Senin, 16 Januari 2017

YANG BERHAK MENGGUNAKAN NAGA BANDHA

Dengan beberapa keterangan dalam tulisan sebelumnya maka  sangat jelaslah mengenai arti dan makna simbol Naga dalam budaya Hindu. Dari sumber-sumber itulah menjadi dasar mengapa dalam Upacara Pitra Yadnya Pengabenan ada penggunaan Naga Bandha sebagai perlengkapan Upacara Ngaben tersebut.. Jadinya simbol Naga Bandha itu memanglah  lambang dari ikatatan  yang bersifat duniawi pada diri manusia.Kalau ikatan ini masih kuat maka Atman akan terbelenggu pada nafsu keduaniaan tidak dapat mendekat mencapai Brahman. Menurut keterangan Lontar Tattwa Bhatara Astapaka menyatakan bahwa umat Hindu di Bali yang berhak menggunakan Naga Bandha  adalah : “ Sang Wibhuh “. Artinya beliau yang berkuasa. Dalam Lontar tersebut tidak dijelaskan bahwa hanya keluarga tertentu saja yang boleh menggunakan Naga Bandha. Namun dalam perkembangan selanjutnya  berkembanglah tradisi Hindu bahwa yang boleh menggunakan Naga Bandha hanyalah keturunan Dalem Waturennggong dan Raja-Raja yang mendapatkan “panugrahan “ atau ijin dari keturunan Dalem Waturenggong. Disamping itu yang juga boleh menggunakan perlengkapan Naga Bandha dalam upacara Pengabenan adalah keturunan Mpu Dang Hyang Astapaka yang dahulu berasrama di Budha Keling Karangasem. 

Jadinya konsep awal dari penggunaan Naga Bandha dalam Upacara Pengabenan adalah “Sang Wibuh “.Artinya beliau yang berkuasa dan keturunan Mpu Dang Hyang Astapaka. Ketrunan Dalem Waturenggong yang boleh memekai Naga Bandha itu adalah keturunan Dalem yang benar-benar Mabhiseka Ratu .Artinya yang benar-benar duduk menjabat Raja. Setelah jaman Republik dimana sudah tidak ada lagi sistem Kerajaan maka berkembanglah tradisi baru dalam menggunakan perlengkapan Naga Bandha dalam Upacara Pengabenan di kalangan umat Hindu di Bali. .Dalam tradisi selanjutnya kita jumpai bahwa berbagai keturunan Raja diluar keturunan Dalem Waturengong yang menggunakan perlengkapan Naga Bandha kalau menyelenggrakan Upacara Ngaben. Misalnya keluarga Puri Ubud, Puri Gianyar,Puri Blahbatuh, Puri Tampak Siring, Puri Suka Wati,Puri Pejeng, Puri Payangan dll. Kemungkinan keluarga Puri tersebut telah mendapatkan  “panugrahan “ dari  keturunan Dalem Waturenggong dai Puri Kelungkung.

Dari golongan Brahmana Pandita yang boleh menggunakan Naga Bandha hanya keturunan Mpu Dang Hyang Astapaka yang  berstatus Dwijati. Pandita dari golongan lainya tidak dibenarkan.Hal ini ditegaskan dalam Lontar Siwa Tattwa Purana.Dalam Lontar tersebut dinyatakan : …..nanaku Sang Siwa Sridanta  ayuwa angarep aken Naga Bandha,wenang anaku Bubuksah, yang kita amurug inalap jiwanta de Sang Hyang Taksaka.    Artinya: Putraku Sang Siwa Sridanta janganlah mempergunakan Naga Bandha.Yang patut memakai  Naga Bandha putraku Bubuksah,bila engkau melanggar,jiwamu akan diambil oleh Sang Hyang Naga Taksaka.

Yang patut kita perhatikan mengapa yang boleh memakai Naga Bandha hanya Raja dan Pandita Budha saja. Hal ini sesuai dengan arti dan makna simbol Naga Bandha itu sendiri.Mereka-mereka yang banyak bergelut dengan urusan duniawi adalah Raja.Karena Raja tergolong Ksatria Warna.Manurut ajaran Hindu Ksatria Varna itu memiliki tanggung jawab menciptakan keamanan dan kesejahtraan pada masyarakat luas diwilayah kerajaanya.Demikian juga Pandita Budha,Menurut ketentuan Lontar Ekapratama dusebutkan sang Bodha amretistha pawana .Artinya Sang Bodha mendapatkan tugas untuk menyucikan alam atmorfir (Pawana) tempat manusia mencari penghidupan. Sedangkan Pandita Siwa berkewajiban “amretistha “ Akasa. Yang dimaksud Akasa itu adalam alam Dewa-Dewa yang suci. Jadinya Pandita Bodha itu memiliki kewajiban menciptakan kesucian dunia manusia ini .Karena itu Raja dan Pandita Bodha dalam melakukan Swadharmanya selalu bergelut dengan kehidupan duniawi untuk mengantarkan umat manusia menuju kehidupan rokhani.Hal ini memang tidak mudah  sedikit banyak kena juga pengaruh duniawi.Karena itu Sang Raja dan Pandita Bodha dibolehkan untuk menggunakan Naga Bandha sebagai sarana melepaskan ikatan duniawi.Dalam kehidupan beragama Hindu jaman modern ini nampaknya masyalah penggunaan Naga Bandha ini mungkin sudah tidak perlu dipersoalkan lagi.Karena pengertian  Wibhuh atau orang yang berkuasa sudah sangat berbeda.Karena dalam paradigma demokrasi ini kekuasaan sesungguhnya tidak pada orang tetapi pda hukum atau sistem.Hukum atau sistem itulah sesungguhnya penguasa. Orang yang menjabat sekalipun kalau ia melanggar hukum atau sistem ,iapun kena hukum sesuai  dengan tingkat kesalahanya. Beda dengan Raja jaman dahulu.


Dari : I Ketut Wiana.

Hal  : Naskah Untuk  Bali Travel News..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net