebagai sarana Upacara keagamaan yang disebut Ngaben Menaga Bandha. Sebelum
Upacara Melaspas sarana yang disebut Naga Bandha itu hanyalah merupakan
kumpulan dari bambu,kayu,rotan,kertas-kertas,ukir-ukiran,tali dll. Setelah ia
di upacarai Melaspas barulah kumpulan bahan-bahan yang dirangkai menyerupai
Naga itu dapat syah disebut Naga Bandha. Upacara Melaspas ini berfungsi untuk
“meralina’ atau mehilangkan status bahan-bahan Naga Bandha tersebut terus di
Utpati atau dihidupkan sehingga ia dapat disebut Naga Bandha. Misalnya
kepalanya dibuat dari kayu pole. Setelah upacara Melaspas ia tidak lagi sebagai
kayu pole tetapi sudah disebut kepala Naga
Bandha.Demikian juga ekor Naga yang
dibuat dari anyaman bambu.Setelah Upacara Melaspas tidak lagi
disebut sebagai anyaman bambu ,ia sudah disebut ekor Naga Bandha.Demikian juga
sarana yang lainya menjadi berobah namanya setelah upacara Melaspas. Untuk
Melaspas Naga Bandha umumnya dilakukan tersendiri ,artinya tidak disamakan
dengan melaspas sarana-sarana yang lainya seperti Bade ,petulangan dll.
Upacara Melaspas ini sesungguhnya sudah diawali saat
memulai membuat Naga Bandha tersebut. Saat memulai membuat Naga Bandha
menggunakan Banten Peras dengan dilengkapi banten Tipat Tampul dan Tipat
Kelanan ,Sesantun Agung,ajuman dan segehan masing-masing satu tanding, Memulai
membuat Naga Bandha itu dengan Banten Peras sebagai banten inti. Peras dalam
Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sbb: Peras ngarania perasidha Tri Guna Sakti.
Artinya peras namanya adalah prasidha atau sukses dengan kekuatan Tri Guna.
Dalam Lontar tersebut diisyaratkan bahwa untuk mensukseskan suatu pekerjaan dengan mengendalikan Tri Guna itu supaya menjadi
kekuatan sebagai faktor utama dalam mensukseskan pekejaan tersebut.Tri Guna itu
adalah Sattwam artinya sifat-sifat baik seperti tenang tawakal dllnya.Rajas
adalah sifat yang mendorong manusia itu aktif.Sedangkan Thamas adalah
sifat-sifat yang mendorong manusia menjadi lamban.Kalau Tri Guna itu bersatu
secara idial maka akan timbulah kekuatan yang positif untuk mensukseskan suatu
pekerjaan. Bersatunya Tri Guna secara idial itu adalah Guna Sattwam menguasai Guna
Rajas dan Guna Thamas.
Setelah Upacara Ngawit Naga Bandha dikerjakan.Selama
mengerjakan Naga bandha itu ada juga Upacara harian yang menggunakan Santun
Alit dan Segehan satu “pulangan “ (satu set)
yang dihaturkan setiap hari selama Naga Bandha itu dikerjakan.Puncak
pengerjaan Naga Bandha secara fisik disebut Ngodi. Ngodi itu adalah mengerjakan
Naga Bandha pada tahap yang paling akhir. Saat itupun dibuatkan upacara dengan
sarana Banten Santun Agung dan Segehan masing-masing satu tanding. Setelah
Ngodi itulah baru Naga Bandha itu diupacarai Melaspas. Upacara Melaspas ini
dibuatkan Sanggar Surya dengan Banten tertentu seperti misalnya ada Banten
Suci, Dewa Dewi,Siwabahu,Dapetan dll. Banten di Sanggar Surya inilah yang
menentukan besar kecilnya Banten di depan dan dibawah Sanggar Surya.Banten
didepan Sanggar Surya disebut Banten Arepan.Tempat meletakan banten didepan
Sanggar Surya disebut Laapan. Sedangkan Banten dibawah Sanggar Surya disebut
Banten di Sor.Banten di Sor ini adalah Banten untuk Bhuta. Kalau Banten di
Sanggar Surya besar seperti menggunakan Suci,Siwabahu,Catur misalnya maka banten di Laapan itu
menggunakan Bebangkit Agung sedangkan Banten di Sor akan menggunakan Banten
yang sejajar misalnya menggunakan Gelar Sangga dan Carunya setidak-tidaknya Caru Panca Sata.Ada juga Banten di yang disebut
Pangurip-Urip dengan sarana seperti Cendana,arang,kunyit,atau menggunakan darah
itik. Sarana ini simbol menghidupkan Naga Bandha tersebut dalam Upacara
Melaspas Naga Bandha tersebut. Banten disamping Naga Banda adalah Banten
Pesucian atau Pengereresik dan banten Rantasan. Banten ini melambangkan sebagai Banten penyucian secara ritual dan
setalah dilamabanagkan hidup menggunakan pakaian yang disimbolkan oleh Banten
Rantasan.Karena Banten Rantasan ini hanya merupakan tumpukan beberapa jenis
kain yang masih Sukla artinya masih baru.Setelah Upacara Melaspas itu Naga
Bandha dibawa ke Merajan orang yang Ngaben.
Dari : I Ketut Wiana.
Hal : Naskah Untuk Bali Travel News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar